Sejak masuk playgroup, Nadira jadi mengenal konsep sekolah. Ia pun suka bertanya mengenai sekolah orang-orang yang dikenalnya, terutama saya dan suami. Setiap kami pulang dari bandara, suami akan menunjukkan sekolah alias kampusnya yang kami lewati. Begitu juga kalau kami lewat daerah Menteng, tempat suami pernah menempuh pendidikan S2-nya. Melihat dua “sekolah” papanya yang berpenampilan standar gedung di perkotaan, Nadira sama sekali tidak terkesan.
Saya nggak mau kalah dong. Saya cerita, di “sekolah” saya ada rusa, danau, ikan, hutan dan kereta. Wah, Nadira pun terkagum-kagum tiap saya cerita soal “sekolah” saya ini. Seperti bisa ditebak, ia pun menagih, kapan saya akan mengajaknya melihat “sekolah ibu”.
Long weekend lalu, tepatnya pada hari Kamis (22/11), suami mengusulkan agar kami mengajak mama, papa dan adik saya makan siang bareng. Saya pikir, kenapa nggak sekalian menunaikan janji pada Nadira? Apalagi di kampus saya, UI Depok, kan, ada restoran Mang Engking yang terkenal itu. Jadilah saya melakukan reservasi dua hari sebelum hari H.
Langkah ini tepat banget. Soalnya, begitu saya sampai di lokasi, antrean orang yang ingin makan di restoran tersebut lumayan panjang. Jangankan duduk lesehan di gubuk-gubuk, untuk makan di meja saja penuh sekali. Pheewww … lega, deh, saya!
Karena kami terdiri atas lima orang dewasa dan dua anak-anak, kami memutuskan untuk memesan paket menu untuk enam orang yang terdiri atas 2 menu gurame (gurame bakar dan gurame cobek), 2 menu udang (udang bakar madu dan udang goreng), tiga menu sayur (tumis kangkung, karedok dan lalapan), pindang kepala kakap, nasi dan minuman. Nadira dan Langit senang sekali karena mereka bisa melihat ikan-ikan yang hidup di danau di bawah gubuk yang kami tempati. Selain itu, mereka juga berkeliling restoran yang asri itu.
Setelah selesai makan, kami pun memutuskan untuk melihat-lihat rusa yang ada di hutan UI di depan stasiun. Lagi-lagi, Nadira dan Langit tampak gembira menyaksikan rusa-rusa itu. Saya pun sibuk bernostalgia, mengingat masa-masa kuliah jalan dari stasiun ke kampus saya di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), nyaris setiap hari.
Setelah melihat rusa, saya mengusulkan agar kami menuju Danau UI karena anak-anak ingin melihat orang memancing. Benar saja, meski sore itu agak gelap, masih ada beberapa orang yang memancing di danau. Karena lokasi danau yang bersebelahan dengan Balairung, saya pun kembali bernostalgia. Bukan saat saya diterima di UI atau diwisuda, sih. Tapi saya bernostalgia saat saya antre berpanas-panasan di bazaar celana jeans Levi’s reject yang dijual hanya seharga Rp 70 ribu/potong. Sampai bolos kuliah, lho, dulu dan sialnya, ukuran saya sudah habis! :D
Dari Danau UI, kami berkeliling kampus yang sudah tampak manglingi. Benar, deh, banyak sekali perubahan yang membuat saya bengong dan kaget. Ini apa karena saya sudah tua atau sudah terlalu lama nggak main ke kampus, ya? Hihihi …
Suami pun senang sekali berkeliling UI. Maklum, sebagai lulusan Trisakti, mana pernah dia punya pengalaman kuliah di tengah hutan. Yang ada malah hutan beton :)
Sampai sekarang, Nadira terus membicarakan betapa hebatnya “sekolah ibu” kepada siapa pun yang mengajaknya ngobrol. Bagian favoritnya, of course, adalah rusa. Next time, kita ke situ lagi bawa wortel untuk rusa, ya, Nak!