Pertengahan Juni lalu Nestle Koko Krunch mengundang kami nonton bareng film How To Train Your Dragon 2. Saat saya kabarkan pada Darris dan Dellynn, mereka excited untuk menonton karena sudah hafal cerita film yang pertama. Bagi saya kekuatan film ini ada pada pesan bahwa penaklukan tidak selalu bermodal kekuatan dan kekerasan bukan jawaban atas masalah. Bagi yang belum menonton bagian satu, secara singkat ceritanya tentang anak kepala suku Viking yang dianggap lemah, ceking, dan nggak gagah, tapi ternyata berhasil menaklukkan dan berteman dengan naga yang selama ini dianggap musuh oleh penduduk desanya.
Film kedua ternyata nggak kalah asyik. Saking serunya sampai pulangnya pada langsung minta beli Nestlé Breakfast Cereal - How To Train Your Dragon, yang ukuran 170 gr dan 330 gr karena mendapatkan hadiah langsung karakter naga dan stiker How To Train Your Dragon. Cerita filmnya sendiri masih tetap mengusung anti kekerasan, dan kali ini ditambah pesan tentang keberanian. Berani menjelajah tempat yang asing, berani menghadapi pemimpin yang tiran, dan berani menerima dan melaksanakan amanah. Iya, lho, menerima amanah itu perlu keberanian dan keyakinan diri juga. Malah menurut ajaran agama, pemimpin yang baik adalah yang diajukan, diminta oleh rakyatnya karena rakyatlah yang tahu kapasitasnya.
Saya jadi teringat anak saya, Darris yang tipenya perfeksionis di depan umum. Dia nggak mau kelihatan lemah dan kalah. Jadi setiap kali kami mendorongnya untuk ikut lomba (apapun lombanya) dia enggan ikut karena takut kalah. Padahal kami selalu bilang kalah bukan masalah yang penting ikut dan beri hasil terbaik. Justru dengan melihat kompetitor yang lebih bagus kita bisa belajar lebih banyak.
Lomba pertamanya adalah lomba mewarnai di Ancol. Tahu, kan, banyak anak-anak yang ikut sanggar menggambar hasil warnanya buagus banget. Yang gradasi lah, pake shading, full color, dan warnanya proporsional. Nah, anak saya lulusan rumah dan sekolah yang mewarnainya tergantung wangsit..hahaha. Baru setengah jam lomba kanan kirinya sudah mau selesai dengan hasil yang mencengangkan (buat kami tentunya :D). Terus terang saya bangga melihat reaksi anak saya yang walau terlihat kecewa dan agak down, tapi tetap mau menyelesaikan lomba. Kalau saya bisa sudah pundung dan minta pulang itu! Haha.
Bagi saya inilah salah satu bentuk keberanian anak. Berani mencoba walau hasilnya belum tahu sukses atau nggak. Berani konsisten menyelesaikan apa yang sudah dimulai walau jelas di atas kertas pasti kalah. Tahu kapan harus mengakui kemenangan lawan. Ini nggak cuma terjadi saat jelas-jelas kalah. Saat lomba Lego yang Darris sudah menang beberapa kali pun ada saatnya lawannya lebih keren hasilnya ketika buatan Darris justru sedang kurang ok. Jujur, saya waktu itu takut dia akan sangat kecewa karena biasa menang. Tapi ternyata he can cope it quite well.
Kali lain, dia nampak khawatir dan tadinya nggak mau ikut kegiatan menginap di sekolah. Yang satu menginap di lingkungan sekolah saat Ramadan, satunya lagi camping Pramuka. Dari jauh hari Darris bolak-balik bilang dia nggak mau ikut. Tapi saya paksa. Saya tahu tidak baik memaksa. Tapi saya katakan coba dulu sekali, tahu dulu seperti apa kegiatannya. Next time kalau memang nggak suka, nggak fun, boleh nggak ikut. Dari situ alhamdulillah dia mau mencoba ikut. Saya tahu anak lain mungkin akan keukeuh nggak mau ikut dan nggak mau mencoba. Karena itu saya bangga.
Keberanian >>
Saya bangga dia nggak pulang menangis atau gondok atau menyalahkan si pemenang, karena saya tahu karakternya nggak secuek Devan yang easy going nothing to lose. Dia pasti memikirkan kekalahannya. Saya bangga dia mau mencoba menginap di luar rumah sendirian, karena dari kecil dia agak separation anxiety ketimbang adik-adiknya.
Berani, adalah perjuangan melawan ketakutan. Takut pertama masuk sekolah, takut pertama menginap di sekolah, takut mencoba hal yang baru, dan banyak ketakutan lain. Seperti Hiccup dalam film How To Train Your Dragon saat menjelajah desa yang tertutup es. Saat menghadapi Drago Bludvist. Dan saat akhirnya menerima amanah menjadi Kepala Suku. Seperti kita sebagai orang tua juga. Makin tua malah makin banyak ketakutan kita. Hayo, ngaku! :D
Mommies, hargai keberanian anak sekecil apapun. Beri apresiasi dan jangan dianggap biasa karena belum tentu anak yang lain seberani anak kita di situasi yang sama. Apresiasi kita akan memotivasinya untuk mencoba lebih banyak aktifitas dan belajar lebih banyak hal baru diluar sana. Apresiasi kita akan menjadikan kemenangan tidak sepenting keberaniannya mencoba. Jadi walaupun kalah tidak menjadi hal besar dan justru jadi pelajaran ke depan.
Ada yang ingin mengajarkan keberanian ke anaknya juga? Film bisa jadi salah satu media mengajari anak lho. Mumpung liburan, yuk pilih-pilih film apa yang bagus dan ada nilai plusnya buat anak :)