Do not wait for someone else to come and speak for you. It’s you who can change the world – Malala Yousafzal
Dari kemarin malam sampai tadi subuh saya masih mati ide mau menulis apa mengenai International Women’s Day 2017 yang ‘dirayakan’ setiap tanggal 8 Maret ini. Sampai kemudian, ketika saya membuka Facebook keluarlah tulisan berupa kutipan dari Malala ini.
Sekadar me-refresh kembali ingatan kita tentang Malala, ia adalah seorang anak remaja yang pada tahun 2012 ditembak dengan brutal di leher dan kepala oleh kelompok Taliban. Menurut pimpinan Taliban, Adnan rasheed, alasan penembakannya adalah sikap kritis Malala terhadap kelompok Militan, tidak ada hubungannya dengan kegiatannya sebagai penggiat pendidikan perempuan. Oh well, whatever you said mister.
Apakah kemudian Malala berhenti bersikap kritis? Nope. Dia tetap memperjuangkan hak-hak-nya sebagai seorang anak dan seorang perempuan hingga pada tahun 2014 menerima hadiah Nobel untuk bidang perdamaian atas perjuangannya melawan penindasan anak-anak dan remaja. She speak up for herself dan untuk ribuan anak lain yang ia wakili.
Dan akhirnya ini yang mau saya bahas di International Women’s Day (IWD) kali ini.
Meskipun awalnya IWD adalah hari untuk merayakan keberhasilan kaum perempuan di bidang social, ekonomi dan politik, dan meningkatkan kesetaraan gender dalam berbagai bidang, namun bagi saya pribadi, semua diawali dari keberanian kita untuk berbicara, keberanian kita untuk membuat suara kita didengar.
Sudahkah kita berani memperjuangkan hak-hak kita? Saya tidak berbicara tentang perjuangan kita mewakili orang lain, tapi saya berbicara tentang perjuangan kita mewakili diri kita sendiri saja dulu! Kalau kita belum mampu menyuarakan hak kita, bagaimana kita bisa menolong kaum perempuan di luar sana yang mungkin kondisinya lebih memprihatinkan dari kita?
Keberhasilan perempuan di berbagai bidang memang jauh meningkat. Sebut saja beberapa di antaranya yang baru-baru ini terjadi Cressida Dick yang menjadi perempuan pertama yang memimpin Scotland Yard, negara Turki yang memberikan izin polisi perempuan untuk berhijab, kontes kecantikan Miss Australia yang memberi peluang bagi kaum disablitas menjadi kontestan, Halima Aden, model berusia 19 tahun yang melenggang dengan cantiknya di runway Milan Fashion Week dengan mengenakan Hijab serta Anniesa Hasibuan yang membuat banyak mata terkesan ketika seluruh modelnya tampil dengan mengenakan hijab dalam perhelatan New York Fashion Week 2016.
Pencapaian yang mungkin kesannya ‘sepele’ bagi sebagian besar orang, namun merupakan hal besar jika menyadari bahwa sebelumnya hal-hal di atas ini tidak pernah terjadi.
Namun di sisi lain, jangan silau dengan beberapa pencapaian karena faktanya masih banyak ketidak adilan yang dialami oleh para perempuan. Nggak usah jauh-jauh melihat negaranya opa Trump, lihat aja di negara sendiri dulu.
Menurut Komnas Perempuan, ada sekitar 400 lebih Perda di seluruh Indonesia yang isinya benar-benar menganggap perempuan bukan warga negara seutuhnya.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Masruchah juga menyinggung soal meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan laporan yang masuk, rata-rata ada 5.800 kasus setiap tahun, tetapi jumlah ini dinilai bukan angka sesungguhnya karena jumlah korban yang tidak melapor karena takut, malu, tidak didengar dan lain-lain ditengarai lebih besar lagi.
Dan para perempuan yang menjadi korban kekerasan ini, yang menjadi korban ketidak adilan ini, bisa saja saya, Anda, atau orang-orang terdekat kita.
Maka, kembali saya bertanya….. sudahkah kita berani menyuarakan hak-hak kita demi sebuah perubahan yang lebih baik lagi? Satu suara, sekecil apapun itu, jika kita berani berteriak, tetap akan ada yang mendengar.
So, make a difference think globally and act locally. Make everyday International Women’s Day. Do your bit to ensure that the future for girls is bright, equal, safe and rewarding!
Will you #BeBoldForChange?
Happy International Women's Day 2017 :)