Broken Home Tak Selalu Tentang Keluarga dengan Orangtua Bercerai

Self

fiaindriokusumo・16 Apr 2019

detail-thumb

A home is not broken when parents separate or divorce. A home is broken when there is an absence of love.

Broken Home Tak Selalu Tentang Keluarga dengan Orangtua Bercerai - Mommies Daily

Seorang teman mengirimkan sebuah image berisi tulisan dari Jeff Brown, penulis Grounded Spirituality melalui DM instagram saya, berbarengan dengan kalimat: Baca tulisan ini aku jadi ingat kamu deh mbak. Kamu yang nggak pernah menganggap anak-anakmu adalah anak-anak broken home meskipun orangtua mereka bercerai.

Membaca pesan dari teman saya itu, kok ya hati saya hangat.

Membaca seluruh tulisan dari Jeff Brown, tanpa bisa ditahan, kepala saya mengangguk-angguk setuju.

Tulisannya seperti ini:

I grew up in a broken home. But not because my parents divorced. It was broken long before, when the love turned to hate. When they finally divorced, there was actually more room to breathe. All the energy that went into managing the breaks, could be channeled into healing. It’s time we re-framed the shaming term, “broken home.” It is riddled with assumption and judgement. And it neglects the fact, that many single-parents held their families together beautifully. And that many seemingly intact families, are deeply broken. Because a home is not broken when parents separate or divorce. A home is broken when there is an absence of love. If there is love, nothing’s broken.

Benar rasanya, kalau ‘arti’ dari broken home itu perlu direvisi. Selama ini, broken home cenderung dikaitkan dengan keluarga yang tak lagi utuh. Keluarga dengan orangtua bercerai. Seberapa sering kita mendengar celotehan-celotehan meremehkan tentang anak dari keluarga broken home yang berkaitan dengan perceraian? Pemakluman bahwa seorang anak tidak tumbuh menjadi anak ‘baik-baik’ karena orangtuanya bercerai? Karena dianggap mereka tidak tumbuh dengan cinta yang cukup dari kedua orangtua?

Rasa-rasanya saya ingin banget menunjukkan betapa banyak orang-orang di sekitar saya yang terbukti bahagia dan sukses walaupun orangtua mereka memutuskan untuk bercerai.

Ingin saya mengingatkan mereka-mereka yang terlalu menilai diri keluarga mereka sempurna hanya karena orangtua mereka tidak bercerai. Bahwa nggak sedikit juga anak-anak yang tumbuh dengan emosi yang kosong, karena menjadi saksi betapa seringnya orangtua mereka bertengkar di hadapan mereka. Karena melihat bahwa nggak ada yang namanya cinta di antara orangtua mereka. Walaupun orangtua mereka terikat dalam sebuah pernikahan dan tidak ada perceraian di dalamnya.

Tulisan dari Jeff Brown ini bisa dibilang pengingat bagi saya …

Pengingat agar saya tak pernah menganggap anak-anak saya adalah anak dari keluarga broken home, karena nyatanya memang tidak. Orangtua mereka berpisah, iya! Tapi tidak ada yang patah di dalamnya.

Karena anak-anak saya tetap mendapat siraman perhatian dan cinta dari ayah dan mamanya.

Karena anak-anak saya sekarang bisa bernapas lega melihat ayah dan mamanya tak lagi sibuk berantem.

Karena anak-anak saya sekarang memiliki quality time bersama ayah dan mamanya.

Karena anak-anak saya bisa bercerita tentang apa pun mengenai masalah mereka tanpa harus melihat apakah mood ayah dan mamanya sedang dalam kondisi tenang? Yes,karena setelah berpisah, mood saya bisa dianggap stabil.

Dan pengingat untuk teman-teman saya yang masih berada di dalam ikatan pernikahan, bahwa tetap menikah bukan berarti mereka tidak akan menciptakan keluarga yang broken home. Status pernikahan menjadi mubazir ketika mereka tidak bisa menghadirkan rasa cinta, kenyamanan, ketenangan bagi seluruh anggota keluarga.

Karena broken home itu adalah rumah tanpa cinta, bukan rumah tanpa orangtua yang lengkap :).