Sorry, we couldn't find any article matching ''
Perceraian Bukan Pilihan
*Gambar dari sini
Ternyata perceraian bukan cuma lagi tren di kalangan artis, sahabat-sahabat saya juga ternyata banyak yang baru menikah satu atau dua tahun sudah memilih untuk bercerai dengan alasan sudah tidak ada kecocokan lagi, atau lebih seringnya mereka bilang “sudah terlalu sering bertengkar mending pisah aja”.
Setelah saya berdiskusi dengan banyak sahabat ternyata Ini bukan termasuk fenomena alam, karena ini berasal dari ketidakmatangan pemikiran ketika memutuskan untuk menikah. Satu hal yang harus dipahami ketika memutuskan untuk menikah yaitu:
Tidak seperti koalisi partai yang selalu penuh dengan persyaratan ini dan itu, pernikahan berdiri sebagai lembaga tanpa syarat. Ketika akan memasuki pernikahan, satu hal yang harus kita sadari dengan teramat sadar adalah bahwa komitmen dalam pernikahan adalah ‘komitmen cinta’ tanpa syarat. Di mana kita tidak akan pernah mendengar kalimat “Aku akan tetap bertahan dalam pernikahan ini selama kau tidak selingkuh” atau “Aku akan tetap menjadi istrimu selama kau berhasil memenuhi kebutuhan hidupku” juga “Aku akan tetap menjadi suamimu selama kau menjadi istri yang mau mengerti pekerjaanku”.
Tidak! Pernikahan tidak memerlukan komitmen itu. Pernikahan harus tetap bertahan ketika penghasilan suami kita tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidup, bukankah kita tidak menikahi penghasilannya? Atau ketika kita sudah mulai memprotes pekerjaan suami yang terlalu menyita waktu padahal di awal pernikahan kita terlihat cukup mengerti? Pernikahan yang membuat semua masalah ada jalan keluarnya, karena ini koalisi, jadi tidak dipandang dari salah satu sudut saja, tapi dari kedua belah pihak.
Ketika memutuskan menikah dengan orang yang kita cintai, itu berarti kita juga harus mencintai pernikahannya. Sehingga ketika terjadi perubahan pada orang yang kita cintai dan membuat cinta itu memudar perlahan, kita masih tetap bertahan dalam pernikahannya karena kita mencintai pernikahan ini. Mencintai keluarga yang ada dalam pernikahan ini, mencintai anak-anak, mencintai mimpi-mimpi dan mencintai tujuan dari pernikahan ini.
Setiap orang pasti berubah, suami yang dulu kita kenal selalu menomorsatukan kita di segala urusan kini menjadikan kita berada pada urutan ke 4 misalnya di mana yang berada pada urutan ke 3 adalah Arsenal, memang menyakitkan tapi toh juga banyak kan hal yang berubah dari kita kan?
Selanjutnya: Pernikahan bukan kertas tisu. Maksudnya? >>
*Gambar dari sini
Ketika kita memiliki pernikahan, itu seperti kita memiliki satu selimut tidur kesayangan yang hangat dan nyaman, di mana ketika selimut itu sobek, kita akan segera mencari jarum dan benang untuk menjahitnya kembali sebelum sobekan itu melebar, ketika selimut itu berlubang, kita akan segera mencari kain untuk menambalnya agar lubang itu tidak semakin besar. Bahkan ketika selimut itu mulai bau, kita akan dengan cepat mencucinya. Seperti itu layaknya pernikahan. Karena pernikahan bukan selembar kertas tisu yang ketika sudah kotor atau sobek maka akan kita buang dan menarik lembaran tisu yang baru. Dalam pernikahan, ketika kita merusak sesuatu, kita harus memperbaikinya, bukan membuangnya.
Perceraian itu bukan pilihan, jadi jangan masukan perceraian pada pilihan hidup kita. Daripada kita katakan “Kalau kamu tidak bisa mengerti saya, lebih baik kita bercerai” kan lebih baik kita pikirkan “Jika dia sudah tidak bisa lagi mengerti saya, maka saya yang harus memahami dia”, karena daripada kita berusaha membuat pribadi lain mengerti kita, alangkah lebih baik kalau kita yang berusaha memahami mereka.
Ketika menikahi orang yang benar-benar kita pilih sendiri, dan menikah adalah keputusan kita dan suami dengan kesadaran penuh, maka sejak saat itu kehidupan rumah tangga kita adalah konsumsi kita dan suami saja. Selama itu bukan kekerasan dalam rumah tangga, ada baiknya ketika terjadi masalah dan pengambilan sebuah keputusan adalah memang benar keputusan kita. Boleh saja meminta masukan kepada orang lain, tapi keputusan akhir ada pada kita. Mungkin beberapa orang akan langsung mengatakan “Udahlah, cerai aja, kalau saya jadi kamu udah dari dulu saya cerai kalau punya suami cemburuan begitu”.
Mommies, bukankah untuk mencintai pasangan hidup kita tidak sedang meminjam hati mereka? Bukankah ketika melihat pasangan hidup kita juga tidak sedang meminjam mata mereka?
Ada banyak hal baik yang tidak orang-orang lihat pada pasangan kita tapi kita bisa melihat dengan jelas, ada banyak kebaikan yang bisa kita rasakan dilakukan oleh pasangan kita tapi orang lain tidak bisa merasakannya. Jadi keputusan apapun itu, tetap bertahan pada pernikahan atau mengakhirinya, pastikan bahwa keputusan itu diambil sebagai hasil meeting hati dan otak kita, perasaan dan pikiran.
PAGES:
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS