Ditulis oleh: Nayu Novita
Percaya pada mitos yang keliru tentang keguguran bukan cuma bisa memperberat trauma tetapi juga menambah risiko terjadinya keguguran berulang.
Bulan lalu seorang sahabat menelpon, bercerita bahwa ia harus menginap di rumah sakit karena keguguran. Ketika datang menjenguk, saya terenyuh melihat kondisinya yang “down”. Sambil menangis, ia menyalahkan diri sendiri karena kurang telaten memelihara kehamilan. Setelah 4 tahun menikah, kehamilan itu memang amat dinanti baik oleh dirinya, suami, dan keluarga besar mereka.
Padahal saya tahu, begitu positif hamil, sahabat saya itu langsung memangkas jadwal harian agar punya banyak waktu untuk beristirahat. Ia juga tak mau lagi menemani saya makan fast food, dan memilih membawa bekal makanan sehat. Tapi apa mau dikata, ia tetap menganggap dirinyalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab jika sampai terjadi apa-apa pada si kecil dalam kandungan.
Masalahnya, benarkah keguguran terjadi semata-mata karena andil dari pihak ibu? Dalam sebuah artikel, Sindhu Srinivas, M.D.—asisten profesor di bidang obstetri dan ginekologi dari University of Pennsylvania, AS, menyatakan bahwa anggapan tersebut hanyalah satu dari sekian banyak mitos tentang keguguran yang beredar di masyarakat. Apa saja mitos-mitos lainnya?
*Image dari www.healthxchange.com.sg
Mitos #1: Keguguran itu adalah kasus yang amat jarang terjadi
Faktanya: Menurut data statistik, keguguran bisa terjadi pada 1 dari 5 kehamilan, dan biasanya dialami pada trimester pertama kehamilan. Angka ini bisa lebih besar jika dihitung pula kasus keguguran yang terjadi sebelum pasien mengetahui bahwa dirinya hamil.
Mitos #2: Ibu hamil bisa keguguran jika tertimpa stres atau sering mengangkat beban berat
Faktanya: 60% keguguran pada trimester pertama kehamilan terjadi karena adanya kondisi kelainan kromosom pada embrio. Ketika sel telur bertemu dengan sperma, masing-masing pihak akan “menyumbangkan” 23 kromosom yang membawa DNA dari sisi perempuan dan dari sisi laki-laki, untuk kemudian dipasangkan dan membentuk sel embrio. Terkadang, proses tersebut tidak berjalan lancar sehingga “terselip” kromosom tanpa pasangan, yang kemudian mengakibatkan keguguran. Kelainan kromosom bisa terjadi karena banyak penyebab.
Mitos #3: Kehamilan yang disertai kram atau flek pasti akan berakhir keguguran
Faktanya: Menurut Laurie Gregg, M.D.—kepala divisi obstetri dan ginekologi di Sutter Memorial Hospital di Sacramento, AS, gejala ini dialami oleh sekitar 40% ibu hamil. Keduanya adalah reaksi normal tubuh terhadap kondisi rahim yang sedang berkembang. Meski begitu, konsultasikan pada dokter jika Anda mengalami kram dan flek berulang, terlebih bila disertai sakit pada kedua sisi panggul. Menurut Dr. Gregg, nyeri panggul bisa menjadi penanda kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim), yang bisa membahayakan ibu dan bayinya.
Mitos #4: Jika pernah keguguran sekali, maka kelak akan mengalaminya lagi
Faktanya: Risiko keguguran untuk kedua kalinya tidak akan menjadi lebih besar jika Anda pernah mengalami keguguran sebelumnya. Meski begitu, menurut Joseph Hill, M.D.—presiden Fertility Centers di New England, AS, jika Anda pernah mengalami 2 kali keguguran, maka risiko untuk mengalami keguguran kembali bisa bertambah menjadi 20%. Setelah 3 kali keguguran, risikonya meningkat hingga 30%, dan setelah keguguran keempat bertambah menjadi 40%. Pada keguguran berulang, dokter perlu memeriksa apa yang menjadi penyebabnya. Keguguran berulang bisa terjadi akibat gangguan hormon, gangguan autoimun, atau sindrom antifosfolipid (masalah autoimun yang bisa mengakibatkan penggumpalan darah).
Mitos #5: Olahraga selama hamil bisa meningkatkan risiko keguguran
Faktanya: Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa aktivitas olahraga bisa meningkatkan risiko keguguran. Menurut ACOG( American Congress of Obstetricians and Gynecologists), mayoritas jenis olahraga aman dilakukan oleh ibu hamil. Tapi dengan catatan, hindari jenis olahraga yang memiliki risiko jatuh (berkuda, panjat tebing, dll), jenis olahraga kontak (sepakbola, bola basket, dll), dan jangan lupa minum cukup air serta menghindari kondisi kepanasan. Jika dilakukan dengan benar, olahraga justru baik bagi ibu hamil. Hasil penelitian yang dilakukan di Columbia Universoty Mailman School of Public Health, New York, AS, olahraga bisa menurunkan risiko keguguran hingga 40%.
Mitos #6: Sakit di trimester pertama kehamilan bisa tingkatkan risiko keguguran
Faktanya: Sakit yang dialami ibu hamil pada umumnya tidak akan menimbulkan efek samping yang membahayakan kehamilan. Tetapi, demam di atas suhu 39°C perlu Anda waspadai. Pasalnya, suhu tubuh tinggi bisa membahayakan embrio yang masih berusia di bawah 8 minggu. Jika sakit berlanjut, konsultasikan pada dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Waspadai juga jenis sakit pencernaan yang diakibatkan oleh bakteri listeria dalam makanan mentah, susu yang tidak dipasteurisasi, dan jenis keju lunak. Menurut Jonathan Scher, M.D., asisten profesor di bidang obstetri dan ginekologi Mount Sinai Medical Center di New York, AS, jenis penyakit ini bisa mengakibatkan keguguran.
Kalau mommies ada pertanyaan lain tentang keguguran, boleh lho dituliskan di kolom komen buat bahan tulisan saya berikutnya, hehehe.