Ditulis oleh: Kurnia Midiasih
Saat menerima telepon dari sekolah, Anda mungkin terkejut jika anak Anda menjadi korban bully. Tapi apa yang terjadi jika ternyata anak Anda pelaku bully?
Thanks God, bahwa kalimat pembuka di atas hanya kiasan saya. Hingga detik ini, sih, saya bisa yakin 1000% bahwa anak saya bukan tipe pem-bully dan semoga saja tidak akan pernah terjadi seperti itu.
Rasanya di setiap lingkungan anak-anak (maupun dewasa!) urusan bully membully selalu ada. Begitu pula dengan lingkungan sekolah anak saya. Beberapa waktu lalu si kakak bercerita tentang temannya yang hobi mengolok-olok teman lain. Pesan saya selalu sama, jangan suka menghina atau merendahkan orang lain dalam bentuk apapun itu.
Berawal dari cerita anak saya, kemudian saya mulai mikir, bagaimana ya perasaan orangtua dari para pem-bully? Apa reaksi mereka ketika diberitahu bahwa anaknya melakukan tindakan bully? Saya percaya, yang namanya orangtua normal, nggak ada deh yang mau anaknya menjadi pem-bully. Bok, hidup damai aja belum berarti kita bebas dari masalah kok, lah ini, hidup udah penuh perjuangan masa mau ditambah juga dengan mengajarkan anak untuk menjadi pem-bully.
*Gambar dari sini
Sekali lagi, sebagai orangtua yang penuh antisipasi, hehehe, saya pun mencoba browsing mengenai hal ini. Di sebuah i-parenting center pbs.com, saya menemukan tip-tip apa yang harus dilakukan jika anak kita melakukan bullying. Di sana Bridget Bentz Sizer menulis, ada enam hal yang harus kita lakukan saat kita menemukan bahwa anak menjadi pelaku bully. Berikut ini urutannya.
Pakar bullying Joel Haber, Ph.D. mengatakan, orangtua harus tetap tenang saat tahu anaknya melakukan bullying. Daripada sibuk marah-marah nggak membuat suasana membaik juga, mending ajak bicara baik-baik si anak. Tanyakan padanya urutan kejadian menurut versinya, tanpa nada menuduh. Jika anak Anda berusaha melimpahkan kesalahan pada anak lain, katakan padanya bahwa Anda tidak ingin mendengar tentang anak lain, tapi sepenuhnya tentang anak Anda. “Anak harus belajar bertanggung jawab pada perilakunya,” jelas Haber. Masalahnya adalah, tak jarang ada beberapa kasus malah orangtua cenderung denial menerima fakta bahwa anaknya pem-bully dan menjadi balik marah. Lah, aneh.
Setelah mendengar penjelasan dari anak Anda, ajak dia membayangkan bagaimana jika dia berada di posisi korban dan bagaimana perasaannya jika ada seseorang yang mem-bully dia. Menurut Haber, semakin cepat kita bisa menumbuhkan rasa empati di hati anak terhadap korban, semakin mudah kita mencegahnya melakukan bullying kembali.
Ketika anak Anda sudah mengetahui bagaimana rasa sakit yang diakibatkan perbuatannya, ini saatnya untuk dia ‘membayar’ ganti rugi, yaitu dengan meminta maaf pada anak yang menjadi korban. Pada kasus cyberbullying, kontak semua korban via private message atau email untuk permintaan maaf secara personal. Menurut Barbara Coloroso, pengarang The Bully, the Bullied and the Bystander, luka akibat cyberbullying lebih sulit dihapus karena kasusnya masih bisa di-search di Google dan dilihat lagi. Coloroso menyarankan untuk mencoba menghapusnya via aplikasi berbayar semacam web scrubber.
Pengarang Parenting Bully-Proof Kids dan How to Stop Bullies in Their Tracks, Ben Leichtling, Ph.D. mengatakan, “Hanya karena anak Anda melakukan hal yang buruk, bukan berarti dia anak yang nakal dan Anda telah gagal menjadi orangtua.” Menurutnya, anak yang melakukan bullying sedang berusaha mendapatkan yang dia inginkan dengan cara instan, entah itu pengakuan, perhatian, atau kontrol terhadap lingkungannya. Jadi, cobalah untuk mencari akar tersebut dan diskusikan dengan anak Anda, dalam nada positif tentunya. Setelah tahu apa akarnya, katakan padanya, “Oke, keinginan itu wajar. Mommie akan ajari kamu cara yang lebih baik untuk mendapatkan yang kamu mau, atau menjadi populer.”
Ini akan membantu Anda mengawasi anak Anda saat di sekolah. Lakukan pembicaraan intensif dengan guru pembimbing atau guru konsul mengenai masalah Anda. Katakan padanya bahwa Anda juga tidak setuju pada perilaku bully dan ingin anak Anda tidak melakukannya lagi, dengan bantuan pengawasan dari lingkungan sekolah.
Apakah Anda masih bergosip, ikut menyebarkan rumor, dan membicarakan orang lain di belakang? Kalau begitu, jangan heran kenapa anak Anda melakukan bullying. Kalau Anda ingin anak Anda berhenti melakukannya, hentikan juga semua kebiasaan buruk Anda. Ingat, anak adalah copycat paling hebat di dunia.
Semoga kita semua tak perlu menerapkan langkah-langkah di atas ya mom (kecuali nomor 6, hehehe), yang berarti semoga anak kita tidak ada yang menjadi pem-bully.