Namanya Alwani. Alwani Hamad lengkapnya. Badannya lumayan besar, dengan rambut keriting yang tipis. Orang Jawa tulen yang slow dan nrimo, dalam berbagai aspek. Bicaranya, sih, pelan, tapi kalau sudah tertawa keras bener, ya. Ngakaknya parah. Juga ngoroknya.
Kami adalah rekan sekantor sejak tujuh tahun yang lalu. Tapi saya baru mengenalnya dua tahun kemudian. Sekarang, setelah empat tahun menikah, kami berhasil menambahkan (atau kebobolan ya? You name it) lima kg tambahan ke timbangan berat badannya dan juga empat kg untuk saya. Dan punya Sophie, batita kesayangan kami berdua.
Di awal-awal menikah kami diberi nasihat tetua keluarga kami, bahwa dalam pernikahan selalu akan ada ujian. Dan ujian tersebut seringkali datang dalam bentuk negasi dari apa yang paling kami cintai. Nasihat tersebut benar terbukti pada kami. Kami yang amat menyukai kebersamaan, yang memiliki bahasa cinta sentuhan, ternyata harus menjalani babak keluarga kocar-kacir. Dia di mana, saya juga entah di mana. Long distance love. LDL.
Kami menikah akhir Juli 2008. Pertengahan Oktober 2008 dia berangkat ke Bangkok. September 2010 saya dan Sophie pindah ke Surabaya. Oktober 2010 dia pulang ke Purwokerto. Juni 2011 Sophie boyongan ke Purwokerto. Saya masih di Surabaya, sampai sekarang. Membaca ini saja sudah capek, ya? Semoga tidak :)
Selama empat tahun ini saya belajar bahwa Allah memberikan ujian itu, ya, sesuai dengan kemampuan kita. Kalaupun terlalu berat untuk dihadapi sendiri, Allah pasti memberikan pendukung yang memadai buat kita agar bisa menjalaninya. Nah, dia itu adalah pendukung saya dalam menjalani LDL ini. Dia menguatkan saya. Saya yang ketika bersamanya adalah si manja yang pengen disayang-sayang melulu laksana princess ini ternyata bisa survive ketika berjauhan.
Dia tidak hanya membantu saya survive dalam tempaan jarak itu, tapi juga menstimulasi saya untuk tumbuh.
Beberapa hari ini saya membaca kembali rekaman LDL kami, di kotak masuk email dan chat facebook saya. Saya merasakan benar pertumbuhan tersebut. Dari yang menye-menye level kronis saat itu menjadi sedikit menye-menye saja saat ini. Terharu. Dan bersyukur.
Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke-31. Di hari yang spesial ini, ijinkan saya berbagi satu rahasia kecil. Saya tidak pernah menuliskan namanya di phonebook HP saya. Jangan tanya apa alasannya, saya juga tidak tahu.
It was started with HiM. Ya, dengan ejaan alay seperti itu. Menjelang menikah saya ubah menjadi Mas Sayang. Kemudian setelah hamil Sophie, berubah lagi jadi Papa Sayang. Sampai sekarang.
Panggilan ini juga berlaku untuk komunikasi lisan kami. Sebelum menikah saya memanggilnya dengan panggilan Mas. Setelah menikah panggilannya berubah jadi Sayang. Setelah hamil sampai sekarang saya memanggilnya dengan Papa atau Sayang, kondisional saja. Tapi entah kenapa saya tidak bisa memanggilnya dengan Mas lagi saat ini. Rasanya aneh di mulut dan telinga saya.
Saya tahu, dia pasti malu semi sebal saya menuliskan ini semua. Tapi hey, sekarang ini ulang tahunnya. Sekali dalam setahun, tentu saja dia harus merelakan dirinya di-bully. Oleh istrinya :)
Robbie Williams dan Guy Chamber pernah mengatakan bahwa seseorang itu spesial ketika ia tidak menyadari kualitasnya. Begitulah posisinya dalam hidup saya.
Dirgahayu, Sayang. Doa terbaik untukmu.
PS: God’s Better People adalah salah satu lagu favorit saya. Ini dia bagian yang membuat saya klepek-klepek: You are one of God’s better people. And you don’t know it, that’s why you are so special.
*thumbnail dari sini