Mungkin mommies sudah familiar dengan yang namanya dana darurat ini. Kali ini mari kita bahas lebih lengkap lagi apa, mengapa dan bagaimana mempersiapkan dana darurat untuk kebutuhan kita.
Pertanyaan pertama yang mungkin ada di benak Mommies adalah, apa sih dana darurat itu? Sesuai judulnya, dana ini disiapkan untuk kebutuhan yang sifatnya darurat. Darurat di sini adalah, kebutuhan yang tidak disangka-sangka datangnya, baik jumlah maupun waktunya. Karena agak sulit memprediksi berapa besar dan waktu dibutuhkannya, maka dana darurat ini perlu disiapkan dari awal dan merupakan tujuan finansial yang skala prioritasnya tinggi.
*gambar dari sini
Contoh kebutuhan dana darurat ini bisa sangat bermacam-macam. Buat yang bekerja dengan status pegawai atau karyawan, memang tidak pernah terpikirkan bahwa perusahaan tempat kita bekerja akan mengalami kebangkrutan atau kepailitan. Tapi kenyataannya, kejadian ini terjadi. Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan multinasional di Indonesia mengalami kerugian, yang menyebabkan perusahaan tersebut harus mem-phk ribuan karyawan. Di sini, dana darurat akan terasa fungsinya.
Apakah hanya pegawai tetap saja yang memerlukan dana darurat? Bagaimana dengan pendapatannya berdasarkan proyek dan tidak tetap? Justru, dengan pendapatan yang tidak tetap setiap bulannya, menyiapkan dana darurat harus semakin disiplin. Bayangkan ketika di bulan-bulan tertentu bisa mendapatkan proyek yang berlimpah, tapi di bulan lain ‘kering’, bagaimana memenuhi kebutuhan kita dalam bulan yang sepi order itu? Akan sangat berbahaya jika kita tidak menyiapkan dana darurat ini.
Dana darurat juga bisa digunakan ketika Mommies membutuhkan dana yang likuid seperti kejadian sakit. Contoh saja, ketika kita harus di rawat rumah sakit, namun proteksi yang diberikan kantor sifatnya reimbursement. Maka, sebelum biaya rumah sakit itu diganti oleh kantor, setidaknya kita memiliki dananya.
Setelah tahu pentingnya dana darurat ini, langkah berikutnya adalah menghitung berapa besar dana darurat yang dibutuhkan. Basisnya adalah pengeluaran bulanan kita (minus investasi ya, karena pada kondisi darurat investasi berhenti dahulu). Jadi komponen yang kita hitung adalah biaya bulanan kita yang mencakup : cicilan bulanan, pengeluaran rutin (makan sehari-hari, biaya transportasi, listrik, air, biaya anak-anak), dan pengeluaran pribadi. Makin besar jumlah anggota keluarga atau orang yang dependant, maka semakin besar pula dana darurat yang kita siapkan:
Klik disini untuk menghitung kebutuhan Dana Darurat
Menyimpan dana darurat ini sebaiknya berlapis. Setidaknya ada 1 (satu) kali pengeluaran bulanan di tabungan supaya benar-benar likuid. Sisanya bisa disimpan merata di produk deposito, reksadana pasar uang, reksadana campuran, dan emas/logam mulia. Contoh kasus: keluarga dengan anggota keluarga ibu bapak dan satu anak, maka dana darurat yang dibutuhkan adalah 9x pengeluaran bulanan. Jika pengeluaran bulanan adalah Rp 5 juta, maka total kebutuhan dana daruratnya adalah Rp 45 juta. Rp 45 juta ini akan dibagi sebesar Rp 5 juta di tabungan, masing-masing Rp 12 juta di deposito, reksadana pasar uang, dan reksadana campuran, sisanya baru dibelikan emas.
Jadi sebenarnya, tidak ada alasan untuk tidak menyiapkan dana darurat, baik yang single maupun yang sudah berkeluarga, yang statusnya pegawai atau bekerja sendiri. Semuanya harus mempersiapkan diri dengan kondisi yang sifatnya tiba-tiba ini. Dan yang paling penting, pastikan dana darurat ini mencukupi kebutuhan kita.
*Penulis, Reliza Arfiani (Icha- @relizakodri) adalah Planer di QM Financial. Icha menyelesaikan S1 di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Indonesia. Kemudian meneruskan S2 di International University of Japan di Niigata, Jepang.