Perempuan Dan Perkara Sabar

Self

sazqueen・19 Apr 2013

detail-thumb

strong-women

Siapa yang sangka, menjadi perempuan itu berarti harus punya stok sabar yang super duper banyak? Ingat tidak, ketika pertama kali menstruasi? Harus sabar banget, ya, menghadapi kram perut tapi tetap harus konsentrasi belajar. Harus sabar juga menghadapi ledekan atau tatapan ke arah payudara yang mulai tumbuh. Kemudian ketika mulai pacaran, harus sabar juga sama sejuta problematika remaja yang muncul, dari mulai bertengkar, dimarahi orang tua, kesal karena pacar lirik-lirik perempuan lain, sampai sakit hati karena harus putus dari hubungan tersebut.

Fase sabar selanjutnya ketika menikah! HAHA. Harus sabar, kan, ketemu sama orang yang sama seumur hidup sampai maut memisahkan? Harus sabar, ketika pusing memikirkan menu makan setiap hari. Harus sabar ketika adu argumen dengan pasangan, dan masih harus sabar ketika kesal belum reda tapi sudah harus tidur bersama. Tambah lagi sabar ketika hamil. Ada yang harus sabar menghadapi muntah berlebih sampai harus bed rest, atau sabar menghadapi komentar jahil dari A sampai Z yang mungkin niatnya adalah perhatian tapi kemudian menjadi hal yang sangat mengganggu. Tunggu juga momen kesabaran hati ketika anak sudah lahir. Dari mulai sabar ketika belajar menyusui, sabar harus bangun tengah malam, entah karena popok basah atau sekedar ingin digendong, atau harus sabar juga ketika makanan yang sudah disiapkan sepenuh hati, disembur oleh si kecil dengan semangat 45! Nanti juga harus sabar kali ya, kalau tiba saatnya anak pacaran atau bahkan menikah, dan kita mendapatkan menantu yang tidak sesuai ekspektasi :p hehe.

Ya memang, satu kunci agar si sabar tetap stand by adalah santai. Tapi sebagai manusia, kan, ada satu masa dimana rasa sabar tersebut habis, bukan? Jika ada yang tidak setuju karena merasa stok sabar selalu tersedia, saya mau sembah dulu, deh! Kalau saya, walaupun cerita-cerita yang saya bagi biasanya soal santai dan sabar, tapi sebetulnya, saya juga sering mengalami fase habis sabar hingga rasanya marah sampai ke ubun-ubun. No, I'm not an angel, but I don't want to be an evil woman, too. Jika si sabar mulai menghilang, mengatur nafas sambil menghitung sampai 10 adalah kuncian buat saya. Dalam kasus saya,  I'm staying at home for the sake of my lil family. Nah, karena itulah juga, saya harus menjaga kewarasan dan kesabaran dengan berbagai cara. Jujur, terkadang saya bosan jika harus memikirkan "makan apa, ya, hari ini?" dan jika sudah datang rasa seperti itu, biasanya saya 'jajan' ke warung padang dan berkata jujur ke suami "Maaf, ya, aku lagi bingung mau masak apa hari ini, jadi beli lauk di sana tadi". Banyak hal yang harus dilakukan ketika si sabar menghilang, karena saya tidak ingin, saya jadi marah-marah tidak jelas ke anak atau suami, hanyak karena rasa jenuh datang.

I never thought about this before, but hey, born as a woman is the hardest faith. Banyak sekali perkara sabar yang harus dilalui, hingga selesai umur kita di bumi nanti. Banyak 'pekerjaan' yang dilakukan namun 'tidak terlihat' hingga terkadang ada kalimat "Duh, cuma di rumah aja, apaan sih, yang dikerjain?" yang mampir. When I heard that sentence in my ears, I always answer it with "You don't know my shoes, so stay silent, please!" atau saya juga senang mendengar jawaban sahabat saya yang sering dapat komentar karena anak masih bayi tapi sudah ditinggal bekerja yang bunyinya "Ya, this is my lifestyle, my choice!" Kemudian tersenyum. My point is every women have rights to say "I can do anything I want". Tetap sabar dan kuat, karena ada banyak hal yang bergantung di tangan seorang wanita :D Happy belated international women's day, mommies!