Baru-baru ini dunia dikejutkan dengan wabah E.Coli yang melanda Eropa, terutama di Jerman. Hingga saat ini tercatat sudah lebih dari 35 orang yang meninggal dunia dan angka ini dikhawatirkan akan terus bertambah. Sebenarnya, apa, sih, E.coli itu? E.coli adalah bakteri yang sebenarnya secara umum tidak membahayakan manusia dan biasa ditemukan di salurah pencernaan manusia serta hewan ternak. Namun, terdapat E.Coli dengan strain tertentu yang dapat menyebabkan penyakit, hingga kematian. E.coli jenis ini kerap ditemukan pada daging sapi, buah-buahan, sayuran, dan air.
Lalu, perlukah kita yang tingal di Indonesia merasa khawatir dan ikut waspada terhadap wabah bakteri berbahaya yang terjadi di belahan dunia lain, seperti wabah E.coli ini? Kekhawatiran memang sangat wajar. Namun kekhawatiran tanpa kewaspadaan dan pengetahuan yang cukup tentang bakteri malah bisa menimbulkan keresahan berlebihan.
Harus diingat, bakteri berbahaya (patogen) yang menempel pada daging sapi, buah-buahan, dan sayuran umumnya dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama. Itulah sebabnya, Indonesia yang mengimpor produk pangan dari berbagai penjuru dunia perlu waspada terhadap penyebaran wabah bakteri berbahaya melalui daging sapi, buah-buahan, dan sayuran yang didatangkan dari negara lain. Selain produk pangan impor, masyarakat juga perlu waspada terhadap seluruh produk pangan karena kontaminasi bakteri berbahaya juga dapat terjadi dalam produk pangan nasional.
Mari Waspada Cemaran Bakteri Pada Produk Pangan!
Cemaran bakteri berbahaya terhadap buah-buahan dan sayuran umumnya berasal dari air yang tercemar limbah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. Tingkatan risiko cemaran menjadi lebih besar pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Artinya, tanaman semacam kubis, selada, kembang kol, dan brokoli perlu diberikan kewaspadaan lebih.
Selain E.coli, terdapat berbagai jenis bakteri yang juga kerap ditemukan dalam produk buah dan sayur, seperti Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes yang juga mencemari buah dan sayur melalui tanah.
Cemaran bakteri berbahaya pada daging unggas, ternak, dan ikan dapat disebabkan oleh perubahan dalam daging itu sendiri (faktor internal) maupun oleh faktor lingkungan (eksternal).
Kondisi sarana peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis, misalnya, memungkinkan bakteri berbahaya pada lingkungan untuk masuk ke dalam produk daging. Proses pengolahan daging yang cukup lama juga memungkinkan terjadinya cemaran bakteri berbahaya pada produk olahan. Pada produk ikan, kondisi perairan yang telah terkontaminasi bakteri juga dapat menjadi sumber cemaran.
Bakteri berbahaya yang paling sering ditemukan dalam produk daging olahan adalah Salmonela, seperti Salmonela enteritidis dan Salmonela aureus, yang mampu memproduksi enterotoksin yang tahan terhadap panas sehingga dapat tetap hidup meskipun produk telah dimasak. Sementara pada produk ikan dari perairan pantai, bakteri yang sering ditemui adalah Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, dan V. Cholerae yang dapat menular pada saat transportasi maupun pemasaran produk.
Tidak seperti cemaran bakteri berbahaya pada produk buah-buahan dan sayuran yang tidak kasat mata, produk daging yang tercemar bakteri umumnya berlendir, berjamur, menurun daya simpannya, berbau busuk, dan rasanya tidak enak. Sementara pada produk ikan, tanda-tanda cemaran bakteri adalah adanya lendir di permukaan ikan, insang memudar (pucat, tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan sisik mudah terkelupas.
Produk susu memang adalah produk yang tidak steril dan dapat tercemar bakteri, baik bakteri yang sama sekali tidak berbahaya (nonpatogen) hingga patogen. Maka dari itu, banyak negara—termasuk Indonesia memberlakukan persyaratan keamanan pangan ketat untuk produk susu yang beredar di pasaran. Hal ini untuk memastikan bahwa produk-produk susu benar-benar aman dikonsumsi masyarakat.
Namun, sejumlah bakteri, seperti E.Coli, masih ditemui pada produk susu dan dapat menyebabkan diare pada manusia. Produsen susu umumnya sudah melengkapi kemasan tentang tata cara penyajian, penyiapan dan penyimpanan produk susu, untuk kemanan konsumen. Pasalnya, proses penyimpanan dan penyajian produk susu kurang tepat dapat memungkinkan kontaminasi bakteri ini. Sayangnya, petunjuk-petunjuk tersebut seringkali diabaikan konsumen. Karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dan mengikuti dengan seksama prosedur penyajian produk susu untuk mengurangi resiko kontaminasi bakteri. Sejumlah bakteri lain yang juga kerap ditemui pada produk susu adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp., Staphylococcus aureus, dan Salmonela.
Produk telur juga merupakan produk pangan yang kerap mengalami kontaminasi bakteri. Meskipun secara alami sebenarnya cangkang telur merupakan pencegah yang baik terhadap cemaran bakteri, namun bakteri masih dapat mencemari produk telur dengan cara lain.
Salmonela, misalnya, kerap mencemari produk telur melalui kotoran unggas yang sempat menempel pada cangkang telur. Tanpa pencucian dan pengemasan yang baik, serta pada suhu dan kelembapan tinggi, Salmonela yang sempat menempel dapat bertahan hidup lebih lama.
Bakteri E.coli dan sejumlah bakteri lainnya yang mencemari produk pangan memang berpotensi membahayakan kesehatan kita. Namun, bukan berarti tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi, bahkan meniadakan akibat buruk yang mungkin ditimbulkan. Artikel selanjutnya akan membahas mengenai cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi akibat buruk cemaran bakteri.
Sumber:
http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/652-bahaya-biologis-pada-bahan-pangan
http://www.scribd.com/doc/54318125/Keracunan-Pangan