Tiga Investasi Kesehatan Untuk Anak

Health & Nutrition

donakamal・04 Aug 2014

detail-thumb

baby-max_2183067b

Kesehatan itu penting. Saya bilang begini karena sejak kecil saya termasuk orang yang penyakitan :( Daya tahan tubuh saya lemah. Kena flu sedikit saja, tumbang. Karena berpengalaman dalam bidang “penyakitan” inilah, makanya saya nggak mau anak saya, Gendra (19m) ikut-ikutan penyakitan kayak ibunya.

Selama mengandung dan membesarkan Gendra, saya mendorong diri sendiri untuk nggak berhenti belajar dan mencari tahu tentang cara-cara terbaik dalam pengasuhan anak. Memang sih, terkadang teori yang kita pelajari dan praktik yang ada di lapangan bisa sangat berbeda dan kita dituntut untuk menyesuaikan diri, tapi paling tidak dengan mempelajari teorinya, kita bisa memiliki acuan sehingga tahu mana yang baik dan tidak untuk anak kita.

Dari hasil proses belajar saya sampai saat ini, saya merangkum paling tidak ada tiga hal yang bisa dilakukan seorang ibu untuk berinvestasi terkait kesehatan anaknya, antara lain:

  • ASI ekslusif & ASI hingga usia 2 tahun
  • Poin ini kayaknya sudah dipahami oleh sebagian besar ibu-ibu ya. Saya sendiri mulai mencari tahu tentang dunia per-ASI-an ini sejak masih mengandung Gendra. Semua literatur yang saya baca menyebutkan bahwa ASI-lah makanan terbaik bagi bayi. Sejak itu, saya berkomitmen untuk memberikan ASIX dan terus ASI sampai usia Gendra minimal 2 tahun. Komitmen ini pula yang membuat saya harus menjadi ibu pertama yang memerah ASI di kantor.

    Perjuangan memberikan ASI untuk Gendra mulai sedikit terlihat hasilnya. Gendra lebih jarang sakit ketimbang teman-temannya yang tidak minum ASI. Kalaupun sakit, proses pemulihannya cepat. Ini penting buat saya, karena tau sendiri kan rasanya kalo anak sakit, rasanya ibunya juga jadi ikutan sakit deh.

    Poin nomor dua, klik ke halaman selanjutnya, ya!

    imunisasi

  • Imunisasi
  • Dari artikel yang pernah saya baca. Imunisasi itu ada dua jenis, aktif dan pasif. Imunisasi pasif antara lain didapat dengan cara memberi antibodi dari luar tubuh. Pemberian ASI adalah salah satu contoh imunisasi pasif. Sayangnya, ternyata imunisasi pasif ini ternyata tidak memberikan perlindungan jangka panjang dan lagipula ternyata ASI tidak dapat memberikan perlindungan dari beberapa penyakit yang sifatnya berat dan spesifik, lho. Contoh penyakit berat itu antara lain polio, tetanus, meningitis, dll. Duh, serem kan? Oleh karena itu, untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit berat itu, maka diberikanlah imunisasi aktif.

    Imunisasi aktif ini juga ternyata juga bisa didapat dengan dua cara. Cara pertama, seseorang harus terserang penyakit terlebih dulu untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit kedua. Cara kedua adalah dengan vaksin. Bisa dibilang vaksin ini adalah shortcut untuk mendapatkan kekebalan tubuh dari suatu penyakit. Bayangin deh kalo untuk mendapat kekebalan tubuh tanpa shortcut, berarti kan anak-anak kita “harus” sakit dulu. Ya kalo fisiknya kuat melawan sakit sampai akhirnya sembuh dan mendapatkan kekebalan tubuh, kalo ternyata tubuhnya gak kuat gimana? Ah, sedih bayanginnya.

    Imunisasi aktif ini menjadi salah satu investasi kesehatan anak versi saya, karena kita nggak tahu keadaan lingkungan di masa anak-anak kita beberapa tahun ke depan. Siapa tahu kelak virus-virus penyakit itu akan bermutasi dan menjadi lebih jahat dari sekarang.

  • Rational Use of Medicine (RUM)
  • Poin ini penting sekali. Saya bilang begitu karena saya adalah salah satu produk zaman di mana para dokter masih gemar sekali memberikan antibiotik untuk penyakit yang seringnya penyebabnya adalah virus. Saya pernah baca tentang artikel yang menyebutkan bahwa salah satu efek negatif dari sering menggunakan antibiotik adalah menurunnya sistem imun tubuh. Nah, ini yang saya nggak mau. Saya gak mau karena ketika kecil sedikit-sedikit obat, saat dewasa nanti Gendra jadi penyakitan seperti saya.

    Memang sih, untuk penerapannya, RUM ini susah-susah gampang. Simak cerita saya di halaman selanjutnya!

    newborn_baby2

    Bayangin dong, kalo ngeliat anak sendiri lesu karena demam kan pasti pengennya segera kasih obat penurun panas ya. Rasanya kok gak tega melihat anak “menderita” karena demam. Saya sendiri baru berhasil menerapkan RUM ini setelah Gendra berumur 12 bulan. Kenapa? Ya itu tadi, karena gak tega. Tambahan lagi, dari umur 0 sampai 12 bulan, ibu saya masih urun membantu saya merawat Gendra. Sebagai nenek-nenek newbie (Gendra adalah cucu pertamanya), beliau khawatir sekali setiap Gendra sakit, sehingga terus mendorong-dorong saya untuk segera membawanya ke dokter atau paling tidak memberi obat.

    Baru saat Gendra terkena campak beberapa waktu lalu, saya menguatkan hati untuk tidak terburu-buru membawanya ke dokter. Karena awalnya hanya batuk-pilek-demam, saya hanya memberinya banyak minum air putih dan ASI. Untuk batuknya, saya hanya memberinya madu plus perasan jeruk nipis. Oiya, ngomong-ngomong tentang madu ini, ternyata memang beneran manjur loh! Saya sendiri, setelah sekian lama mengandalkan obat kalau terserang flu, sekarang akhirnya lebih memilih madu jeruk nipis untuk pengobatan flu yang disertai batuk terutama. Ramuan ini ternyata lebih manjur daripada obat yang biasa saya minum. Madu juga konon dapat dijadikan sebagai “doping” untuk menguatkan stamina. Karena itu, sekarang, sebisa mungkin saya juga ingin menerapkan RUM ke diri sendiri. Lebih baik mengonsumsi yang alami kan daripada yang kimiawi buatan.

    Nah, itu pendapat saya tentang investasi kesehatan untuk anak. Mungkin Mommies ada yang mau menambahkan?