Sorry, we couldn't find any article matching ''
Hari Ibu Nasional: Perempuan Berdaya, Sudahkah Terwujud?
Tanggal 22 Desember, hari ini, merupakan hari Ibu nasional. Sejarah singkat mengenai Hari Ibu ini sendiri berawal dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota dan kemudian mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I. Dan, pada Kongres Perempuan Indonesia III barulah tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu. Sesungguhnya, pemikiran awal mengapa para pejuang berkumpul karena mereka ingin melakukan perbaikan nasib bagi kaum perempuan. Bagaimana melibatkan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, dalam pembangunan bangsa, perbaikan gizi dan kesehatan dan masih banyak lagi. Mereka ingin perempuan berdaya.
Istilah pemberdayaan perempuan -yang bahkan kita memiliki menteri khusus bidang ini- atau women empowerement, sudah jamak sekali kita dengar, dan sudah terlalu akrab di telinga kita. Bahkan femaledaily dan mommiesdaily pun salah satu misinya adalah women empowerement. Saya yakin kita semua sudah punya gambaran dan pemahaman tentang subjek yang satu ini.
Jika ditanya, seperti apa -seperti judul artikel ini-, tentu jawabannya bermacam-macam, tetapi kita bisa memahami apa intinya. Menjadi berdaya, artinya menjadi individu yang bisa berpikir dan bertindak untuk diri sendiri. Perempuan yang mandiri, percaya diri dan bebas menuangkan ekspresinya di banyak bidang. Perempuan yang memiliki kebebasan dalam hidupnya, untuk berkembang, berkompetisi, menjadi independen dan menjadi pribadi seutuhnya.
Nah, kalau dunia kita saat ini penuh dengan istilah, gerakan, misi pemberdayaan perempuan, karena memang fakta yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sekali perempuan yang belum berdaya. Tidak perlu jauh-jauh, mudah sekali menemukan contohnya di sekitar kita. Perempuan yang terjebak dalam kemiskinan, kekerasan dan kebodohan, bahkan yang belum bisa menegakkan harkat dan martabatnya sebagai perempuan.
Beberapa waktu lalu saya ikut berdiskusi bersama Ibu Sinta Nuriyah, Ibu Martha Tilaar dan Ibu Nining W. Permana, yang ketiganya hingga kini konsisten dalam upaya pemberdayaan perempuan. Seperti disinggung Ibu Sinta -ini masalah klasik tetapi bukan klise, sangat nyata-, lagi-lagi budaya patriarki yang masih berakar. Budaya patriarki ini bukan berarti hambatan dari laki-laki saja lho, tetapi juga perempuan, yang masih beranggapan salah terhadap kodrat perempuan. Padahal, kodrat perempuan -yang membedakan kita dengan laki-laki- itu hanya 5; menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui dan menopause. Lainnya? Perempuan punya peran yang sama persis dengan laki-laki.
Tetapi hal ini masih juga belum dipahami oleh sebagian besar masyarakat kita, terutama yang berada di pelosok desa, daerah tertinggal, termasuk di banyak pesantren. Ibu Sinta melihat di banyak pesantren masih terjadi subordinasi dan marjinalisasi terhadap perempuan, karena itulah ia aktif melakukan pemberdayaan terhadap santri-santri perempuan yang sebenarnya memiliki potensi sangat besar untuk maju.
Sebenarnya apa dampaknya saat perempuan lebih berdaya?
Ibu Nining W. Permana, President Tupperware Indonesia juga konsisten dalam pemberdayaan ini, karena percaya bahwa setiap wanita punya kemampuan untuk 'bersinar' dan mengubah dunia menjadi lebih baik. Ada dampak luar biasa saat perempuan lebih berdaya, salah satunya melalui ekonomi. Berdaya secara ekonomi. Ibu Nining memaparkan studi di Meksiko yang tingkat KDRT terhadap perempuan termasuk paling tinggi di dunia. Beberapa kelompok perempuan yang sebelumnya tidak berpenghasilan, kemudian dibantu untuk berwirausaha dan bekerja. Penelitian tersebut memperlihatkan, setelah para istri ini berdaya dan mampu secara ekonomi, ternyata tingkat KDRT berkurang secara signifikan.
Bukan itu saja, dengan berdaya secara ekonomi, membuat para perempuan merasa lebih percaya diri karena bisa membuktikan bahwa mereka mampu. Dengan self esteem yang meningkat ini, membuat mereka juga bisa mengasah kreativitas, berbagi dan memberi pengaruh terhadap lingkungan sekitar. Dibutuhkan banyak ibu muda untuk bekerja, seperti yang pernah Hani sampaikan. Di manapun tempat kita bekerja dan berkarya, artinya menjadi berdaya secara ekonomi dan bisa memberi dampak pemberdayaan lebih luas.
Ibu Nining menekankan, bahwa pemberdayaan perempuan akan lebih cepat terwujud jika ada support system yang memadai, terutama dari laki-laki. Suami, Ayah, atau para atasan/bos di tempat kerja. Suami bisa mendukung jika memang isteri ingin bekerja, selama tanggung jawab terhadap keluarga juga tetap dijalankan dengan baik. Peran laki-laki yang sangat penting ini sudah diwujudkan dalam gerakan global, melalui kelompok kerja PBB yang diberi nama 'HeForShe'. Gerakan HeForShe ini diikuti oleh banyak sosok-sosok berpengaruh, dan juga ratusan organisasi dan perusahaan yang berkomitmen membuat dampak nyata melalui support kepada perempuan disekitarnya.
Ibu Martha Tilaar juga berbagi, bagaimana menjadi pribadi, perempuan yang sukses sehingga bisa berpengaruh terhadap lingkungan. Kita membutuhkan lebih banyak perempuan sukses, perempuan entrepreneur yang tidak saja berdaya secara pribadi dan untuk keluarganya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi orang banyak, karena ini yang akan mempercepat pemberdayaan perempuan secara luas. Mulai dari diri sendiri, jangan mengeluh dengan lingkungan, fleksibel dan lihai menghadapi hambatan. Kemudian, kuncinya adalah menjadi manusia DJITU, yaitu Disiplin, Jujur, Iman dan Inovatif, Tekun dan Ulet.
Saya yakin semua pembaca MommiesDaily di sini adalah perempuan-perempuan yang berdaya, yang mampu mengoptimalkan semua potensi yang ada pada diri kita, yang tidak berhenti belajar dan berkarya. Tetapi lebih dari itu, ikut dan bergabunglah untuk membuat lebih banyak perempuan Indonesia berdaya.
Selamat Hari Ibu :)
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS