banner-detik
SEX & RELATIONSHIP

Pertanyaan Tentang Anak yang Tidak Ada Habisnya

author

fiaindriokusumo05 Feb 2016

Pertanyaan Tentang Anak yang Tidak Ada Habisnya

Bosan ditanya kapan hamil? Jangan sedih, masih ada sederet pertanyaan atau pernyataan lain yang terus bergulir kalau urusannya tentang anak.

Beberapa waktu saya melihat sebuah image ‘lucu’ tentang pertanyaan-pertanyaan dari orang lain kepada pasangan suami istri yang berhubungan dengan anak. Bagi Mommies yang belum memiliki anak, tenang, jangan berpikir hanya kalian yang dihujani dengan teror pertanyaan, karena kami yang sudah punya anak pun juga sama serunya. Diteror pertanyaan atau diberi penghakiman.

1. Kondisi: Belum memiliki anak karena memang belum dikasih. - Biasanya ditanya “Kapan hamil? atau “Belum hamil juga?” 

Ini baru awal dari segala deretan pertanyaan yang akan menyusul di kemudian hari. Monik pernah menulis, bahwa sebaiknya orang-orang berhenti untuk bertanya kapan hamil kepada pasangan yang memang belum dianugerahi momongan. Alasannya adalah: 1. Itu bukan urusan kalian. 2. Tidak semua orang yang menikah ingin memiliki anak. 3. Itu menyakitkan.

2. Kondisi: Belum memiliki anak karena memang tidak mau punya anak. Biasanya ditanya  “Hah, nggak mau punya anak? Nanti yang membiayai kalian saat tua siapa?”

Masing-masing orang memiliki pemikiran yang berbeda. Untuk saya pribadi, saya memiliki anak bukan untuk mencari ‘penjaga finansial’ di saat tua nanti. Dan, saya juga tidak mau merepotkan anak-anak saya saat saya tua. Doa saya sih, saya ingin anak-anak akan selalu dekat dengan saya dan suami, memerhatikan kami. Tapi saya dan suami juga memiliki rencana untuk masa pensiun kami, agar kami tetap mandiri secara finansial.

Selain itu, ada juga pasangan suami istri yang memutuskan untuk tidak memiliki anak karena mereka mungkin memiliki riwayat penyakit yang bisa saja menurun ke anak mereka. Daripada si anak menderita, lebih baik mereka yang menahan diri untuk tidak memiliki anak.

pertanyaan tentang anak yang tidak habisnya2

*Image diambil dari cdn.theatlantic.com

3. Kondisi: Sudah memiliki satu anak. Biasanya ditanya “Kok cuma satu, nggak mau nambah? Kasihan loh nanti dia kesepian” atau “Anak tunggal nanti besarnya egois lho”

Saya tidak hapal jumlah penduduk dunia saat ini, tapi saya yakin jumlahnya ada banyaaak. Masa iya, tidak ada yang akan menjadi teman si anak tunggal? Masalah anak akan kesepian atau tidak, bukan tergantung dia menjadi anak tunggal atau tidak, tapi dari sejauh mana orangtua bisa mendampingi si kecil dan mengajak dia untuk bersosialisasi. Lagipula mungkin saja pasangan tersebut memilliki rencana tersendiri untuk hamil anak kedua. Karena jarak antara anak pertama dan kedua juga harus dipikirkan matang-matang, kan.

Anak tunggal cenderung egois? Kembali lagi, itu tergantung pola asuh orangtua. Banyak kok anak yang memiliki saudara kandung tumbuh menjadi pribadi yang egois. Tapi banyak juga anak tunggal yang tumbuh menjadi pribadi yang hangat dan mandiri. Semua tergantung pada perspektif kita saja, mau fokus pada hal positif atau negatif.

4. Kondisi: Sudah memiliki dua anak, laki-laki dan perempuan. Biasanya dikomentari “Senang dong sudah lengkap dan sempurna hidupnya.”

Kenapa ya, orangtua dinilai sudah sempurna bahagianya kalau memiliki sepasang anak, laki-laki dan perempuan? Memang kalau memiliki anak laki-laki semua, atau perempuan semua, orangtua tidak merasa bahagia? Kalo saya sih, happy-hapy aja kok.

5. Kondisi: Sudah memiliki dua anak, laki-laki semua. Biasanya ditanya “Nggak mau nambah satu lagi cewek? Biar komplit. Biar ada yang didandanin.”

Ini pengalaman pribadi saya, secara kedua anak saya semuanya laki-laki. Sering banget ditanya seperti ini, dengan alasan biar ada yang cantik seperti mamanya (eheeeem) atau biar bisa didandanin. Saya bisa membedakan, antara mereka yang bicara sambil bercanda atau mereka yang serius (biasanya ini di lingkungan keluarga dan umumnya angkatan mama saya atau eyang saya :D).

Anggaplah saya egois, tapi memang saya tidak mau punya anak perempuan karena saya ingin jadi yang paling cantik sendiri di rumah, hahaha. Just kidding. Saya memang tidak masalah mau apapun jenis kelamin anak saya. Laki-laki atau perempuan sama saja. Masalah nggak bisa didandanin, pasti yang bicara belum pernah melihat koleksi pakaian dan sepatu anak laki-laki sekarang deh :p.

6. Kondisi: Memiliki tiga anak. Biasanya ditanya “Anak yang terakhir umur berapa? Kebobolan ya?”

Saya pernah nih di posisi pihak yang bertanya (Cium tangan sama mereka yang pernah mendengar saya mengajukan pertanyaan ini :D). Okelah, kalau misalnya memang kebobolan, tapi kan nggak perlu kita pertanyakan. Si ibu yang saat hamil sudah merasa tidak nyaman dan mungkin ‘tidak menginginkan’ si bayi bisa jadi mendengar pertanyaan ini semakin tidak nyaman perasaannya. Takutnya, nanti pelampiasannya kepada si kecil. Anak-anak yang tidak diinginkan kehadirannya bisa merasa lho sejak dari dalam kandungan (untuk masalah ini akan saya ceritakan di lain waktu ya.)

7. Kondisi: Memiliki anak lebih dari tiga. Biasanya ditanya “Nggak KB ya? Itu bagaimana ngurusnya?”

Kita tidak pernah tahu cerita di balik kenapa pasangan suami istri ini memiliki anak lebih dari tiga. Seorang sahabat saya memiliki 5 orang anak. Hampir sebagian besar orang menganggap bahwa dia egois karena dengan kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik dia tetap melahirkan 5 orang anak. Padahal, andai orang-orang tahu apa yang terjadi.

Suami pertama dari sahabat saya meninggal karena sakit saat anak ketiganya masih kecil. Sahabat saya ditinggalkan tanpa tabungan, dia tidak bekerja dan harus menghidupi 3 orang anak. Saat mengambil les singkat, dia bertemu dengan laki-laki yang mencintainya, memilki tingkat ekonomi yang baik, ingin menikahinya dan ingin memiliki anak dari sahabat saya. Saat anak keempat lahir, sahabat saya langsung memakai kontrasepsi IUD. Tidak lama kemudian, dia dinyatakan hamil anak kelima. Kalau sudah begini, bagaimana?

Saya menghargai keputusannya untuk tetap mempertahankan si bungsu dan setelahnya dia memutuskan untuk menjalani proses tubektomi.

At the end, di balik setiap tembok rumah tangga, ada cerita berbeda yang tidak akan pernah kita tahu secara utuh, karena kita tidak berada di dalamnya. Jadi, sekali lagi, pastikan bahwa apa yang keluar dari mulut kita tidak akan berubah menjadi penyebab orang lain merasa sakit hati ;).

Share Article

author

fiaindriokusumo

Biasa dipanggil Fia, ibu dari dua anak ini sudah merasakan serunya berada di dunia media sejak tahun 2002. "Memiliki anak membuat saya menjadj pribadi yang jauh lebih baik, karena saya tahu bahwa sekarang ada dua mahluk mungil yang akan selalu menjiplak segala perilaku saya," demikian komentarnya mengenai serunya sebagai ibu.


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan