7 Fakta Tentang Hiperemesis Gravidarum, Kondisi Kehamilan yang Bisa Menyebabkan Malnutrisi

New Parents

Mommies Daily・20 Sep 2021

detail-thumb

Ditulis oleh: Nayu Novita

Beberapa ibu hamil mengalami morning sickness yang jauh lebih parah dibandingkan ibu hamil lainnya. Inilah yang dinamakan hiperemesis gravidarum.

Morning sickness alias mual dan muntah selama masa kehamilan adalah hal yang lumrah dialami ibu hamil. Ada yang gejalanya ringan, tetapi cukup banyak juga yang berat dan berlangsung dalam jangka waktu lama. Ada yang bahkan sampai opname lantaran mual dan muntah parah, dan memuntahkan kembali semua makanan. Inilah yang dinamakan hiperemesis gravidarum, yaitu gejala mual dan muntah dengan frekuensi dan intensitas jauh lebih parah daripada morning sickness biasa.

Agar bisa mengenal lebih jauh tentang hiperemesis gravidarum atau hiperemesis, dr Dr. Caroline Hutomo, Sp.OG dari Morula IVF—RSIA Bunda, Jakarta, memaparkan hal-hal yang perlu diketahui tentang jenis gangguan kehamilan yang satu ini.

Baca juga: 4 Masalah Kehamilan yang Sering Terjadi di Trimester Pertama

Hiperemesis gravidarum

 

1. Hiperemesis Gravidarum dialami oleh 1% ibu hamil

Gejala morning sickness berupa mual dan muntah selama masa kehamilan bisa ditemukan pada sekitar 70-80% ibu hamil. Tetapi, hanya 1% dari ibu hamil yang mengalami kondisi hiperemesis. Penderita hiperemesis mengalami gejala mual dan muntah (bisa sampai sepuluh kali dalam sehari!) yang jauh lebih hebat daripada gejala morning sickness biasa.

2. Paling sering terjadi pada usia kehamilan 8-14 minggu

Hiperemesis biasanya terjadi pada trimester awal kehamilan, atau usia kehamilan 8-14 minggu. Gejala hiperemesis bisa mereda secara bertahap ketika usia kehamilan memasuki trimester kedua, meski ada juga yang berlangsung di sepanjang usia kehamilan. Rata-rata penderita hiperemesis memerlukan bantuan obat pereda mual untuk membantu mengendalikan gejala yang dialami.

3. Penyebab hiperemesis gravidarum masih belum diketahui secara pasti

Beberapa penelitian memerkirakan hiperemesis muncul akibat adanya peningkatan kadar hormon kehamilan (beta-HCG) secara drastis. Penelitian lain menyatakan adanya perubahan kadar hormon  seperti estrogen dan progesteron selama kehamilan, dalam terjadinya hiperemesis. Pada kasus yang jarang terjadi, hiperemesis juga bisa dipicu oleh gangguan pada tiroid dan liver.

4. Risiko tinggi alami dehidrasi & malnutrisi

Akibat minimnya asupan makanan dan minuman, penderita hiperemesis biasanya merasa lemah, lesu, dan tidak bisa melakukan aktivitas normal. Penurunan berat badan juga lazim ditemui pada penderita hiperemesis. Terkadang, disertai denyut nadi menjadi lebih cepat, sesak napas, bahkan kehilangan kesadaran. Jika tak tertangani dengan baik, hiperemesis berisiko mengakibatkan malnutrisi dan dehidrasi.

5. Penderita hiperemesi gravidarum terkadang mesti menjalani rawat inap

Gangguan hiperemesis bisa bertambah parah apabila disertai infeksi, misalnya infeksi pada lambung. Kondisi kekurangan asupan makanan dan minuman yang terjadi secara berlarut-larut ini amat berisiko mengganggu pertumbuhan janin, mulai dari keguguran, hambatan pertumbuhan janin, bahkan kematian janin dalam kandungan. Untuk menghindarinya, penderita hiperemesis parah memerlukan perawatan medis lebih lanjut di rumah sakit. Biasanya, akan membaik setelah pemberian cairan elektrolit, vitamin, dan obat melalui selang infus.

6. Hindari makanan berlemak untuk penderita hiperemesis gravidarum

Dalam sejumlah kasus, gejala hiperemesis bisa dikendalikan dengan obat antimual dan obat lambung yang diresepkan oleh dokter. Jika rasa mual sudah berkurang, cobalah makan dalam porsi kecil namun sering. Hindari pula makanan beraroma tajam, asam, pedas, dan santan. Minum air jahe atau air putih hangat terkadang juga membantu mengurangi rasa mual.

7. Dukungan suami dan keluarga amat penting

Gejala hiperemesis bisa mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Akibatnya, ibu hamil yang mengalami hiperemesis juga berisiko mengalami stres dan depresi. Padahal, kondisi stres dan depresi bisa memperparah gejala yang dialami. Karenanya, dukungan dari suami dan keluarga amat penting untuk membantu ibu hamil melalui fase hiperemesis secara lebih nyaman.

Baca juga: Hamil Anggur, Berbahaya, kah?