Sorry, we couldn't find any article matching ''
Menyiasati Budget Akhir Pekan
Kalau sudah menyebut kata-kata "weekend" atau “akhir pekan,” baik saat masih bekerja atau sudah jadi ibu rumah tangga seperti sekarang, saya selalu excited. Saya kira saat sudah tidak jadi pegawai kantoran, saya akan biasa-biasa saja menghadapi weekend. Karena toh sehari-hari juga sudah "libur." Tapi ternyata, excitement (alias kenorakan, hehehe) saya sama saja, tuh. I'm sure you Mommies know why.
Akhir pekan adalah saat kami sekeluarga bisa puas menikmati quality time.
Seperti yang saya tulis di sini, jika menyangkut quality time, kadang yang terpenting bukanlah ke mana atau melakukan apa, tapi bersama siapa. Kadang hal-hal sesederhana tidur siang bertiga bisa membuat 'tangki' kebersamaan kembali terisi penuh. Tapi, kadang karena terlena dengan semangat beraktivitas bersama saat akhir pekan, pengeluaran juga bisa menjadi kurang terkontrol.
Sudah sejak pacaran, saya dan suami memiliki pos pengeluaran untuk digunakan saat akhir pekan. Kalau dulu, sih, tujuannya untuk jadi budget pacaran. Tapi sekarang, pos yang juga kami sebut "Weekend Budget" itu digunakan untuk membiayai kegiatan keluarga kami bersenang-senang, bersantai, atau jalan-jalan selama akhir pekan.
Kenapa pos ini dipisah dari pos pengeluaran lainnya? Karena pengeluaran saat weekend biasanya jauh lebih besar dibanding hari-hari lain. Dari segi frekuensi eating out, misalnya. Kalau sehari-hari kami eating in tiga kali sehari, saat weekend, biasanya kami makan dengan membeli jadi atau makan di mall. Selain itu, kegiatan yang dilakukan saat weekend juga lebih 'niat,' seperti berwisata ke luar kota, mengajak Bumy main ke playground atau event tertentu, dan sebagainya.
Pada saat menentukan besaran anggaran weekend, saya dan suami menetapkan nominal X sebagai angka budget mingguan. Angka X itu tidak berubah hingga kini kami telah pindah tempat tinggal.
Namun belakangan ini, saya perhatikan anggaran weekend kami seringkali ‘melar’ dari seharusnya. Yang tidak kami sadari adalah bahwa perubahan tempat tinggal ternyata berpengaruh pada pengeluaran yang kami buat saat weekend.
Kalau dulu kami masih sering mampir ke Rumah Oma untuk leyeh-leyeh saat weekend (dan ujung-ujungnya numpang makan, yang berarti menghemat biaya eating out :D), sekarang ini kami justru memanfaatkan momen kebersamaan Bumy dengan Oma untuk pacaran (yang berarti more eating out).
Setelah duduk bareng dengan suami untuk membahas 'kebocoran' “Weekend Budget,” ini yang kami lakukan:
1. Kami mem-break down kegiatan saat weekend, lalu merinci pengeluaran yang dibuat. Tujuannya adalah untuk menemukan titik-titik kebocoran budget.
Dari sini, kami dapat menyimpulkan bahwa, selain tidak menyadari berubahnya bentuk spending kami setelah pindah, penyebab kebocoran adalah karena kami tidak punya skenario atau rencana untuk mengisi weekend dengan kegiatan apa. Ini membuat kegiatan maupun pengeluaran yang kami buat sifatnya impulsif. Akibatnya, porsi eating out menjadi lebih besar, biaya untuk jalan-jalan juga tidak disiapkan sebelum menyusun budget.
2. Mencari cari untuk menyiasati agar pengeluaran bisa sesuai dengan budget. Atau membuat penyesuaian yang masuk akal pada budget kami, bila memang perlu.
We came up with an idea. Kami mencoba membuat skenario untuk kegiatan weekend kami, dengan memberikan tema yang berbeda tiap minggu. Begini hasilnya,
Minggu 1.
Tema : Ke Rumah Oma.
Kegiatan : Menginap di Rumah Oma, Bumy having quality time with Oma, papa-mama having quality time together, hehe.
Skenario pengeluaran: Eating out selama di luar rumah (Oma), dan 'biaya' kencan (maybe we would go to the movies, or maybe we would have our date at a family massage parlor. Who knows? Yang penting biayanya sudah diperhitungkan ;).)
Minggu 2.
Tema : Staycation. Berkegiatan di sekitar rumah saja.
Kegiatan : Meskipun “tidak ke mana-mana,” pilihan kegiatannya banyak sekali, lho. Bisa beberes rumah bersama-sama, olahraga bareng, crafting, baking (ini bukan spesialisasi Mama saja, tapi bisa dilakukan bersama-sama), camping di halaman rumah, nonton DVD, atau main board games (berapa tahun lalu Mommies terakhir main monopoli? Ular tangga? Atau congklak?). Kita juga bisa mengundang teman-teman atau keluarga terdekat untuk bersilaturahmi ke rumah untuk mengadakan potluck, misalnya.
Skenario pengeluaran: Bolehlah dianggarkan untuk memesan makanan spesial yang diantar ke rumah, atau membeli es krim berukuran large bucket, hehe.
Minggu 3.
Tema : Enjoy Jakarta. Atau kota-kota satelitnya, BoDeTaBek.
Kegiatan : Bisa ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi bersama-sama, seperti museum, pasar tradisional, pasar tanaman hias, galeri, atau green kampongs. Mencoba transportasi publik. Menghadiri event tertentu yang bisa dicek melalui akun Twitter yang memuat informasi kegiatan di Jakarta dan sekitarnya.
Skenario pengeluaran : Biaya transportasi, tiket masuk, dan eating out selama di tempat berkegiatan.
Minggu 4.
Tema : Mengajak Bumy ke playground atau waterpark. Sebisa mungkin yang tidak berada di dalam mall.
Kegiatan : Ada banyak playground yang bisa dicoba, misalnya di dekat rumah saya, ada playground yang baru dibuka dan harganya sangat terjangkau. Taman-taman di wilayah Jakarta juga sudah banyak yang dibenahi dan nyaman untuk dikunjungi, lho, Mommies. Beberapa malah menyediakan sarana dan alat-alat bermain untuk anak-anak.
Skenario pengeluaran: Budget untuk ke playground.
Kalau diperhatikan, saya tidak menyelipkan agenda khusus ke mall, ya, Mommies? :D
Selama menyusun skenario weekend ini, saya teringat sekaligus terinspirasi oleh cerita dari beberapa orang ibu. Pertama dari rekan orangtua murid di sekolah Bumy yang pernah berbagi tentang kegiatan keluarganya saat weekend. Beliau pernah sambil lalu berkata, "Kalau hari libur, kita serumah kerja bakti. Beberes rumah, nyuci mobil, nyabutin rumput. Lumayanlah biar hemat. Anak-anak juga udah seneng banget diajak cuci mobil sama papanya, jadi gak usah mahal-mahal ke game arcades di mall."
Ini berbeda dengan cerita eks-rekan kerja yang juga seorang ibu, sebut saja Bu Nana. Bu Nana pernah mengeluhkan, "Ternyata kalau dihitung-hitung, biaya ngajak anak-anak ke mall saat weekend, tuh, mahal juga, ya. Anak-anakku hobinya main di game arcades, belum lagi untuk makan di restoran dan belanja-belanja."
Kebetulan, saya juga baru menyaksikan acara yang menampilkan Ligwina Hananto sang perencana keuangan di televisi. Beliau membahas tentang mengajak pasangan dan juga anak-anak untuk menjadi price-sensitive. Caranya adalah dengan menganalisa kebiasaan spending dan gaya hidup kita. Jika biasanya kita dan keluarga makan di tempat A dengan harga sekian, mungkin di tempat B bisa mendapat makanan yang sama tapi dengan harga yang lebih murah. Diharapkan dari situ, kita bisa menyadari apakah selama ini gaya kita "sok kaya" hihihi, atau apakah gaya hidup dan pengeluaran kita sudah sesuai dengan pendapatan kita.
Berkat bahasan ini, saya terinspirasi untuk menelaah kembali kebiasaan spending kami saat weekend. Karena seperti Ligwina bilang, mahal-murah itu relatif. Pilihan untuk menghabiskan uang kita dengan cara apa ada di tangan kita sendiri. Terlebih jika dikaitkan dengan mencontohkan kebiasaan spending yang baik pada anak. Tentunya saya ingin agar anak-anak saya kelak bisa menggunakan uangnya dengan bijak.
Selain itu, kami juga merasakan manfaat lain dari "metode" baru kami dalam menyiasati anggaran weekend ini, yaitu bertambahnya kreativitas dalam mencari kegiatan yang menyenangkan, bisa memperkaya quality time, sekaligus frugal.
Sharing yuk, Mommies, apa saja kegiatan ‘alternatif’ saat weekend yang bisa saya dan Mommies lain contek? ;)
Share Article
COMMENTS