Sorry, we couldn't find any article matching ''
Pengorbanan Atau Pengabdian?
Panggil kami "Mama", "Ibu", "Bunda", "Mami", atau "Mamak". Semuanya terasa sama. Perasaan bahwa kami sudah ditakdirkan menjadi seorang Ibu memang kadang-kadang membawa pengaruh besar bagi diri sendiri. Apalagi untuk kami yang nggak hanya menjalankan peran sebagai seorang ibu bagi anak-anak di rumah, tapi juga menjadi "ibu" untuk diri sendiri saat berada di tempat kerja.
Percaya, deh, menjadi working mom adalah sebuah pilihan. Sedih rasanya saat ada teman atau saudara yang memberikan pernyataan, "Terus, anak lo siapa yang jaga? Kalau gw, mah, sudah nggak tega ninggalin dia sendirian ...." Sepertinya itu lebih mirip ke cons ya, daripada pros, atau bahkan sebuah bentuk dukungan?
Sebagai working mom, saya merasa pilihan kembali bekerja sambil mengasuh si kecil adalah sebuah keputusan yang sudah dipikirkan matang-matang. Karena kebutuhan si kecil yang ekstra, saya harus memikirkan tentang pengasuh, pola asuh, efek, dan lingkungan baru si kecil tanpa saya, ibunya setelah 3 bulan penuh bersama pascamelahirkan.
Manfaatkan moment saat liburan!
Pernah saya berteriak dalam hati, ingin rasanya mendapatkan support penuh dari lingkungan sekitar, terutama sahabat dan kerabat dekat. Tapi kan keadaan nggak selalu seperti yang kita harapkan, ya. Kadang ada yang pro, tapi banyak juga yang mengkhawatirkan kondisi si kecil saat ditinggal bekerja. Untungnya, sebagai part timer, saya nggak terikat dengan jam kerja 9 to 5 seperti layaknya pekerja kebanyakan. Pekerjaan saya sebagai penyiar radio swasta membuat saya lebih fleksibel mengatur waktu bertemu dengan si kecil, termasuk memanfaatkan berbagai momen liburan.
Rutinitas saya mendadak berubah setelah aktif kembali bekerja. Pukul 5 pagi adalah jam pasti saya harus bangun dan memulai aktivitas (sampai saat ini saya belum mendapatkan ART) . Mencuci baju, membersihkan rumah, menyiapkan perlengkapan mandi, menyiram bunga, mensterilkan botol, sampai sarapan pagi semuanya saya lakukan sendiri. Meleset waktu sedikit saja, saya pasti akan kecolongan waktu sarapan yang sebenarnya "sangat penting".
Lalu rutinitas dilanjutkan dengan berangkat ke studio dan siaran. Di kantor, saya rutin memerah ASI dan menyediakan stok ASIP untuk dibawa pulang. Biasanya, saya membawa pulang 200 - 250 ml ASIP setiap hari. Sepulang jam kerja, saya pun segera memberikan Tara waktu khusus untuk menyusui langsung tanpa menggunakan botol lagi; menemaninya bermain sebentar lalu tidur. Begitu seterusnya.
Lalu kapan waktu istirahat saya?
Saya pun menanyakan hal yang sama, dan belum menemukan jawabannya.
Saya mencoba tidur saat Tara juga tidur. Tapi yang namanya rumah, ya, adaaa saja yang musti dikerjakan. Alhasil, saya baru bisa tidur di atas pukul 9 malam saat Tara juga sudah mulai tidur panjang. Saya bahkan nggak berani membayangkan seperti apa rasanya teman teman yang harus bekerja dan datang saat si kecilnya sudah tidur, dan berangkat saat si kecilnya belum bangun. Oh, teman ... sungguh pengorbanan yang luar biasa!
Kalau sudah begini, yang kami butuhkan hanya dukungan dari keluarga terdekat dan sahabat yang membuat kami tetap semangat menjalani hari. Beda tipis kok, antara pengorbanan dan pengabdian. Yang jelas, pilihan menjadi working mom ini adalah cara kami untuk tetap mengasihi si kecil yang harus kami jalani sesuai dengan keadaan. Dengan tujuan yang tetap sama, mengasihi.
Dengan rutinitas yang tiada akhir ini, nggak heran kalau kita, wanita layak mendapatkan predikat sebagai "Super Mom"!
Share Article
COMMENTS