Cegah Anak Alami Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex

Behavior & Development

adiesty・23 Sep 2021

detail-thumb

Menurut Ibu Elly Risman, faktor paling berpengaruh penyebab Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex tentu saja dari pola asuh orangtua. Pola asuh yang bagaimana?

Pola asuh dari orangtua sangat menentukan karakter dan kepribadian anak dalam perjalanannya menjadi dewasa. Pola asuh orangtua yang baik, tentunya dapat membentuk karakter dan pribadi anak yang baik. Sebaliknya, pola asuh orangtua yang buruk justru akan menjadikan karakter dan pribadi anak buruk juga. Tentunya, setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi pribadi yang baik, dapat diandalkan, serta bertanggungjawab. Namun sayangnya, tidak semua orangtua dan keluarga dapat merasakan hasil yang sama.

Pada beberapa kasus yang terjadi dalam keluarga, anak bisa tumbuh dengan tingkah yang sangat manja dan tidak bertanggungjawab. Anak-anak ini juga tumbuh dengan kurang bisa menjaga diri sendiri, sehingga kerap meminta dilindungi oleh orang lain. Jika anak Mommies berada dalam kondisi seperti ini padahal sudah dilatih untuk mandiri, bisa jadi anak mengalami Peter Pan Syndrome bagi anak laki-laki dan Cinderella Complex bagi anak perempuan. Kedua sindrom ini merupakan gangguan psikologis yang terjadi pada anak akibat adanya kesalahan pola asuh ketika anak masih kecil dan jika dibiarkan dapat berbahaya bagi masa depan anak.

BACA JUGA: Kenali Bahaya Peter Pan Syndrome & Cinderella Complex

peter pan syndrome

Dalam seminar Supermoms Indonesia, Ibu Elly Risman membagikan cara cara mencegah anak mengalami kedua sindrom tersebut. Sekadar mengingatkan, Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex merupakan ketidakmampuan seseorang untuk tumbuh dewasa secara psikologis. Menurut Durand dan Barlow (Intisari Psikologi Abnormal, 2007) orang dengan sindrom seperti ini punya hambatan untuk menjadi dewasa. Secara psikologis, kedewasaan bisa dilihat lewat kemampuan mengambil keputusan, punya identitas diri, bisa berempati, inisiatif, mandiri, bertanggung jawab, dan mampu mengontrol emosi. Pantas saja apabila sindrom ini sering menyebabkan terjadinya perceraian. 

Bagaimana kedua sindrom ini bisa tumbuh pada diri anak-anak?

Menurut Ibu Elly Risman, faktor yang paling berpengaruh tentu saja dari pola asuh orangtua. Orangtua yang selalu melindungi, yang terus membiarkan anak bermanja-manja secara berlebihan sehingga ia terus merasa hidupnya nyaman tanpa beban merupakan pola asuh yang harus kita hindari.

Contoh kasus misalnya anak-anak yang diperlakukan sebagai raja, otomatis akan merasa hidupnya nyaman dan tidak pernah susah. Mau ini itu, bisa langsung didapatkan dan diberikan orangtuanya. Belum lagi zaman sekarang, satu anak biasanya akan punya satu baby sitter. Akibatnya, anak-anak pun tidak belajar tanggung jawab dan tidak siap menerima realita hidup. Hal inilah yang bisa menyebabkan terjadinya peter pan syndrome dan cinderella complex.

Pola asuh yang seperti apa yang sebaiknya orangtua lakukan agar anak terhindar dari dua sindrom ini?

Mulai membiasakan diri dengan melatih anak lewat BMM (Berfikir-Memilih-Mengambil Keputusan). Cara paling mudah, dengan sering mengajukan kalimat tanya sehingga memancing anak untuk berpikir, dan akhirnya punya kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri.

"Bagaimana perasaanmu tentang hal ini?"

"Kira-kira, apa yang kamu perlu lakukan, ya?

"Kalau kamu melakukan hal itu, apa akibatnya?”

Ketika mengajukan pertanyaan, jangan lupa perhatikan intonasi suara. Jangan sampai bernada kasar sehingga bisa menyudutkan anak. Kalau begini, jutsru orangtua bisa dianggap melakukan kekerasan verbal.

Ibu Elly Risman menegaskan, kalau yang dibutuhkan adalah gaya parenting otoritatif, yaitu bisa menyeimbangkan antara ekspektasi, dukungan atau kasih sayang serta keseimbangan logika dan cinta.

Untuk anak laki, Ibu Elly menitik beratkan agar para orangtua tidak terlalu memanjakan, tidak selalu dibela jika melakukan kesalahan, dan tidak selalu menuruti permintaannya. Singkatnya, anak-anak perlu diajarkan menerima kenyataan hidup. Sebagai orangtua tentu perlu melatih diri bagaimana berkomunikasi dengan anak. Selain itu dual parenting merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pengasuhan anak. Jadi bukan hanya istri, namun peran suami sangatlah penting.

Orangtua juga perlu memahami adanya perbedaan struktur otak laki-laki dan perempuan, sehingga cara pengasuhan akan berbeda. Misalnya, dengan memerhatikan teknik berkomunikasi dengan anak.

Ibu Elly Risman menerangkan kalau laki-laki memiliki otak lebih berat 50 gram dibanding perempuan. Sehingga anak laki-laki cenderung lebih rasional, kurang empati dibanding perempuan, dan fokus pada solusi.

Sementara otak perempuan memiliki corpus collosum, yaitu jembatan otak kiri dan otak kanan yang lebih tebal. Sehingga perempuan cenderung lebih emosional, insting lebih tajam dan bisa langsung bertindak cepat meskipun masih berpikir. Hal inilah yang menyebabkan perlunya pendekatan berbeda antara anak laki-laki dengan perempuan.

“Saat bicara sama suami atau anak laki-laki jangan lebih dari 15 kata supaya mereka ingat. Sedangkan kalau istri atau anak perempuan, ngomong bisa berpanjang lebar dan muter-muter lebih dulu,” jelas Ibu Elly.

Poin lain yang  menjadi highlight adalah bagaimana kita bisa menekankan semua aspek perkembangan dan kecerdasan anak.

“Untuk mendidik anak menjadi tangguh tidak hanya menekankan akademis, karena sukses tidak hanya ditentukan oleh IQ, EQ, SQ saja tapi juga AQ. AQ atau Adversity Quotient menunjukkan sejauh mana anak dapat bertahan dalam penderitaan dan dapat mengatasinya dengan baik.”

Ketika anak pergi ke sekolah dan ternyata ada buku pelajaran yang tertinggal di rumah, apa yang akan orangtua lakukan? Langsung mengantarkan buku tersebut ke sekolah atau justru membiarkan saja? Langkah yang tepat tentu saja tidak mengantarkan buku tersebut ke sekolah. Hal ini berguna untuk melatih AQ anak. Dengan kemampuan AQ ini, anak-anak akan berusaha 'deal' dengan tantangan. Kenyataannya banyak orangtua yang salah ambil langkah karena merasa tidak tega.

Ibu Elly Risman juga sempat membahas mengenai inner child.

Karena itu, hal pertama yang harus dilakukan orangtua adalah perlunya healing innerchild pada diri sendiri. Sebagai orangtua, perlu memahami inner child diri sendiri dan pasangannya lebih dulu. Dengan begitu orangtua bisa menjembatani kebutuhan inner child tersebut dan saat mendidikan anak bisa melakukan dual parenting sehingga timbul kesepahaman dan kesepakatan. Setelah bisa berdamai dengan diri sendiri, tentu pola asuh yang dijalankan sebagai orangtua akan lebih baik dan terasa menyenangkan.