Saya positif hamil setelah 2 tahun menunggu. Setelah me-review beberapa dokter kandungan, 3 hari setelah melakukan tes kehamilan di rumah, saya memutuskan mencari yang dekat rumah. Saya memilih dr. Chandra Asmuni SPOG di RSB Duren Tiga, ternyata hamilku sudah berjalan 6 minggu. Wah, senangnya!
Agustus 2010
Saya terkena demam tinggi, di saat hamil begini perasaan campur aduk! Diagnosa dokter adalah gejala typhus, bukan main sedihnya saya. Apalagi selama trimester 1 ini saya mual-mual dan membuat jadi susah mau minum obat. Tapi demi anak saya berusaha semangat, apalagi didukung oleh suami dan keluarga.
Singkat cerita, walaupun sempat sakit tapi hasil USG memperlihatkan kalau semua normal dan sehat; jantung normal, posisi dan plasenta bagus. Kata dokter, bayi saya perempuan. Apa pun jenis kelaminnya, saya tetap bersyukur.
Jumat, 26 Nov 2010
Saya mulai merasa tidak enak pada bagian perut. Perut bawahku terasa kencang, tapi karena bayinya bergerak seperti biasa, saya jadi tidak khawatir. “Kecapean saja, mungkin," pikir saya. Menjelang malam, saya merasa ada yang tidak beres. Hati kecil ini tak bisa bohong, bayi perempuan yang saya panggil Mikka sebagai nama kecilnya, tidak bergerak! Saya mulai panik, apalagi karena ini anak pertama. Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pukul 21.00 saya coba mengaji dan terapi musik klasik yang lazim saya lakukan sebelum tidur. Biasanya Mikka menendang seru tapi kali ini tidak. Karena panik, tidur pun gelisah. Tengah malam saya coba 'pancing' Mikka lagi, tapi tetap sama. Saya tetap berpikir positif, mungkin menjelang subuh ada perubahan, karena biasanya di pagi hari tendangannya kencang sekali.
Sabtu Subuh, 27 Nov 2010
Ternyata tidak ada perubahan, saya mulai drop tapi sekaligus berusaha tenang. Terlihat raut muka suami begitu tegang. Sabtu pagi itu memang kebetulan jadwal kontrol ke dokter, saya memutuskan berangkat lebih pagi dari biasanya. Perjalanan ke dokter membuat saya menyiapkan diri untuk yang terburuk , karena sakit perut semakin tidak keruan, dan ada rasa seperti "membatu" di bagian bawah. Saya tetap mencoba mengajak Mikka ngobrol seperti biasa.
Akhirnya tiba giliranku masuk ruangan. Seperti biasa dokter menanyakan kondisi, entah kenapa saya seperti tidak ingin lama-lama. Saya langsung bilang, "Bayinya dari semalam nggak bergerak, Dok." Raut muka dokternya langsung berubah, "Ayo, Tan ... kita langsung USG saja". Biasanya kita ngobrol-ngobrol dulu tapi kali ini tidak. Setelah review USG berkali-kali terlihat sekali dokter cemas dan bertanya pada saya, "Tan, kamu ada jatuh?" Saya mulai deg-degan luar biasa, "Tidak ada, Dok. Tidak ada sesuatu serius terjadi dan semua berjalan normal aja." Dokter pun kembali me-review lagi jantung dan beberapa bagian tubuh lainnya. Dan dr.Chandra langsung berkata pelan, "Innalillahi, sepertinya benar ini sudah berhenti jantungnya, Tan. Sudah tidak berdetak lagi."
Bagai petir di siang bolong, saya tidak bisa menutupi rasa kaget luar biasa saat itu, tapi karena saya tidak mau membuat suami lebih drop lagi, saya berusaha untuk tetap tenang dan mengambil nafas dalam-dalam. Setelah tenang, baru saya bisa berpikir apa langkah selanjutnya. Saya bersyukur punya dokter yang menenangkan hati, setelah saya bisa terlihat menerima apa yang terjadi, dokternya bilang, "Intan dan suami harus iklas ya, kita kembalikan lagi kepada Allah. Apa pun usaha kita tapi kalau sudah kehendak Tuhan, kita tidak bisa apa-apa. Sehebat-hebatnya dokter masih lebih ada lagi yang hebat yaitu Allah. Sekarang kita review dari awal, semua hasil USG bagus, dan hari ini tiba-tiba semua berubah, saya memperkirakan babynya terlilit tali pusat. Tapi akan diobservasi setelah bayi dilahirkan."
Dilahirkan????!!!! Rasanya saya nggak siap, sedih rasanya ... tersayat-sayat tepatnya. Ya Allah, semua terasa begitu cepat. Saya masih mau mengurus bayi saya. Dokter menjelaskan tahap yang akan dilakukan segera yaitu: mengurus kamar, permohonan induksi, pemberian obat kontraksi di vagina, dan persiapan kelahiran.
Induksi??!! Detik ini?? Astagaa ....
Saya sempat bilang ke dokter, "Dok, kalo kasus seperti saya memang masih bisa normal? Kenapa nggak sectio?" Dokternya bilang, "Tan, bayinya sudah tidak ada, buat apa harus 'melukai' perut kamu. Selain itu kamu nanti mau cepat hamil lagi kan?" Oh ya benar juga, pikirku. Akhirnya saya setuju untuk segera dilakukan tindakan, karena bayi yang sudah tidak bernyawa tidak boleh dibiarkan lama di dalam. Tapi kemudian dokter bilang lagi, "Kondisinya bayi sudah tidak ada, kemungkinan prosesnya agak sedikit lebih sulit karena dia tidak bisa mendorong, tapi kita akan usahakan yang terbaik." Huaaaa ... rasanya tambah panik.
Induksi mulai pukul 10.30, setelah suami menandatangani surat ijin induksi. Nah, saat saya dan suami mulai tenang inilah kami menelpon keluarga. Bukan main syoknya mereka, ini cucu pertama yang diharapkan dari kedua keluarga kami. Satu persatu keluarga dan teman berdatangan memberikan dukungan, ternyata lumayan menghilangkan rasa mulas di awal.
Setelah hampir 24 jam menunggu bukaan lengkap, saya dibawa ke ruang bersalin tapi sebelum dokter datang, Mikka sudah tidak sabar untuk keluar. Mengejan 3x dan akhirnya lahirlah Mikka dalam keadaan sungsang. Rasanya saat itu, walaupun teramat pilu, saya lega, berhasil sesuai rencana. Tali pusat Mikka dikeluarkan, ternyata ... Subhanallah ... perkiraan dokter benar, talinya terpilin rapat membentuk tambang, yang mengakibatkan oksigen dan cadangan makanan tidak dapat masuk mencapai Mikka.
Saya namakan dia: Aida Malikka Mahardhika (Anaknya Intan Dan Andre yang seharum bunga dan menjadi penolong orangtuanya). Berat 1 kg, panjang 36 cm. Tanggal 28 November, malaikat mungil yang kami nanti-nanti kehadirannya, pulang ke Rahmatullah.
*Dikirim oleh Intan Octafia (@in_fia)