Beranjak dari kekhawatiran akan minimnya tayangan televisi yang berkualitas untuk anak, Rinso menyeleksi artikel-artikel kiriman Mommies yang ikut serta dalam kompetisi Cerita di Balik Noda 2 untuk dijadikan tayangan setiap hari Sabtu jam 9:30 di Global TV. Masih seperti tahun sebelumnya, Rinso tetap mengusung 'Berani Kotor itu Baik' sebagai kampanye bahwa noda pada baju bisa jadi bagian dari proses belajar anak. Kebanyakan ibu, termasuk saya tentunya *sigh* akan secara refleks melarang anak mengotori baju, padahal kegiatan yang dilakukan bisa jadi jauh lebih bermanfaat dan kaya pengalaman daripada nilai si baju yang kotor.
"Kali ini ada, "13 episode Cerita di Balik Noda 2 yang sarat akan pesan moral kami dedikasikan untuk terus menginspirasi lebih banyak keluarga Indonesia. Naskahnya sendiri adalah hasil pilihan kumpulan cerita para ibu Indonesia yang kami percaya membawa nilai-nilai positif yang dapat mendukung perkembangan anak," terang Chris Oey Senior Brand Manager Rinso dalam acara Konferensi Pers “Pentingnya Tayangan Edukatif Untuk Keluarga Indonesia" yang berlangsung di Club XXI Jakarta.
*gambar dari sini
Tayangan audio visual, terutama televisi dan video, merupakan sumber informasi utama dari generasi anak-anak sekarang yang disebut generasi Z (kelahiran 1994-2009). Namun seberapapun bagusnya tayangan, pengawasan dan pendampingan orang tua tetap harus berjalan. Karena bila anak cuma menangkap sepotong bagian dari cerita dan kebetulan bagian yang tidak mendidik, hasilnya jadi di luar yang diharapkan.
Seperti contoh tayangan Rinso yang diputar Sabtu 11 Mei yang lalu, tentang seorang anak berjiwa besar yang selalu kalah bertanding dari temannya yang pandai tapi nakal. Ibu Arul, si anak yang baik, menilai Edo si nakal adalah anak yang baik karena di depannya bersikap sopan. Padahal di sekolah Edo sering mem-bully Arul.Sampai di puncak cerita, karena kenakalannya nekat mengendarai motor, Edo yang masih sekitar kelas 4-5 SD mengalami kecelakaan.
Nah, tanpa pendampingan dari orang tua, menurut psikolog Sani B. Hermawan, pesan yang ditangkap anak bisa salah. Misalnya menangkap bahwa mem-bully teman itu asyik karena si teman bisa menurut disuruh-suruh, atau bahwa mencoba-coba menyetir motor itu nggak apa-apa walau masih belum cukup umur. Padahal sisi lain dari tayangan tersebut lebih banyak yang bisa dipetik moral story-nya, termasuk untuk si ibu. Episode ini mencoba membuka mata ibu bahwa ada kemungkinan di sekolah anak juga mempunyai problem, yang berusaha dia selesaikan sendiri. Ibu perlu memililki radar untuk memantau kondisi seperti ini supaya bisa bertindak sebelum situasi menjadi di luar kendali.
Mbak Sani juga berpesan, sebagus apapun tayangan yang kita ijinkan anak menonton, maksimal waktu tonton yang direkomendasikan adalah dua jam, dengan jeda 30 menit setiap satu jam. Menonton tayangan lebih dari 3 jam dapat menurunkan konsentrasi. Demikian pula dengan game, bermain game terlalu lama tanpa jeda akan membuat anak menjadi anti-sosial dan menutup diri.
Rinso sendiri menargetkan ibu-ibu dengan anak berusia 3 sampai 10 tahun sebagai penonton tayangannya, dan sangat menekankan pendampingan. Jadi memang tayangan tidak hanya untuk anak saja :). Untuk anak balita, mungkin belum bisa menangkap utuh maksud dari suatu tayangan, apalagi moral story-nya. Di usia ini, mereka lebih banyak tertarik pada karakter, bentuk, dan suara atau tarian. Mbak Sani menyarankan orang tua yang mempunyai anak balita untuk menerangkan pada anak dan memancing umpan balik dari anak mengenai lakon mana yang baik dan mana yang jahat, perilaku mana yang baik dan mana yang tidak.
Mommies mempunyai cerita untuk dikirimkan ke Rinso? Program ini masih berlangsung, lho. Tersedia total hadiah 100 juta rupiah untuk 10 cerita terbaik dan stok Rinso untuk satu tahun :D Lumayan, kan? Informasi lebih lanjut dan pengiriman karya ke Facebooknya, ya.