Ketika Relaktasi Gagal

Breastfeeding

Mrs.p・29 Sep 2014

detail-thumb

asi

Cita-cita setiap ibu untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya ketika ia lahir ke dunia, salah satunya dengan memberikan ASI. Anak saya lahir dengan kondisi Tongue Tie dan Lip Tie yang mengakibatkan tidak dapat menyusu dengan baik. Sama seperti ibu-ibu lainnya, saya tidak ngeh dengan kondisi ini, sehingga anak saya sempat diberikan susu formula. Siapa yang tidak sedih ketika saya sudah bertekad ASI tapi ternyata terpaksa harus dicampur susu formula, demi ia tidak dehidrasi..

Kemudian saya pergi menemui dokter anak sekaligus konsultan laktasi yang bergelar IBCLC di suatu rumah sakit terkenal. Ternyata ketahuan penyebabnya adalah anak saya tongue tie dan lip tie dan harus di-incisi saat itu juga. Saya juga menjalani program relaktasi, di mana anak saya diberikan susu tambahan melalui selang yang ditempel di payudara sehingga anak saya mendapatkan dua susu sekali sedot. Atas alasan pribadi, saya dan suami tidak mengambil donor ASI dari luar, kami tetap menggunakan susu formula dan bantuan donor ASI dari saudara, meskipun hanya sebotol per hari dikarenakan ia juga harus menyusui anaknya. Semuanya disyukuri saja.

Kalau tiba saatnya menyusui, saya cukup repot karena harus menggunakan selang-selang itu. Tapi kan harus disyukuri ya, apalagi perjalanan saya mendapat anak cukup panjang. Alhamdulillah juga ada Ibu saya dan ART yang sigap membantu. Harapan saya pun melambung tinggi bahwa suatu saat dan sesegera mungkin anak saya bisa lepas dari susu formula dan hanya bergantung pada ASI saya saja.

Tiap minggu saya kontrol ke dokter, dicek payudara saya, ASI menyembur kuat dan saya semakiiin senang saja. Tiap minggu pula asupan susu tambahan seperti susu formula dan donor ASI semakin dikurangi. Saya pun tidak boleh menyetok ASI dulu karena harus fokus memberikan ASI secara langsung. Saat itu, saya belum mikir bagaimana caranya nanti anak saya mendapatkan ASI kalau saya kembali bekerja.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Berat Badan anak saya malah semakin rendah di bawah garis normal! Simak lanjutan ceritanya di halaman selanjutnya, ya.

breastfeeding

Padahal saya sudah mengonsumsi obat-obatan,akupuntur, pijat, dan makan sayuran hijau dan dokter menyarankan untuk pemberian MPASI dini di usianya yang ke empat bulan, agar anak saya tidak tergantung pada susu. Saya bingung harus bagaimana. Usaha yang saya lakukan, relaktasi saya GAGAL!

Lalu saya sempat mengobrol dengan salah satu pasiennya yang tidak bisa memberikan ASI full padahal dia sudah menjalani program relaktasi dan saya pun terhenyak! Ternyata ada juga yang tidak sukses dalam relaktasinya. Pada titik inilah saya merasa ’sudah, sudah cukup….’. Saya tidak peduli tatapan sinis dan pertanyaan yang menghujani saya di saat saya menyusui di ruang menyusui umum dengan segala selang dan susu formula yang saya berikan ke anak saya. Anak saya kekurangan susu, dan saya harus memberikannya, meskipun pakai susu formula.

Akhirnya anak saya memang menjadi ASC (Anak Susu Campur), tapi saya memberikan MPASI di usianya yang ke-6 bulan, tidak mengikuti saran dokter untuk memberikan MPASI dini. Saat ini, saya sudah bisa berdamai dengan diri saya, bahwa saya memang tidak bisa memberikan full ASI, , mungkin ini sudah digariskan oleh Yang di Atas.

Bagaimana soal berat badannya?

Inilah yang membuat saya menyesal. Berat badan anak saya masih di bawah garis normal, tapi kebetulan dia memang sangat aktif sekali. Sudah campur, tapi kok BB-nya tetap rendah? Jadi, anak saya tidak terlalu suka susu formula apalagi pemberiannya (karena waktu itu masih kekeuh ngASI) menggunakan sendok. Kadang terlintas di benak saya, "Kalau begitu, ngapain dulu saya mesti capek-capek program relaktasi, toh kenyataannya ASI saya sedikit dan tidak mencukupi untuk anak saya? Kenapa tidak saya berikan susu formula saja, supaya at least berat badannya stabil". Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini kerap muncul di kala saya sedang lelah atau sedih.

Tapi sekali lagi, saya harus bersyukur masih bisa menyusui di usianya yang 11 bulan dan memerah di kantor dengan sekali perah 30ml (miris ya?). Dan rasa bangga terselip ketika anak saya berkata ‘nenen’ sambil menunjuk payudara saya atapun momen menyusui ketika matanya menatap saya sambil menyusui dengan lahap.

Relaktasi saya untuk memberikan ASI secara penuh boleh saja gagal, tapi setidaknya sampai saat ini, saya tetap berusaha menyusui anak saya semaksimal mungkin :)