FUNtastic Parenting: Jadi Orangtua Yang Menyenangkan

Self

deeth・12 Mar 2014

detail-thumb

Saya bukanlah penggemar berat buku self-help. Namun, tuntutan pekerjaan mau tak mau meminta saya untuk berpikir praktis, tak sekedar berteori saja. Apalagi sehari-hari saya menghadapi remaja, yang menolak dibilang anak-anak, tetapi dewasa pun belum. Alasan inilah yang mendorong saya membeli buku FUNtastic Parenting karya Alan Yip.

Penampilan wajah buku yang berwarna membuat kita mudah tertarik. Ini pun didukung penerjemahan yang cukup baik. Selain itu, kedekatan budaya dengan negeri jiran Singapura, membuat contoh yang diangkat Alan Yip terasa akrab dalam keseharian kita, atau malah mungkin kita pernah mengalaminya sendiri.

*gambar dari sini

Yip membuka bab dengan pernyataan menyejukkan: “Keyakinan Diri Positif: Pintu Menuju Pencapaian yang Tinggi dan Kebahagiaan.” Ketika kita ingin anak-anak kita percaya diri, maka tempat ia belajar pertama kali tentang menumbuhkan rasa percaya diri adalah kita, orangtuanya. Maka, pernyataan halaman berikutnya akan sangat menyentak kita.

“Tetapi, Anda Orang Tua, Apakah Kalian Yakin Akan Diri Sendiri?”

Ya, keyakinan orangtua pada dirinya sendiri adalah kunci utama menjadi orangtua yang baik. Kadang tanpa disadari, kita sering menuntut terlalu banyak pada anak. Padahal, kita sendiri belum tentu mampu (dan mau) mengerjakan semua apa yang kita minta pada anak. Bisa juga terjadi sebaliknya, kita terlalu sayang pada anak, sehingga membolehkan anak melakukan apa yang ia sukai. Kita berlaku demikian karena dulu, saat kecil, kita sering mengalami hal-hal sulit, dan kemudian berjanji untuk tak mengulanginya pada anak.

Ketidakyakinan diri kita pada diri kita sendirilah yang lalu meluncurkan tiga racun bagi jiwa anak: memberi label negatif, senang membandingkan, dan penilaian/kritik/sarkasme/pengecilan hati. Ketiga racun tersebut bisa ditawar dengan pola komunikasi yang memupuk, bukan menyiksa. Dalam keluarga, komunikasi adalah titik sentral yang menghubungkan setiap anggota keluarga. Surprisingly, Yip mengatakan dengan jelas bahwa cara orangtua berkomunikasi dengan anak-anak sama seperti cara orangtua berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Jadi, sangat jelas jika kita harus memulainya dari diri kita sendiri untuk mampu berkomunikasi efektif dengan anak! (hlm. 73)

Pun komunikasi itu harus berlandaskan hubungan penuh cinta kasih dan abadi. Hubungan yang penuh interaksi negatif akan segera menua, bahkan sekarat! Kritik-kritik tajam, omelan berkepanjangan, rasa kendali berlebihan, kemarahan yang terlontar dari seseorang pasti akan menimbulkan polusi dalam keluarga. Kelanjutannya, anak merasa dirinya tidak cukup baik, tidak berharga, juga tidak dicintai. Sebaliknya, kepercayaan, keterbukaan, kebersamaan, kehangatan, dan kasih sayang memberikan suasana positif di rumah. Anak pun merasa ia didengarkan, dihargai, dan mau terbuka pada orangtua. Untuk itu, Yip menawarkan Formula 5-A: Acceptance, Attention, Acknowledgement, Approval, dan Appreciation, agar kita dapat menanam hubungan yang penuh kasih sayang dan bahagia dalam keluarga (hlm. 102).

Yip percaya, setiap orangtua adalah kompas bagi anak-anak. Kompas berarti kita tak selalu menuntunnya dari depan atau mendorongnya dari belakang, tetapi berjalan bersisian dengannya. Kita pun tak akan selamanya memegangi tangan mereka, maka kita perlu menunjukkan pada anak cara dan arah yang tepat menuju kemandirian, tanggung jawab, kontribusi, dan tujuan hidup (hlm. 165). Nah, itulah yang harus kita INVESTASIKAN sejak dini, dalam bentuk waktu dan usaha kita. Karena pada akhirnya, kelak kita tak akan meninggalkan harta benda semata, tetapi sebuah WARISAN yang tertanam pada diri anak: keyakinan diri, keluarga yang berhasil dan bahagia, serta nilai-nilai yang solid dan diturunkan lintas generasi. Priceless!

Sampai titik ini, semua yang saya baca menjadi materi segar dalam usaha kami menemukan gaya pengasuhan yang pas di rumah. Kadang, semakin saya membaca studi kasus dalam buku ini, semakin saya khawatir kelak saya juga berperilaku ‘menakutkan’ atau ‘menghakimi’ tanpa mau mendengarkan. Ditambah saking seringnya mendengarkan keluhan orangtua murid tentang anak-anaknya yang begini begitu, semakin saya takut suatu hari saya akan mengalami hal serupa!

Tapi, ketakutan seperti itu wajar ‘kan?

Karena manusia bertumbuh dan berkembang, seiring usia, kematangan dan kedewasaannya pun bertambah. We can’t stay young forever. But we can keep our youth in our mind! Satu hal yang saya inginkan, kelak saat Rasya (dan mungkin adik-adiknya nanti) remaja, saya tetap mau dan mampu bersikap positif padanya. Mmmm….mungkin kelak tetap akan ada drama-drama seperti zaman saya ABG dulu (oh, pasti nanti lebih menantang!), tetapi setidaknya saya dan suami sudah antisipasi dari sekarang dengan membaca buku ini. Itulah mengapa saya share tentang buku ini di sini, supaya kita bisa saling mengingatkan dan menguatkan ya, Mommies! :)

We may not be able to prepare the future for our children,

but we can at least prepare our children for the future.

- Franklin D. Roosevelt