Ditulis oleh: dr. Fiona Esmeralda
Tahu nggak mommies, setiap dokter anak punya klasifikasinya masing-masing. Dan ini bisa memudahkan kita dalam pemilihan dokter anak mana yang sesuai dengan kebutuhan.
Walau saya sendiri seorang dokter, menghadapi anak sakit tetap perlu opini orang lain. Memilih dokter anak tetap bukan hal yang mudah. Teman seangkatan yang dokter anak memang cukup banyak. Gampang kalau cuma tanya hal sederhana via whatsapp. Tapi kalau anak mau vaksinasi atau sedang demam tinggi berkepanjangan, pasti butuh berkonsultasi langsung dengan dokter langganan.
Berikut beberapa jenis dokter anak dan pertimbangannya:
Ciri-cirinya termasuk praktiknya ramai, direkomendasikan banyak orang, biasa praktik sore atau malam hari di rumah sakit swasta, karena pagi dan siang praktik sebagai konsultan di rumah sakit pendidikan (tidak semua memang, ya). Saya sendiri hampir selalu menghindari dokter tipe ini. Alasannya karena tidak sanggup menunggu antrean yang kadang kurang manusiawi apalagi untuk anak kecil yang sedang sakit. Waktu tunggu yang lama, jam praktik yang malam bahkan sangat malam pada dokter tertentu membuat saya sudah menyerah dulu.
Nah, kalau begitu siapa yang cocok berobat pada dokter anak senior ini? Cocoknya adalah anak dengan masalah spesifik. Misal dengan keterlambatan bicara ingin konsultasi pada ahli neuropediatrik, saya rasa cocok saja. Menunggu dan bersabar mungkin harus dijalani. Tetapi jika hanya ingin vaksinasi atau mengobati anak yang batuk pilek, rasanya kurang pas, ya. Dokter senior memang menang pengalaman dan juga pendidikannya biasa sudah spesifik dan ahli pada suatu bidang tertentu. Kadang ada yang sudah sangat senior dan agak sulit untuk ditanya macam-macam karena pasiennya yang membludak di ruang tunggu sehingga kita kurang puas berkonsultasi. Seringkali penjelasannya kurang jelas untuk orang awam.
Dokter anak tipe ini biasa sudah berpraktik 10 tahunan dalam rentang usia 40 tahun ke atas. Ini tipe favorit saya. Praktiknya belum terlalu ramai dan pastinya tidak sampai mematahkan semangat. Mereka sendiri cukup up to date dan seringnya tidak akan marah kalau kita sebagai pasien punya pertanyaan atau pendapat hasil browsing online. Jawabannya biasa cukup ramah dan ilmiah. Jumlah pasien yang tidak terlalu ramai bukan selalu indikator dokternya kurang oke lho, mommies.
Kebanyakan teman saya mungkin di kategori ini. Salut dengan semangat para dokter muda ini, ilmu mereka FRSEH!. Walau pengalaman mungkin belum sebanyak dokter lainnya. Kadang mereka tampak terlalu rumit kalau memberi terapi, tetapi itu karena rujukannya selalu buku teks dan jurnal terbaru. Mereka belum terlalu berani mengambil risiko besar karena pengalaman lapangan masih terbatas namun selalu berusaha memberi pengobatan sebaik-baiknya. Paling enak diajak berdiskusi dan sangat mungkin minta berkonsultasi via whatsapp.
Nah, dokter tipe mana yang mommies pilih? Semua ada lebih dan kurangnya. Yang pasti mereka semua berusaha sebaik mungkin. Pasien yang bisa memilih paling sreg dengan dokter tipe mana. Pertimbangkan jarak dari rumah, panjang antrean, lama menunggu (dokternya suka terlambat atau tidak), dan kadar urgensi penyakit anak. Vaksinasi bisa dilakukan di Puskesmas, klinik vaksinasi, dan praktik dokter anak yang tidak terlalu ramai untuk menghindari anak tertular penyakit lain saat lama menunggu.
Yang paling optimal tentu adalah dokter anak yang meminimalisir kontak antara pasien sehingga tidak saling menularkan penyakit. Tentu pasien bertanggung jawab untuk datang sesuai waktu perjanjian agar praktik dapat berjalan dengan lancar. Memilih dokter juga sebaiknya dilakukan saat hanya ingin vaksinasi jadi bisa ngobrol ringan melihat tipe dokter seperti apa. Jadi ketika anak sedang sakit , dan sifatnya urgent kita tidak kebingungan mencari dokter lagi.
Selamat memilih mommies! :)
Baca juga:
Mau ganti Dokter Saat Hamil? Boleh kok, Asal...