Kakak-Adik Kok Beda Banget?

Self

Yulia Indriati・03 Jun 2015

detail-thumb

Hal yang cukup menjadi ‘PR’ saat saya punya 2 anak adalah, bagaimana caranya supaya saya tidak mudah untuk membanding-bandingkan antara mereka berdua.

Banyak orang yang bilang, anak itu unik, nggak bisa disamakan. Benar. Walau kalau dalam hal tahap perkembangan, tentunya ada standarnya, misal pada usia tertentu, anak sudah bisa melakukan sesuatu yang sesuai untuk usianya.

c4ce9cb62dd38de5948f2d658dbabc44

*Gambar dari sini

Setelah bicara dengan psikolog, ternyata salah satu hal yang dimaksud dengan unik adalah temperamen, yang memang bawaan dari lahir. Temperamen berbeda dengan attitude atau karakter yang bisa dibentuk. Jadi, memang ada anak yang temperamennya kalem, ada yang mudah terusik, dsb, dan sudah terlihat sejak lahir.

Nah, pengalaman saya (sekaligus curcol :p) adalah ternyata bener ya anak itu beda-beda temperamennya.

Jadi, saya masih newbie nih jadi orangtua untuk 2 anak. Anak saya yang besar sekarang usianya 6,5 tahun dan adiknya usia 2 tahun 3 bulan. Sudah lumayan besar sebenarnya dan saya sudah mulai sering tanpa sadar membandingkan, padahal nggak boleh ya. Hehe.

Kalau dari segi pengasuhan tentunya dua-duanya tidak dibedakan, pola-pola sehari-hari sejak kecil juga disamakan. Kakak dan adik sama-sama dapat ASI, makanan sehari-hari diwajibkan makan yang disediakan tanpa milih-milih, peraturan rumah sama. Tapi tetap hasilnya ada saja yang beda.

Kakaknya tipe yang teratur sekali, mandi di jam yang sama, tidur pun demikian, sifatnya sangat berhati-hati dan terkadang ragu mencoba sesuatu yang baru kalau tidak didorong, sensitif dan patuh pada peraturan.

Adiknya, tipe yang lebih pemberani, pede masuk ke kolam renang, tidak terlalu khawatir ketemu orang baru, dan lebih rileks dalam hal waktu di kegiatan sehari-hari.

Ada yang bilang, karena kita juga sebagai oragtua  ketika hamil anak kedua lebih rileks dalam banyak hal. Ketika anak pertama lebih hati-hati. Ada yang punya pendapat sama? :)

Pada saat saya mendaftarkan anak saya yang nomor dua di sebuah sekolah untuk masuk kelas playgroup, Kepala Sekolahnya bertanya: Apa harapan ibu? Lalu saya jawab: Mudah-mudahan nanti dia bisa teratur seperti kakaknya, atau paling tidak mendekati seperti kakaknya.

Ups.

Di jalan pulang dari sesi wawancara, saya mikir, duh, kok saya ngomong gitu, sih. Bisa jadi alam bawah sadar, saya merasa sifat teraturnya anak saya pastinya selain bermanfaat buat dia sendiri, pastinya karena saya juga dapat kemudahan dari sifatnya tersebut.  Dan, ketika saya bilang saya berharap adiknya juga bisa teratur seperti kakaknya, itu untuk saya atau benar-benar untuk kepentingan anak saya? Dan kenapa juga saya berharap mereka orang yang sama?

Saya lumayan jadi mikir panjang setelah itu. Orangtua tentunya selalu mengharapkan hal yang baik-baik terjadi pada anaknya, walau kadang caranya tidak cocok untuk semua anak. Tak jarang anak mematuhi hanya untuk memenuhi ekspektasi orangtuanya. Mungkin saya kejauhan mikirnya. Tapi ini kenyataan, kok. Ekspektasi berawal dari hal-hal sederhana sampai kemudian ke hal-hal besar.

Acceptance. Menerima anak kita apa adanya. Hal yang paling sering saya pelajari setelah menjadi orangtua, ternyata perlu proses dan perlu latihan dari waktu ke waktu. Kalau di 24hourparenting.com, kami menyebutnya: expecting the best of them, loving the worst of them.

Kemampuan untuk menerima apa adanya anak kita atau siapa pun yang kita cintai, kadang tidak semudah itu. Sebagai manusia, tentunya kita wajar punya ekspektasi, tapi perlu ditata dan jangan sampai ekspektasi kita melukai orang yang kita sayang. Istilah tepat sepertinya adalah: mengelola harapan. Di 24hourparenting.com pernah juga dibahas, di sini.

Mommies ada yang punyak kegalauan yang sama tentang perbedaan 2 anak? :)

Artikel ini ditulis oleh Yulia Indriati, ia adalah Content Manager di 24hourparenting.com. 24hourparenting.com adalah adalah situs parenting yang memuat how-to-parenting, singkat dan to the point, juga membahas tentang menjadi orangtua, dan ide kegiatan ortu-anak. Dilengkapi visual yang semoga asik. Diasuh oleh psikolog dan orangtua.