Tentang MPASI

MPASI

miunds・12 Jul 2013

detail-thumb

Di bulan yang ke-6 hidupnya, anak saya dihadapkan pada dua perubahan besar.  Pertama, mulai mencoba MPASI setelah sebelumnya hanya minum ASI eksklusif (hore!), dan kedua adalah mencoba tidur sendiri di kamarnya. Keduanya cukup drastis, memang, namun harus dilakukan cepat atau lambat, bukan?  So here’s a part of my diary regarding the big changes.

  • Shera sedang ada di fase mudah teralih perhatiannya.  Jadi acara makan harus selalu diadakan dalam kondisi ruangan yang tenang, tanpa ada televisi menyala dan tanpa ada faktor-faktor pengalih perhatian lain seperti mainannya dan lain sebagainya.
  • Karena saya ingin Shera mengenal apa yang sedang dimakannya, walau disuapi dengan versi yang sudah dihaluskan, saya membiarkannya memegang pisang (tentu sudah dikupas) atau melon yang terdapat dalam campuran makanannya.  Kombinasi makan puree dan memegang buah ini terbukti membuat Shera lebih tertarik kepada makanannya ketimbang jika bila disuapi dia tak memegang apa-apa.  Mungkin ini jawaban bagi saya yang belum terlalu berani menerapkan baby-led weaning secara total.
  • A mess must happen.  Sebagai orang yang amat ingin anaknya tertib (siapalah yang enggak ya), membiasakan anak untuk tak berantakan saat makan itu adalah hal utama yang saya lakukan.  Tapi saya jadi sadar bahwa ‘berantakan’ adalah kata yang sepaket dengan MPASI.  Jadi, kalau awalnya saya agak tegang dalam memberi makan Shera, kini lebih santai dan mulai enjoy dengan ‘kekacauan’ yang dibuatnya.  Mulut belepotan dan meja tertumpah makanan yang dulu menjadi ketakutan saya, kini sudah bisa saya terima.  Siapa sangka ternyata hal-hal serupa ini bagi sebagian orang butuh kesiapan mental untuk dihadapi.
  • Ya, itulah catatan kecil saya di hari-hari pertama Shera MPASI. Ada satu hal yang membuat saya agak patah hati sejak proses MPASI ini dimulai adalah frekuensi menyusu Shera yang agak menurun.  Hal ini sih sudah diperingatkan oleh DSA-nya, dan menurut sang dokter, ini normal.  Tapi sebagai ibu yang suka terlalu sentimentil, hal ini tak urung membuat saya beberapa hari mellow juga.  Waduh, gimana kalau tiba saatnya menyapih nanti ya?  Nggak mau ngebayangin dulu ah!