Setelah masa kehamilan mencapai puncaknya, tentu para ibu sudah mempersiapkan diri untuk menyambut si jabang bayi. Tentunya banyak yang deg-degan, ya, mau yang pertama atau yang kedua, sensasinya hampir sama. Saat-saat itulah Mommies mulai memilih apakah akan melakukan kelahiran secara normal atau dengan metode caesar. Sudah mendekati waktu persalinan semakin sering mampir ke ITC dan mal.
Sama halnya saya dan suami ketika menyambut anak kedua, meskipun ada rasa deg-degan dan rasa takut tapi rasa percaya diri saya melebihi semua ketakutan. Ilmu hypnobirthing sudah saya ulang sejak kehamilan pertama. Kebetulan saya hanya ikutan seminar hypnobirthing Ibu Lanny Kuswandi tapi mendalami dengan buku karangan Mbak Evariny Andriana, CHt, buku yang dibeli suami pada usia bulan ke-6 kehamilan anak pertama sebagai support suami untuk saya agar dapat melakukan kelahiran secara normal (VB atau Vaginal Birth) dengan tenang.
Dari awal kehamilan anak kedua, kami telah mempersiapkan diri untuk melakukan kelahiran dalam air (waterbirth). Kebetulan dokter yang melakukan ada di rumah sakit di Jakarta. Untuk lokasi rumah sakit kami memilih di Jakarta Pusat dengan asumsi tinggal naik bajaj atau taksi dari kantor saya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama 9 bulan kehamilan dan tidak jauh dari rumah mertua yang berada di bilangan Mampang Prapatan.
Untuk keperluan si bayi, karena kesibukan di kantor dan anjuran suami yang mengatakan nanti saja kalau sudah cuti belanjanya, jujur saja saya baru membeli beberapa pasang baju dan kebetulan karena ada acara diskon toko bayi saya berkesempatan memborong pakaian bayi untuk keluar RS dan nursing bra. Saya menunda sampai datang cuti, tapi sudah mulai browsing clodi di OLS. Selain itu, kami memakai perlengkapan bayi si Sulung dan perabotan ASI yang Alhamdulillah masih bagus.
Kedua kehamilan saya tidak terlalu merepotkan, meski diselingi bleeding atau sakit, tapi Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Hanya mengingat umur saya yang tak selincah waktu kehamilan pertama (ternyata hamil di usia 20-an dan 30-an itu berbeda jauh rasanya), maka saya sering merasakan kelelahan.
Karena sudah merasa kelelahan bekerja, dan saya ingin fokus memerhatikan si sulung sebulan sebelum anak saya lahir (jatah cuti dari kantor adalah 1 bulan sebelum melahirkan sampai 2 bulan setelah melahirkan). Ternyata kantor saya meminta cuti saya di-postponed seminggu agar dapat membantu dinas di luar kota. Saya pikir apa salahnya toh yang berkerja adalah pikiran saya. Saya pikir pas kehamilan pertama saya sudah mencapai akhir minggu ke-40, bahkan sudah disiapkan untuk dilakukan induksi, dan tindakan operasi (meskipun akhirnya lahir dengan VB tanpa induksi), sehingga tidak ada salahnya saya jalan-jalan supaya lebih cepat prosesnya untuk kelahiran kedua ini. Ternyata fisik saya merasakan sedikit kelelahan, dibandingkan waktu kehamilan pertama saya masih bisa keliling Plasa Semanggi seharian dan sendiri, sehari jelang kelahiran.
Sebenarnya karena proses kelahiran anak pertama hanya memakan waktu 4 jam 15 menit saja, jadi sesuai hasil bacaan saya, kemungkinan untuk yang selanjutnya hanya akan memakan setengah dari waktu proses sebelumnya, jadi asumsi saya 2 minggu sebelum due date saya akan tinggal di rumah mertua, yang dekat dengan rumah sakit. Setelah kembali dari dinas, saya melakukan perawatan ibu hamil dan pulang ke Bogor, rumah orangtua berada dan dan si sulung.
Ternyata, apa yang kami perkirakan tidak terjadi secara mulus.
Sehari setelah saya sampai di Bogor, saya bermain dengan anak saya. Pada malam hari anak saya tidak mau tidur, dan kebetulan ayahnya berada di rumah mertua, jadi saya dan kakek neneknya yang menggendong anak umur 3 tahun agar bisa tidur. Sampai jam 12 malam tanggal 19 April 2011, anak saya menyanyikan suatu lagu yang liriknya dia ciptakan sendiri: “Adikku saya janganlah menangis, ayah jangan biarkan adikku ditangkap pencuri”. (lagu ini sempat saya rekam dengan video HP, saya dan suami berpikir gara-gara lagu ini adiknya langsung ingin keluar hihihihi).
Lalu kami pun tertidur pukul 12 malam.
Tepat pukul 02.00 dinihari 20 April 2011, saya merasakan keinginan kuat untuk buang air kecil, seperti mengompol tak tertahan kan. Waktu saya ke kamar mandi, air keluar dengan derasnya, bahkan gak bisa saya hentikan. Saya curiga ketuban saya pecah. Lalu saya bangunkan ibu saya untuk memberitahu dan saya minta pertolongan bapak saya untuk memanggilkan taksi yang dapat mengantar saya dari Bogor ke Jakarta. Orang tua saya sempat menyarankan untuk masuk rumah sakit di Bogor saja, tapi dengan asumsi lamanya proses kelahiran pertama saya antara bukaan kedua dan proses mengejan cukup yakin bisa mencapai Jakarta dalam waktu kurang dari 2 jam.
Taksi yang mengantar kami langsung mengebut di Jagorawi, bahkan uang kembalian tol Rp50.000 saya katakan tidak usah diambil hihihihi. Sebelum berangkat saya sudah menghubungi rumah sakit tujuan untuk mempersiapkan proses water birth lalu menghubungi suami agar langsung ketemu di rumah sakit (dan di mana dia sempat shock) tak lupa membawa kamera untuk mengabadikan momen (tetap ingin eksis).
Dalam taksi ibu saya hanya bisa berdzikir karena begitu paniknya, saya mulai menerapkan teknik hypnobirthing yang saya ketahui. Alhamdulillah, sungguh membantu mengatasi rasa sakit kontraksi yang sudah per 5 menit, hanya dengan menatap lambang taksi di belakang kepala sang pengemudi dan mengucap doa-doa, karena teknik hypnobirthing yang utama adalah menetapkan suatu fokus. Setiap 5 menit saya mencoba fokus dan mulai mengalihkan rasa sakit. Berhasil!
Pengalihan lainnya adalah saya meng-update staus Facebook dan Twitter saya sepanjang perjalanan, cukup manjur, lho.
Namun ketika masuk tol dalam kota, saya sudah mulai merasakan sensasi ingin mengejan. Saya hanya berpikir di lampu merah perempatan Kuningan apa saya harus mutar balik ke RS di depan Gedung Smesco atau jalan terus ke daerah Menteng. Saya putuskan jalan terus sambil mencoba menahan bayi yang seperti mau keluar. Ketika tiba di rumah sakit bersalin, saya berjalan sendiri di lorong sampai suami saya sadar saya lagi sedikit kesakitan di belakangnya yang sedang mengurus administrasi. Lalu para perawat sempat tidak percaya kalau saya tinggal mengejan. Benar, ketika dilakukan pemerikasaan dalam, saya sudah bukaan sepuluh.
Langsung saya dilarikan (dalam arti harfiah, perawat-perawat itu berlari-lari haha) masuk ke ruangan bersalin, dokter saya datang dengan baju tidur dan rambut acak-acakan. Dengan lima kali percobaan mengejan (saya selalu lupa bagaimana mengejan), anak kami lahir tepat pukul 03.20. Prosesnya hanya memakan 1 jam 20 menit.
Pahlawan saya adalah pengemudi taksi yang meski menyetir di atas ambang kecepatan namun tetap dapat membawa saya dengan selamat sampai ke tempat tujuan.
O, ya gara-gara tidak memprediksi kelahiran ini, sampai pagi hari saya tidak punya baju ganti sama sekali karena belum persiapan sama sekali. Saya bersyukur, ketika harus menghadapi dalam perjalanan sendirian, saya masih diberikan pikiran jernih dan tidak panik. Mungkin ini karena hypnobirthing.
Saya hanya bisa mengatakan bahwa saya itu beruntung karena masih dilindungi Tuhan. Alhamdulillah anak saya dan saya pun masih selamat, Tuhan Maha Pemurah masih memberikan kemudahan dalam perjalanan saya ke RS. Sesungguhnya saya kapok, dan tidak akan mengulang ke-pede-an yang sama. Lalu karena singkatnya waktu persalinan, proses waterbirth pun tidak jadi dilakukan. Yang penting sudah lahir dengan selamat dan melakukan IMD, ya, kan?
Maghali Syifa Retnowardhani - 20 April 2011
Mengenai perlengkapan bayi yang belum terbeli? Akhirnya saya mengandalkan OLS setelah keluar dari RS sembari menyusui sampai memesan banyak clodi, technology helps :).
Sepertinya untuk kelahiran anak ketiga, saya akan menginap di hotel sebelah rumah sakit pilihan saja. Bagaimana persiapan kelahiran Mommies?