"Yah, selesai deh menyusuinya..."

Breastfeeding

Yulia Indriati・26 Aug 2015

detail-thumb

Dari ngobrol-ngobrol sesama busui, menyusui anak kedua biasanya lebih mudah, lebih lancar, terutama jika tidak ada hambatan menyusui yang berkaitan dengan hal medis.

Bagi yang ingin melihat tips praktis dari para ahli tentang masa-masa awal menyusul, termasuk cara “memperbanyak” ASI, cek di siniBalik ke soal menyusui lebih mudah di anak kedua, banyak betulnya dan plus yang saya rasakan menyusui anak kedua adalah: lebih emosional, hahaha. Entah efek dari rencana untuk nggak nambah anak lagi atau memang karena pas menyusui anak kedua lebih menikmati prosesnya. Ada yang merasakan hal yang sama?

Saya baru berhasil menyapih anak kedua setelah menyusu selama 2 tahun 9 bulan. Beda sedikit dengan kakaknya yang dulu menyusu sampai 2 tahun 6 bulan. Padahal prosesnya dimulai di saat yang sama dengan cara yang sama juga. Si kakak dulu mulai disapih saat usia 2 tahun, begitu pun adiknya. Tapi si kakak lebih mudah lepasnya karena selain ASI, kakak juga minum susu UHT secara rutin. Sementara si adik tidak minum susu selain ASI sehingga saat disapih tidak ada "gantinya", walau menyusui tentunya bukan cuma tentang memberi air susu ibu.

cara-alami-turunkan-berat-badan-saat-menyusui-ZegR5yQQRi

*Gambar dari sini

Waktu memulai menyapih si adik, November 2014, kami pikir prosesnya akan kurang lebih sama yaitu setiap hari diberitahu bahwa ia akan segera berhenti menyusu karena sudah besar dan nanti akan tetap peluk-peluk sepanjang malam walau tidak menyusu. Tentunya dia setuju-setuju saja, sering mengangguk atau bilang iya. Sampai akhirnya memasuki tahap pertama yaitu: tidak menyusu saat pergi-pergi.

Oiya, kami percaya pada proses, tak terkecuali soal menyapih ini, jadi kami terapkan tahapan dengan harapan prosesnya memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan buat semua yang terlibat (bapaknya, kakaknya, pengasuh dan saya sendiri, dan tentunya si adik yang mengalaminya).

Jadilah tahap pertama tidak menyusu saat pergi-pergi. Setelah kompakan dengan pengasuh yang aktif mengajak main selama di jalan saat saya menyetir kendaraan, akhirnya si adik paham kalau di perjalanan atau berpergian ke suatu tempat maka dia tidak akan menyusu. Keinginannya untuk menyusu dialihkan dengan minum air putih, atau makan bekal yang ada, bernyanyi, bermain, baca buku bareng-bareng. Intinya: saya salut dengan kreativitas dan kesabaran pengasuh anak saya, hahaha.

Setelah mendekati usia 2 tahun 6 bulan, di mana cara memberitahu tiap hari (walau kadang suka lupa juga :p) dan tidak menyusu saat pergi-pergi, tanda-tanda anaknya mau berhenti menyusu belum kelihatan, kadang-kadang malah terasa makin semangat aja ini menyusunya. Sampai kapan nih begini?

Di halaman selanjutnya, saya berbagi tips suksesnya (cieee tips sukses)

Yak betul, sampai ibunya tega aja menegaskan tidak boleh menyusu tanpa marah dan pemaksaan. Jadi yang dibutuhkan adalah kesabaran seluas samudera untuk menghadapi kekesalannya tidak boleh menyusu.

Suatu malam saya bilang sama suami saya: Let’s do it. Setelah bertanya ke sana ke mari dan rata-rata jawabannya sama: beratnya adalah di 2 hari pertama saja. Di mana dia akan struggling mencari kenyamanan lain menjelang tidur setelah biasanya didapat dari menyusu. Ok, mari lakukan.

Setelah diberitahu beberapa kali bahwa ia akan berhenti menyusu, dia setuju saja sampai akhirnya malam itu tiba. Waktunya jam tidur. Sempat menangis agak heboh, tapi akhirnya solusi yang paling manjur: bobo sambil digendong dan dinyanyikan lagu dengan suara pelan.

Dari yang biasanya tidur jam 9 malam, hari itu ia tidur jam 1 malam, antara kelelahan dan ngantuk yang sudah tidak bisa ditahan. Saya ikut ketiduran juga akhirnya walau pas bangun pagi rasanya capek banget, selain karena begadang, menggendong (yang bergantian dengan suami), juga mungkin karena cemas dan tidak tega. Huhuhu begini ya rasanya.

toddler-sleep

*Gambar dari sini

Bangun pagi, anak saya bangun lebih siang dari biasanya. Saat bangun dengan segar, kami semua memberinya selamat telah melewati malam pertama tanpa menyusu dengan baik. Ada perayaan kecil-kecilan, makan pagi seru-seruan bersama, kebetulan hari itu Sabtu pagi, jadi kami berkumpul, tidak ada yang kerja maupun sekolah. Hal ini recommended deh, memulai menyapih di hari yang besoknya kita semua libur supaya tidak kelelahan dan bisa bersama saat bangun pagi.

Malam kedua kurang lebih sama dengan malam pertama, alias sama beratnya, hehehe. Tapi berkat usaha suami yang luar biasa menenangkan anak, ngajak main, gendong sana-sini, akhirnya dia tidur juga, masih lewat tengah malam. Apresiasi kecil-kecilan kembali kami berikan di pagi hari saat ia bangun dan berhasil melewati sepanjang malam tanpa menyusu.

Hari ke tiga, lebih mendingan sedikit, jam 10.00 sudah pulas dengan bantuan sedia air putih dekat tempat tidur agar bisa mudah mendapat minum setelah sebelumnya langsung nyelonong minum ASI.

Hari ke empat, mulai terasa “keberhasilan” metode menyapih dengan kasih ini (weaning with love), “drama” berkurang dan dia mulai bikin pola sendiri yaitu: bolak-balik minta minum sebelum tidur dan gegulingan di kasur sepuasnya.

Mulai hari ke lima sampai 1 minggu, proses menyapih sepertinya sudah final, karena ia sudah tidak minta menyusu lagi, tapi minta tidur dekat-dekat saya terutama bagian dada, jadi nemplok kayak kangguru.

“Akhirnya lewat juga masa sulit lepasnya.” Kata suami. Saya bilang, “Iya, tapi aku sedih nih.” "Anaknya nggak apa-apa kok", balas suami saya.

Memang betul anaknya sudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, tapi saya baru sadar bahwa berpisah dengan masa menyusui yang belum tentu akan saya alami lagi.

Dari menyusui saya belajar banyak hal: terutama mengenal diri saya dengan lebih baik melalui kesabaran, ketertiban jam pergi dan pulang saat meninggalkan anak, mengenal dan mempercayai anak, menikmati kedekatan yang hanya bisa kami berdua yang merasakan, dll. Karena itu saya selalu percaya menyusui itu lebih dari sekadar memberi ASI, tapi memberi banyak pengalaman lain yang berarti.

Selamat menikmati menyusui bagi keluarga yang masih menjalani :)