Berawal dari flek terus menerus yang saya anggap remeh saya nyaris kehilangan nyawa.
Pada pertengahan tahun 2012, selama beberapa bulan saya sempat mengalami flek terus menerus. Sempat berkonsultasi ke tiga dokter kandungan senior di RSIA yang ternama, di tiga dokter itu saya sudah USG 2D dan USG Transvaginal lho! Dan, mereka hanya bilang masa menstruasi saya menjadi lebih lama karena saya terlalu lelah.
*Gambar dari sini
Sampai suatu hari sepulang kerja saya mendadak merasakan sakit luar biasa di perut bagian bawah sebelah kanan yang membuat saya sampai sulit berjalan. Saya coba melakukan USG Abdomen tapi hasilnya juga semua baik-baik saja untuk bagian abdomen. Tepat H-2 sebelum Lebaran tahun 2012, saat pagi saya ingin BAK mendadak perut saya kembali sakit luar biasa sampai saya berpikir saya mau meninggal (iya sesakit itu rasanya... huhuhu).
Saya pun pergi ke dokter internist di RSIA Hermina Jatinegara, menurut internis yang memeriksa saya, untuk area abdomen tidak ada keluhan, namun dia menyarankan saya untuk cek ke dr. Aria Wibowo, SpOG – subspesialis fetomaternal. Saat memasuki ruang praktik dokter Aria, saya kembali bercerita tentang keluhan yang saya alami, tanpa tedeng aling-aling dokter Aria bertanya ke saya, apakah saya pernah tes kehamilan? Waduh, buat apa saya tes, wong menstruasi saya nggak berhenti, terbukti dari flek yang terus menerus kan (menurut analisa sotoy saya).
Saya diminta untuk USG Transvaginal (LAGI) lalu dokter Aria menjelaskan kalau kecurigaan beliau adalah saya mengalami kehamilan Ektopik. Saya pun diminta tes kehamilan di laboratorium, dan ternyata benar, hasilnya positif. Shock luar biasa. Dan, ternyata perdarahan saya sudah mau merembet ke daerah usus. Kalau tidak segera ditangani maka saya bisa meninggal kapan saja. Malam itu juga saya melakukan operasi sesar, dari hasil operasi ketawan kalau janin berkembang di saluran tuba falopi dan saluran tuba falopi saya sudah robek serta janin sudah tidak berbentuk wujudnya. Kalau menurut perkiraan dokter, kemungkinan usia janin saya sekitar 6 minggu.
Well, pengalaman di atas masih membuat saya merinding kalau mengingatnya kembali. Dan saya bersyukur karena saya ‘ketemu’ dokter Aria. Karena sebenarnya, di hari saya berobat ke beliau, malamnya saya berencana mau mudik dengan menggunakan jalur darat. Nggak kebayang kalau saya menunda ke dokter dan memaksakan diri pulang kampung, apa yang akan terjadi di tengah perjalanan mudik yang super macet itu. Dari sini saya belajar untuk tidak menyepelekan hal seremeh apapun yang tidak biasa dialami oleh tubuh saya, seperti flek yang terus menerus itu.
Sebenarnya apa sih kehamilan Ektopik? Apa saja gejalanya dan penyebabnya?
dr. Hari Nugroho SpOG dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya menjelaskan kalau kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang tidak berada di tempat semestinyya. Kalau kehamilan normal terjadi di dalam rongga rahim, untuk kehamilan ektopik implantasinya (tempat menempel) di luar rongga rahim. Sebagian besar (98%) kehamilan ektopik terjadi di tuba falopi, alias rongga yang menghubungkan indung telur (ovarium) ke dalam rongga rahim, tetapi bisa juga terjadi di tempat lain, seperti leher rahim (cervix), kornu rahim, bekas luka operasi, di dalam otot rahim, indung telur (ovarium) bahkan di tempat manapun di rongga perut.
*Gambar dari sini
Penyebab kehamilan Ektopik adalah terjadinya gangguan di saluran tuba falopi, sehingga setelah terjadi pertemuan antara sperma dengan sel telur, hasil pembuahan ini tidak bisa masuk ke dalam rongga rahim. Gangguan pada tuba falopi penyebabnya banyak, seperti riwayat operasi rekonstruksi saluran tuba, riwayat operasi karena kehamilan ektopik sebelumnya, riwayat infeksi di daerah kandungan, ketidaksuburan, merokok, berganti-ganti pasangan dan masih banyak lagi.
Lalu bagaimana dengan gejala-gejalanya? Wanita dengan kehamilan ektopik datang ke dokter paling sering dengan keluhan perdarahan dan nyeri perut. Walapun kehamilan ektopik bisa juga tanpa gejala apapun. Kehamilan ektopik akan memberikan gejala nyeri perut hebat bila kehamilan tersebut pecah dan mengakibatkan perdarahan. Perdarahan terjadi apabila kehamilan menempel pada tuba, semakin membesar sehingga tuba tersebut pecah dan akhirnya terjadi perdarahan. Apabila tidak pecah, jarang seorang wanita mendapat keluhan yang spesifik. Seringkali kehamilan ektopik terdiagnosa secara tidak sengaja saat seorang ibu hamil kontrol ke dokter kandungan dan ditemukan dari hasil USG kehamilan tidak di dalam rahim.
Bicara tentang flek, apakah benar warna flek bisa menjadi indikasi dari gangguan yang kita alami? Benar, warna perdarahan dapat menjadi prediktor dalam diagnosa penyakit, tetapi tidak khas 100%. Sehingga masih dibutuhkan pemeriksaan lebih detail seperti USG pada kasus perdarahan apapun warna perdarahannya.
Sedangkan pengobatan untuk kehamilan ektopik sendiri ada dua macam. Yaitu operasi pengangkatan kehamilan ektopik atau menggunakan obat kemoterapi methotrexate. Pilihan utama adalah operasi, dan seringkali dibutuhkan operasi karena sudah terjadi perdarahan dan dibutuhkan operasi segera karena mengancam nyawa. Penggunaan methotrexate hanya bisa dilakukan apabila kadar hCG ≤5000 mIU/mL, kondisi pasien stabil (tidak didapatkan perdarahan di dalam perut), dari USG belum didapatkan detak jantung janin, dan bersedia meluangkan waktu untuk observasi lebih lama dibanding dilakukan operasi.
Jadi mommies, jangan pernah mengabaikan gejala-gejala yang diperlihatkan oleh tubuh kita ya, takutnya kita menganggap remeh ternyata malah akan membahayakan diri dan nyawa kita.