Sorry, we couldn't find any article matching ''
Kekerasan Finansial dalam Perkawinan: Apa yang Harus Anda Ketahui dan Lakukan
Ditulis oleh Prita Hapsari Ghozie, SE, Mcom, GCertFP,CFP®, QWP – Chief Financial Planner ZAP Finance.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud fisik maupun verbal. Namun ada juga kekerasan finansial yang seringkali terjadi dalam kehidupan rumah tangga, yang justru malah paling jarang dibicarakan atau diungkap.
Kultur Indonesia memang membuat korban kekerasan finansial cenderung untuk tidak melapor atau bercerita tentang kejadian yang dialaminya, semata karena ia merasa malu harus membongkar aib rumah tangganya yang berhubungan dengan uang.
Satu hal yang Mommoies perlu perhatikan, pelaku kekerasan finansial biasanya malah mengikutsertakan juga kekerasan verbal dan berujung pada kekerasan fisik juga. Sehingga kekerasan finansial adalah salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang penting untuk diperhatikan, karena bisa memicu lebih lanjut kerusakan emosional dan psikis yang dalam bagi korbannya.
Ada 6 bentuk kekerasan finansial yang patut Mommies tahu. Kekerasan itu antara lain adalah:
Dengan alasan latar belakang pendidikan atau kesempatan yang dimiliki istri lebih baik, maka suami memutuskan untuk tinggal di rumah dan menikmati hasil kerja istri saja. Di Indonesia memang belum terbiasa dengan ‘stay home dad’, namun situasi ini menjadi masalah ketika sang istri juga masih harus menerima kekerasan verbal dari suami dan mungkin malah kekerasan fisik, sementara suami tidak melakukan apapun untuk membantu pekerjaan di rumah.
Hal ini juga berlaku sebaliknya. Demi menunjukkan otoritas dan kekuasaan pada istri, suami tidak membolehkan istri bekerja, namun hanya memberikan uang bulanan yang pas-pasan, sehingga istri merasa takut dan harus bergantung pada penghasilan suami.
Salah satu bentuk kekerasan finansial yang paling nyata adalah tidak memberikan uang belanja atau uang bulanan pada istri. Ada 2 alasannya, yaitu memang karena si suami tidak bekerja, dan yang kedua karena suami memberikan pembatasan terhadap keuangan sehingga keluar masuknya uang harus melalui dirinya. Ini adalah suatu bentuk kontrol yang digunakan oleh suami agar menciptakan ketergantungan pada istri sehingga istri menjadi tergantung dan takut untuk pergi.
Daripada bersikap bertanggungjawab dan mencari pekerjaan, suami justru malah memaksa istri untuk berutang kiri-kanan demi memenuhi kebutuhan finansial dan memilih untuk tidak mau tahu bagaimana cara membayar utang-utang tersebut.
Mungkin Mommies pernah mendengar bahwa terkadang ada seorang Perempuan yang menikah dengan laki-laki yang memiliki status social yang lebih rendah darinya. Dalam pernikahan, memang boleh seorang istri membantu suami dalam hal pengadaan modal. Namun bukan berarti seorang laki-laki boleh memakai uang Istrinya dengan alasan untuk modal usaha namun setiap kali ditagih malah membentak dan memaki.
Satu hal lain yang bisa dikategorikan kekerasan finansial adalah ketika suami yang sama-sama bekerja, namun tidak mau memberi nafkah sama sekali dan tidak mau berbagi dalam hal pengeluaran rumah tangga, dengan alasan pendapatan istri sudah mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Nah apakah yang bisa Mommies lakukan apabila mengalami situasi seperti ini? Tunggu kelanjuan artikel ini minggu depan. Live a beautiful life!
Prita Hapsari Ghozie adalah seorang perencana keuangan independen, penulis buku laris “Cantik, Gaya, & Tetap Kaya” serta “Make It Happen,” pembicara, dosen dan ibu dari 2 orang anak. Sebagai Founder dan Chief Financial Planner di ZAP Finance – sebuah konsultan perencanaan keuangan independen di Indonesia. Berpengalaman lebih dari 8 tahun sebagai perencana keuangan dan didukung latar belakang edukasi di bidang keuangan, Prita memiliki kompetensi untuk memberikan saran dan rekomendasi dalam hal keuangan.
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS