Amelia Febriani: Jangan Takut Dengan Mastektomi!

Self

mamul・16 Feb 2016

detail-thumb

Pernahkah terbayang dalam benak Mommies kalau harus merelakan salah satu payudara yang kita miliki untuk diangkat seluruhnya?

Oke, jangankan memikirkan harus kehilangan satu payudara kita ya. Mendengar kata tumor (meski jinak) saja, sudah membuat kita bergidik. Apalagi ketika seorang dokter memberi vonis ada tumor ganas yang harus segera diangkat dalam waktu cepat, pasti hal pertama yang dirasakan adalah shock.

Itulah yang terjadi pada salah satu reader Mommies Daily. Kebetulan, saya mengenalnya secara personal. Amelia Febriani namanya. Saya selalu memanggilnya dengan sebutan yang khas, yaitu “Mbamel”. Sebagai seorang mompreneur yang bergerak di bidang minuman dan makanan (bisa dicek langsung di IGnya @mimisusumilkbar) dan ibu dari dua putra, ia tidak pernah membayangkan harus merelakan sebelah payudara miliknya diangkat seluruhnya. Ditambah lagi kondisi putra bungsunya yang masih menyusui. Tentu saja bukan perkara mudah untuk mengiyakan saran dokter agar melakukan pengangkatan payudara secepatnya.

Sosoknya yang saya kenal sebagai pribadi yang ramah dan selalu penuh humor, membuat saya terkaget-kaget ketika ia memberi kabar akan melakukan operasi pengangkatan payudara (mastektomi). Setelah fase istirahat pasca operasi, kami pun menyempatkan diri untuk bertemu. Inilah petikan pembicaraan yang santai dan jauh dari kesan menyeramkan mengenai pengalamannya ketika berhadapan dengan tumor ganas stadium dua.

AMELIA-FEBRIANI-PEJUANG-KANKER

Kapan Mbak Amel pertama kali benar-benar aware dan berpikir “Oke, kayaknya benjolan ini harus diperiksakan ke dokter deh?"

Sebenarnya, sekitar dua atau tiga bulan sebelum operasi, saya sudah merasa ada benjolan yang cukup padat di payudara ini. Tapi ya gitu, walaupun ada keinginan untuk memeriksakan ke dokter, namun ada saja hambatannya. Akhirnya, sekitar seminggu sebelum operasi itu, saya baru memeriksakan diri ke dokter dan dari situ langsung ketahuan kalau benjolan ini nggak main-main. Ini termasuk tumor ganas.

Ketika benjolan ini muncul, kondisi Mbak Amel masih menyusui?

Iya. Yang bikin saya santai dan nggak langsung periksa ke dokter karena saya pikir ini hanya bekuan ASI. Kan anak saya yang kedua belum berhenti ASI. Lama-kelamaan saya merasa ini ada yang nggak beres karena benjolan ini anteng di tempatnya. Terus, rasanya semakin membesar juga sih ya. Jadilah, saya memaksakan diri untuk ke dokter. Itu malam-malam loh ketemu dokternya, hampir tengah malam gitu. Benar-benar perjuangan deh, hahaha.

Begitu bertemu dokter untuk pertama kalinya, langsung divonis bahwa benjolan ini berbahaya?

Jadi, pertama kali saya bertemu dokter itu saya memeriksakan diri ke obgyn. Karena pikiran saya masih “Ah, ini hanya bekuan ASI” meski ada juga sih perasaan khawatir. Dari obgyn ini, saya disarankan untuk melakukan USG Mamae supaya tahu lebih pasti ini apa, karena saya hanya diperiksa dengan USG biasa oleh obgyn. Memang sih terlihat ada bentuk asing di payudara saya tapi belum bisa dipastikan itu apa. Keesokan harinya, saya langsung melakukan USG Mamae di rumah sakit yang sama, baru deh shock beneran karena dokternya terus terang banget bilang ke saya bahwa ini tumor ganas.

Disitu saya lemas banget. Shock berat. Ketika mendengar penjelasan radiologistnya bahwa kemungkinan besar payudara saya akan diangkat dan selanjutnya harus melakukan kemoterapi, saya makin terbayang yang nggak-nggak. Soalnya selama ini saya selalu mendengar efek kemoterapi yang bikin badan hancur, kepala jadi botak karena rambut yang rontok, mual-muntah selama kemoterapi berlangsung, pokoknya bayangan saya langsung jelek semua.

Setelah melakukan USG Mamae, Mbak Amel langsung memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan payudara?

Oh, belum. Selesai melakukan USG Mamae, saya diminta oleh radiologist untuk konsultasi ke onkologi sekaligus diminta melakukan mamografi. Saya sampai memeriksakan diri ke dua orang onkologi yang berbeda demi mendapatkan kepastian yang benar. Padahal, sebenarnya saya parno aja hahaha… Dari hasil pemeriksaan ke dua onkologi ini, memang bisa dipastikan bahwa benjolan di payudara saya adalah tumor ganas. Saat itu, diperkirakan oleh onkologi sebagai stadium dua.

Setelah bertemu onkologi, langsung mengambil keputusan itu?

Iya, saya langsung oke saja untuk mengangkat payudara ini. Keputusan ini diambil setelah ngobrol juga dengan suami. Memang sih, sempat ada saran bahwa sebaiknya saya memakai cara lain dulu, jangan langsung angkat payudara. Tapi saya pribadi, berpikirnya lain. Ini kan tumor ganas ya. Kapanpun bisa menjadi lebih ganas lagi dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Berangkat dari pemikiran ini, saya dan suami sepakat untuk menyetujui mastektomi.

Wah… Suami sangat setuju dengan keputusan mastektomi ya.

Suami memang langsung kepikiran mastektomi setelah mendengar hasilnya. Kalau saya sempat bimbang dulu. Wajar ya, namanya perempuan. Kan nggak terbayang tiba-tiba harus kehilangan satu payudara dalam waktu sekejap. Tapi suami meyakinkan bahwa ini demi kesehatan saya, demi anak-anak juga. Mungkin memang ini jalan terbaiknya ketimbang saya terlambat mengambil keputusan tapi nanti akan lebih parah. Saya juga nggak mau menyesal lebih dalam di kemudian hari sih.

Lantas, bagaimana perasaan Mbak Amel pasca operasi pengangkatan payudara ini?

Yang utama pasti lega. Lega banget. Soalnya saya khawatir dengan proses operasinya, takut nggak bangun saat operasi berlangsung atau operasinya gagal hahaha… Untungnya ya itu tadi, saya didukung penuh oleh suami. Terus ada dukungan dan doa juga dari keluarga, kerabat dan teman-teman yang mengetahui hal ini. Selain itu, ada juga nih teman-teman dari CISC (Cancer Information and Support Center) yang ikut menguatkan saya. Dari teman-teman di komunitas ini, saya mendapatkan banyak nasihat dan masukan yang benar-benar menguatkan hati. Terutama  Mbak Ninuk dan Mbak Mila (dari CISC) yang selalu memberi dukungan secara langsung kepada saya, terutama saat saya akan menjalani operasi. Haduh, campur aduk deh sebenarnya tapi ya lega. Kalau sekarang, saya tinggal menunggu hasil tes dari tumor tersebut dan menunggu sesi terapi berikutnya.

Kalau dirunut, waktunya cukup singkat ya dari pemeriksaan pertama hingga akhirnya mengambil keputusan mastektomi. Hanya seminggu. Apa tidak ada ketakutan atau kecemasan yang Mbak Amel rasakan?

Hmmm… Semua perasaan itu pasti ada ya. Awalnya ketakutan saya kan kehilangan payudara. Tapi setelah mendengar penjelasan suami dan bagaimana suami sangat mendukung untuk mastektomi, ya sudah saya langsung plong. Kalau soal kecemasan, ya paling cemas untuk menjalani kemoterapi nanti sih. Tapi setelah banyak ngobrol dengan teman-teman dari CISC, ya sudah deh jalani saja. Toh, ini bagian dari ikhtiar saya untuk tetap sehat. Pada akhirnya tujuan saya juga hanya satu, saya ingin terus bersama dengan suami dan anak-anak. Saya masih ingin terus bersama dengan keluarga saya hingga nanti. Intinya, inilah usaha saya untuk terus berjuang supaya terus bisa bersama mereka, keluarga yang saya sayangi. Nggak hanya keluarga saja, saya juga masih ingin terus mengembangkan usaha saya saat ini, masih ingin juga mengembangkan diri. Untuk sekarang, saya tidak takut lagi untuk menghadapi apapun.

Dari pengalaman Mbak Amel yang “wow” ini, adakah yang ingin disampaikan kepada Mommies ?

Kenali tubuh kita, selalu! Ini wajib ya. Dan ketika Mommies merasa ada yang salah dengan tubuh Mommies, entah itu ada benjolan di payudara atau nyeri di tubuh, go chek them! Langsung ke dokter dan jangan hanya terpaku pada satu dokter. Pokoknya, jangan pernah takut ke dokter. Lebih baik kita mengetahui semuanya di awal daripada menyesal belakangan. Dan jangan juga langsung menyerah. Terus dan terus berusaha karena soal umur itu bukan urusan kita. Satu lagi, meski klise terdengarnya tapi jagalah kesehatan tubuh kita. Kesehatan itu benar-benar harta yang luar biasa nilainya loh.

Terima kasih banyak ya Mbak Amel untuk waktunya dan sudah mau berbagi pengalaman yang hebat ini kepada kami.

Sama-sama. Terimakasih juga kepada tim MD yang sudah mau mendengarkan ragam cerita saya loh.

Sukses selalu untuk Amelia Febriani dan semua survivor kanker di Indonesia.