Sorry, we couldn't find any article matching ''
(Belum) PD Bicara Soal Seksualitas
Bulan Mei 2014 nanti, Bumi genap berusia 4 tahun. Waktu cepat banget berlalu, ya. Perasaan, nih, baru kemarin saya menyusui Bumi, menyapihnya, dan belajar mengajarkannya toilet training. Dan sekarang, tau-tau anak saya ini sudah besar dan tambah pintar. Salah satu kepintarannya bisa terlihat dari berbagai pertanyaan yang ia ajukan hampir setiap hari.
Belum lama ini, saat diajak sholat Jumat bersama bapaknya, Bumi bertanya soal Tuhan. Tuhan itu apa? Sampai soal keberadaan Tuhan? Itu saat bersama bapaknya, giliran waktu sedang bersama saya, Bumi pernah bertanya soal jenis kelamin.
Ibu, kenapa sih Bumi ini laki-laki?
Bedanya laki-laki sama perempuan itu apa?
Lain hari, Bumi juga sempat bertanya saol adik. Kira-kira begini percakapan saya dengannya waktu itu,
Bumi : “Ibu, kenapa sih Bumi belum punya adik?”
Saya : “Ya, karena memang Allah belum kasih adik buat Bumi.”
Bumi : “Oh... memang yang kasih adik itu, Allah ya, bu?”
Saya: “Iya, Bumi bantu doa aja, ya, biar bisa cepat punya adik”
Bumi : “Terus, nanti adiknya dimasukin ke dalam perut ibu?”
Saya : “....... umh..... iya.... sekarang, kita main Thomas lagi aja, yuk”
Karena waktu itu kondisinya saya belum siap dengan pertanyaan Bumi selanjutnya, saya pun terpaksa mengalihkannya. Saya, pikir, daripada salah jawab kan, ya? :D
Sering kali, saya sebagai orangtua memang kesulitan mencari jawaban pertanyaan dari Bumi. Padahal, selayaknya anak-anak, pertanyaan yang diajukan Bumi merupakan hal-hal begitu simple. Namun, untuk menjawabnya rasanya begitu ‘njelimet’. Apalagi soal hal yang berkaitan dengan seksualitas.
*gambar dari sini
Saya pun lantas ingat dengan seminar SuperMoms yang saya ikuti beberapa saat lalu. Tema seminar yang diangkat adalah ‘Pede Bicara Seksualitas Pada Anak.” Di awal seminar, Ibu Elly Risman sebagai pembicara, menjelaskan akan perbedaan antara seks dan seksualitas. Soalnya, yang memang diajarkan pada anak-anak itu adalah seksualitas, bukan soal seks.
Menurut Ibu Elly, seks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan alat kelamin, sedangkan seksualitas adalah totalitas kepribadian, apa yang dipercayai, pikirkan dan bagaimana cara beraksi. Serta bagaimana cara seseorang berbudaya, bersosial dan berseksual. Termasuk bagaimana cara kita berdiri , tersenyum, tertawa bahkan menangis. Inti yang bisa saya ambil, pengertian seksualitas itu adalah segala cara yang bisa menunjukan siapa diri kita sebenarnya.
Selanjutnya, Ibu Elly menjelaskan saat si kecil sudah mulai bertanya, terutama yang berhubungan dengan seksualitas, reaksi pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan cek pemahaman terlebih dahulu. Caranya, saat anak bertanya, kita bisa menjawabnya dengan kalimat tanya seperti, "Memang yang kamu tau soal itu, apa?". Hal ini berguna untuk mengetahui pemahaman anak lebih dulu.
Misalnya, nih,
“Ibu, aku ini asalnya dari mana, sih?”
Nah, sebelum kita parno untuk memberikan penjelasan ilmiah yang panjang lebar, lebih baik kita cek pemahaman si kecil lebih dulu. Siapa tau, ternyata pertanyaan yang dimaksud adalah mengenai suku asalnya. Lagipula, Ibu Elly juga mengingatkan lagi, kalau anak-anak pada dasarnya belum bisa menerima penjelasan yang panjang lebar. Biar mereka paham apa yang dibicarakan, paling nggak hanya 15 kata saja. Singkat dan padat.
Prinsip dasarnya, saat memberikan pendidikan seksualitas pada anak adalah harus berlandaskan agama, dan tentunya kita sebagai orangtua wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Jangan sampai kita hanya bisa membeo atau mengulang sejarah yang sebenarnya sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Kalau memang anak-anak punya rasa ingin tau yang besar soal seksualitas, itu merupakan hal yang wajar. Karena pertanyaan tersebut terlontar karena bagian dari konsekuensi perkembangan dari usianya, dan adanya rasa ingin tahu yang berulang-ulang.
Yang penting, kata Ibu Elly, kita sebagai orangtua yang berperan sebagai pendidik utama harus tenang dan punya kontrol diri yang baik saat menghadapi pertanyaan anak, selain itu cek pemahaman anak, serta utaran apa yang kita rasakan. Kemudian, baru putuskan untuk menjawab atau tidak. Kalau memang belum bisa ngejawab, jangan ragu untuk menundanya dan katakan dengan jujur. Jawaban yang kita berikan juga harus sesuai dengan usia, kemampuan anak dalam berpikir, serta perkembangan emosinya.
Menurut Ibu Elly, anak yang masuk pada usia 6 tahun, biasanya sudah masuk pada masa latensi. Di mana pada usia ini anak-anak akan cenderung diam, namun tetap melakukan observasi pada dirinya sendiri. Sedangkan anak-anak yang sudah berusia 8 tahun, Ibu Elly menyarankan agar kita sebagai orangtua lebih aktif dalam memberikan informasi pengetahuan seksualitas. Kalau perlu, setiap pekan kita menyediakan waktu selama 30 menit untuk ngobrol perihal masalah seksual dengan anak-anak.
Supaya lebih mudah dan nggak bingung mau menjelaskan apa saja, waktu itu Ibu Elly juga menyarankan agar kita membuat kurikulum apa saja yang harus kita ajarkan pada anak-anak. Tentunya, jadwal ini harus disesuaikan dengan dengan usia anak. Sebagai referensi, bisa lihat artikel Lita di sini.
Misalnya, nih, materi soal dampak negatif dan postif dari TV, internet, PS dan HP, atau menjelaskan soal persiapan anak saat baligh, serta bagaimana bergaul dengan baik dan benar. Secara kita membesarkan anak di era digital, ya. Setelah itu, diskusikan bersama suami siapa yang jadi mentor dalam pemberian materi tersebut, dan waktu yang tepat untuk menjelaskannya.
Mengingat belakangan ini Bumi sudah lebih banyak bertanya, rasanya saya harus buru-buru membuat jadwal dengan suami. Sama seperti orangtua lainnya, saya pun berharap kalau Bumi bisa tumbuh jadi generasi yang baik dan "lurus". Sehingga saya dan suami bisa tenang melihat melihat kondisi Bumi besar nanti.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS