Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sering kali muncul pada masa kanak-kanak, di usia 3 sampai 5 tahun. Dan 13% terjadi pada anak usia sekolah. Sebenarnya, apa yang menyebabkan terjadinya gangguan psikiatri ini?
Belum lama ini saya sempat diundang menghadiri acara Healthtalk Ciputra Medical Centre dengan topik soal perkembangan anak, khususnya mengenai bagaimana mengenali anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Lewat acara ini dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ banyak memaparkan fakta menarik tang perlu diketahui oleh orangtua semcam saya.
Ternyata, angka kejadian gangguan hiperkinetik ini cukup banyak dialami oleh anak-anak usia sekolah, yaitu sebesar 5 hingga 13%. Di mana anak laki-laki lebih sering mengalami dibandingkan anak perempuan , dengan perbandingan 3-4 : 1. Menurut dr. Dharmawan, 60% anak ADHD usia sekolah dasar mempunyai minimal satu gangguan psikiatri lainnya. Mulai dari kesulitan belajar, gangguan komunikasi atau berbahasa serta memiliki gangguan sikap menentang atau perilaku.
Apa penyebab terjadinya ADHD?
Sayangnya, sampai saat ini penyebab langsung ADHD belum diketahui dengan jelas. Tapi memang ada beberapa faktor yang disinyalir sebagai penyebabnya. Apa saja?
Bagaimana kita bisa mengenali anak dengan ADHD? Ketahui penjelasannya di laman selanjutnya, ya.
Bagaimana mengenali anak dengan ADHD?
Saya sering kali mendengar salah satu keluhan yang dialami para orangtua yang punya anak dengan ADHD, yaitu sulitnya memusatkan perhatian atau sulit konsentrasi. Tapi dari sini saya malah jadi penasaran, bukankah usia anak-anak memang sulit untuk diajak konsentrasi? Kalau nggak salah, durasi konsentrsi anak bisa diukur, minimal usianya dikali 2 menit. Jadi kalau untuk usia 5 tahun seperti anak saya, Bumi, seharusnya ia mampu konsentrasi selama 10 menit.
Rupanya, gejala ADHD memang bisa dilihat dari 3 hal, yaitu inatensi atau sulitnya memusatkan perhatian, impulsivitas atau sulitnya menahan keinginan untuk melakukan sesuatu, dan yang terakhir adalah hiperaktivitas. “Kita bisa mengenali gejala ADHD dari tiga ciri utama ini,” ungkap dr. Dharmawan.
Lebih lanjut dr. Dharmawan memaparkan beberapa ciri anak yang mengalami inatensi. Anak dengan ADHD biasanya akan sulit mempertahankan konsentrasi, perhatiannya mudah beralih, gagal menyelesaikan tugas, akan menghindari usaha yang berkepanjangan, cenderung tdak rapi, anak pun cenderung tidak rapi sehingga terlihat tidak teliti, pelupa dan akan tampak seperti tidak mendengarkan.
Sedangkan hiperaktivitas, anak cenderung mudah merasa gelisah, saat mengikuti pelajaran di kelas anak akan sering meninggalkan kursi dan tidak bisa diam. Sementara implusivitas, anak selalu tergesa-gesa apabila menjawab, tidak bisa menunggu giliran, sering kali menginterupsi dan sering kali membuat onar.
Kalau dipikir-pikir apa yang dijelaskan dr. Dharmawan ini sekilas tampak seperti kenakanan anak-anak saja, ya? Terus terang saja, begitu mendengarnya saya sedikit khawatir. Soalnya beberapa gejala yang disebutkan oleh dr. Dharmawan ini, sering kali dilakukan oleh Bumi, anak saya.
Lalu, jika beberapa gejala yang sudah disebutkan di atas dilakukan oleh anak kita, mendandakan anak kita mengalami ADHD?
“Karena tidak ada scan pencitraan otak atau tes darah untuk mendiagnosa ADHD, penting untuk para profesional kesehatan yang terlatih untuk mendiagnosa dan menilai perilaku anak. Apakah benar-benar ADHD ataupun hanya sebatas kenakalan anak saja. Artinya perlu evaluasi mendalam yang perlu dilakukan.”
Untuk mengenali apa yang saja yang membedakan anak ADHD dengan kenakalan anak pada umumya bisa dilihat lewat beberapa variabel. Berikut beberapa variabel yang perlu kita perhatikan.
Anak dengan ADHD tidak mampu untuk melakukannya, sementara untuk anak yang berperilaku nakal, mash mampu melakukannya.
Anak ADHD tidak akan memikirkan tujuan aktivitasnya. Semantara untuk kenalakan anak, sudah punya kejelasan tujuan aktivitas.
Coba perhatikan bagaimana anak kita saat bersosialisasi dengan teman sebayanya. Biasanya, anak dengan ADHD cenderung tidak bisa diterima di lingkungannya, dan tidak bisa memimpin. Sedangkan untuk kenakalan anak, mereka bisa diterima dan mampu memimpin di lingkungan pertemanan.
Kondisi otak anak dengan ADHD tidak sempurna, sedangkan anak-anak dengan kenalakan biasa otaknya akan normal.
Anak ADHD cenderung tidak pernah merasa lelah, sedangkan untuk kenakalan anak, mereka akan merasa lelah apabila sudah lama melakukan sebuah aktivitas.
Paling tidak, setelah mendengarkan pemaparan beberapa perbedaan perilaku anak ADHD dengan kenakalan pada umumnya, saya bisa bernapas lega sehingga nggak dengan mudahnya mencap anak saya mengalami ADHD. Tapi bukan berarti saya bisa tenang dan cuek saja, lho, ya. Biar bagaimana pun perilaku anak kita tentu saja perlu diperhatikan dan dibimbing dengan baik.