Apa yang Saya Lakukan Setelah Berteriak Pada Anak?

Self

fiaindriokusumo・12 Apr 2016

detail-thumb

Saya pernah berteriak pada anak ketika rasa jengkel saya sudah memuncak. Bukan hal yang patut dibanggakan (pastinya). Lalu, apa yang saya lakukan setelah berteriak?

Saya bukan ibu peri di dalam cerita dongeng Cinderella. Jadi, sudah pasti saya tidak bisa selalu tersenyum dan berbicara halus, ketika mood dan kondisi emosi saya sedang kurang baik. Dan, sayangnya, hal ini beberapa kali membuat saya pada akhirnya ‘kalah’ dan berteriak kepada anak-anak. Seberapa sering saya berteriak? Nggak setiap minggu sih, tapi bukan berarti cuma hitungan sebelah jari tangan juga *__*. Setelah berteriak, sudah pasti saya menyesal. Lantas apa yang saya lakukan?

berteriak pada anak

1. Segera menenangkan diri

Saat saya pada akhirnya kelepasan untuk marah dan berteriak pada anak-anak, biasanya karena saya lagi merasa lelah dan terlalu banyak hal yang dipikirkan. Dan, berteriak mungkin salah satu cara saya untuk melampiaskan emosi (ini bukan hal yang layak dicontoh, I admit). Setelah berteriak dan kemudian menyesal, saya segera menjauh dulu dari anak-anak, entah ke kamar atau kamar mandi untuk menenangkan diri. Meminta ART membuatkan teh manis hangat juga lumayan ampuh membuat saya tenang kembali. Saat menjauh, saya akan berkata ke anak-anak kalau Mama butuh waktu untuk sendiri dulu.

2. Meminta maaf

Sama seperti saya tidak suka dibentak oleh siapa pun, saya yakin demikian halnya dengan anak-anak saya. Setelah merasa cukup tenang, saya akan menghampiri anak-anak dan meminta maaf. “Maaf karena tadi mama sudah berteriak dan membentak kalian. Mama sedang lelah.” Dan biasanya saya akan meminta maaf sambil memeluk mereka. Agar mereka tidak merasa takut lagi. Saya juga berharap, dari sini anak-anak pun tidak sungkan untuk meminta maaf kalau memang mereka marah dan berbuat salah.

3. Memberi penjelasan

Setelah tenang dan meminta maaf, saya akan menjelaskan kepada anak-anak kenapa saya marah dan berteriak. Karena saat marah dan berteriak, saya yakin anak-anak tidak menaruh perhatian kepada apa yang saya katakan, karena mereka terlalu takut atau kaget. Saya jelaskan, kondisi saya atau apa yang mereka perbuat sehingga saya kehilangan kesabaran. Anak-anak juga butuh penjelasan dari setiap tindakan kita, orang tuanya, apalagi jika itu telah membuat mereka tidak nyaman.

4. Berkomunikasi dengan cara yang lebih baik

Setelah kedua belah pihak merasa lebih nyaman dan tenang, biasanya saya akan mengajak anak-anak untuk membahas kembali, problem utamanya yang sempat tenggelam di balik teriakan saya. Dengan komunikasi dalam suasana yang jauh lebih tenang dan berbeda, membuat saya dan anak-anak bisa lebih terbuka dan bercerita banyak. Bahkan topik obrolan bisa lebih beragam.

Semoga saja, semakin lama saya menjadi orang tua, semakin bagus lagi pengendalian diri saya. Karena saya tahu, nada tinggi dalam berbicara tidak akan pernah menyelesaikan sebuah masalah.