Ditulis oleh: Nayu Novita
Selain melihat dari segi usia, ada pula sejumlah penanda lain yang berguna mengukur kesiapan si kecil mengawali jenjang pendidikan formal. Apa saja tanda anak siap sekolah?
Begitu si kecil memasuki usia tiga tahun, para orangtua biasanya mulai ambil ancang-ancang untuk mendaftarkan buah hatinya ke sekolah. Saya juga termasuk salah satu di antara mereka, meski awalnya sempat bimbang apakah hendak mendaftarkan si kakak (9 tahun) ke playgroup (taman bermain) dulu atau langsung ke taman kanak-kanak. Karena mencari karakter sekolah yang cocok dengan karakter si anak bisa jadi akan memudahkan proses belajar mengajar kelak. Setelah melalui berbagai pertimbangan—salah satunya karena ingin mengembangkan kemampuan bersosialisasinya lebih awal, kami akhirnya sepakat mendaftarkan kakak ke playgroup. Dan, memang menyiapkan keperluah sekolah, selain barang apa saja yang harus dimiliki oleh si kecil, kita juga harus menyiapkan ‘mental’ si kecil. Karena ini yang saya alami sendiri.
Ternyata oh ternyata... alih-alih bersemangat, si kakak malah mengkeret di sekolah barunya itu. Berminggu-minggu saya harus menemaninya “bersekolah” di atas ayunan di area taman bermain sekolah, sebelum pada akhirnya ia bersedia masuk ke dalam kelas secara sukarela. Beberapa teman bilang bahwa si kakak sebenarnya belum siap bersekolah. Tetapi ada juga yang bilang bahwa anak dengan karakter introvert seperti kakak memang biasa menunjukkan aksi “mogok” seperti itu ketika memasuki lingkungan baru. Mana yang benar? Ulasan tentang ciri-ciri kesiapan anak bersekolah berikut ini barangkali bisa menjadi jawabannya.
*Gambar dari sini
Usia bukan (satu-satunya) patokan
Apa yang menjadi patokan kesiapan seorang anak memasuki jenjang pendidikan formal? Menurut pakar pendidikan, konsep kesiapan masuk sekolah seharusnya merupakan gabungan dari kondisi kematangan anak secara emosional, perilaku, serta kemampuan secara kognisi untuk menerima pelajaran dan melakukan kegiatan belajar. Karenanya, ukuran yang diberlakukan untuk menentukan kesiapan anak bersekolah bukan lagi semata-mata dari segi usia—seperti yang biasa diterapkan pada zaman kita dulu.
Makanya, jangan heran bila saat ini kita sering mendapati fase penyaringan siswa taman kanak-kanak dengan menggunakan metode psikotes ataupun evaluasi perilaku. Melalui fase tersebut, pihak sekolah berupaya mengamati kesiapan si kecil dari segi kemandirian, kemampuan motorik halus, kemampuan memahami instruksi, kemampuan berinteraksi, dan sebagainya. Meski standar kesiapan yang diberlakukan oleh setiap sekolah bisa bervariasi, namun pada umumnya faktor kemandirian menjadi poin penilaian yang paling utama.
Menunjukkan ketertarikan pada sekolah
Sebelum mengikuti fase evaluasi perilaku, ciri-ciri berikut inilah yang biasanya nampak pada diri si kecil ketika ia sudah siap memasuki sekolah. Anda juga bisa mengamatinya ketika sedang berinteraksi dengan si kecil di rumah, Moms.
*Gambar dari sini
Jika sang buah hati sudah menunjukkan sebagian besar ciri-ciri di atas, maka Anda bisa mulai mengajaknya mengikuti program “trial” di sekolah yang diinginkan—usahakan untuk mengikuti trial di beberapa sekolah agar anak bisa memilih mana yang paling pas dengan dirinya. Di sekolah kelak, si kecil akan mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi diri dan lingkungannya. Ujung-ujungnya, Anda akan dibuat takjub melihat perkembangan yang dicapainya dari waktu ke waktu.