Akibat penyakit-penyakit menular melalui tangan, 270 juta hari sekolah hilang sia-sia. Belum lagi anak-anak yang meninggal akibat penyakit seperti muntaber dan ISPA (infeksi saluran pernapasan atas).
Lifebuoy sejak lama menaruh perhatian atas kondisi ini dengan mengedukasi masyarakat dalam bidang kebersihan, baik pribadi maupun sanitasi lingkungan melalui Yayasan Unilever Indonesia (YUI) yang berdiri sejak tahun 2000.
Anak-anak merupakan agent of change, karena itu Lifebuoy melalui YUI sejak tahun 2005 menyasar anak-anak dengan membina dokter kecil di sekolah-sekolah. Melalui dokter-dokter kecil, perilaku sehat atau program hidup bersih dan sehat bisa tersebar. Anak-anak biasanya lebih menurut diberitahu temannya ketimbang oleh orangtuanya. Orangtua juga akan lebih memperhatikan *jleb* saat 'diajari' oleh anak.
*gambar dari sini
Beberapa dokter kecil yang diajak berbagi pengalaman mengajarkan pola hidup bersih pada teman-teman sekolahnya, sih, banyak yang curcol kalau ternyata saat mengedukasi kawannya mereka sering dibilang sok tahu dan sok pintar :D. Tapi ternyata apa yang diajarkan tetap nancep, lho. Coba bandingkan saja kalau kita orangtuanya yang bawel setiap hari mengingatkan. Pasti cuma masuk kuping kiri keluar kuping kanan.
Sebagai bagian dari peringatan Hari Anak Nasional 2013, masih seperti dua tahun belakangan ini, Lifebuoy menyosialisasikan G21H, yaitu Gerakan 21 Hari untuk hidup bersih dan sehat. Mengapa harus 21 hari? Karena berdasarkan penelitian, untuk menanamkan suatu aktivitas menjadi kebiasaan sehingga berdampak pada perubahan perilaku, aktivitas tersebut harus dilakukan selama tiga minggu atau 21 hari berturut-turut tanpa terputus.
Selain kampanye cara cuci tangan yang benar - hayoo, sudah pada hafal belum cara cuci tangan yang benar yang sudah pernah ditulis di Mommiesdaily? - ada lima saat penting dimana cuci tangan wajib dilakukan, yaitu:
Setelah beberapa waktu menjalankan kampanye ini, dari survei lanjutan di Jawa Timur didapat bahwa terjadi penurunan sebesar 47% untuk penyakit pencernaan dan 42% untuk penyakit ISPA pada anak-anak. Angka absensi juga dapat diturunkan menjadi 42%. Bayangkan apa yang terjadi bila kampanye ini dilakukan dalam kurun waktu yang lebih lama dan dapat menjangkau ke daerah-daerah yang lebih terpencil. Angka-angka ini bukan tidak mungkin akan meningkat.
Yang perlu dilakukan kemudian adalah menjaga konsistensi pelaksanaannya. Jangan hanya waktu seru-serunya kampanye saja ingat cara cuci tangan yang benar dan kapan harus cuci tangan, tapi saat kampanye berlalu kebiasaan tersebut ikut menguap.
Yuk, tularkan kebiasaan baik ini dalam keluarga, dan ajarkan anak untuk menularkannya ke lingkungan mereka, teman bermain, teman sekolah, atau siapa saja. Semoga dengan makin banyak yang mengadopsi kebiasaan ini, makin banyak yang (mungkin) bertanya dan mendapat penjelasan tentang pentingnya kebersihan yang bisa dimulai dari cuci tangan yang benar, makin sedikit anak-anak yang terkena penyakit muntaber dan ISPA. Waktu belajar, waktu bermain, dan waktu bersosialisasi tidak terpotong sakit sehingga anak bisa mendapatkan lebih banyak pengalaman untuk bekal hidupnya kelak.