Sorry, we couldn't find any article matching ''
Saat Harus Traveling Tanpa Si Kecil
Salah satu yang membuat saya cintaaaa sekali pada pekerjaan saya adalah saya bisa memuaskan hobi saya traveling tanpa biaya. Maklum, sebagai jurnalis, saya sering dikirim kantor untuk bertugas di berbagai tempat, baik lokal maupun internasional.
Dulu sih rasanya, wuidiihh … tiap ada tugas ke luar kota/negeri, pasti langsung semangat ‘45. Meski sakit atau kurang enak badan, saya tetap getol untuk berangkat. Apalagi kalo saya ditugaskan untuk pergi ke tempat-tempat eksotis yang bukan merupakan destinasi wisata pada umumnya. Adrenalin pun langsung meningkat.
Kondisi berbeda 180 derajat begitu saya jadi seorang ibu. Saat selesai cuti melahirkan, saya langsung minta dispensasi kepada atasan untuk tidak dikirim ke luar Pulau Jawa sampai Nadira berusia 6 bulan. Jadi saya bisa mengajak Nadira untuk ikut serta jika saya bertugas. Maklum, stok ASI perah saya waktu itu nggak berjibun. Supaya menghemat stok, lebih enak anaknya diboyong kemana-mana, hehehe…
Tugas pertama ke luar kota yang bukan di Jawa baru saya dapatkan saat Nadira berusia 1,5 tahun. Saya dikirim ke Bali selama 3 hari 2 malam. Pikiran saya waktu itu bercabang. Antara senang bisa jalan-jalan lagi dan sedih karena meninggalkan anak di rumah. Alhamdulillah semua baik-baik aja.
*Nadira mengantar ke bandara sebelum saya berangkat
Selanjutnya saya dikirim ke Korea untuk durasi 7 hari 7 malam. Waduh, langsung keliyengan sendiri. Apalagi, waktu saya pulang ke Jakarta bertepatan dengan acara keluarga suami di Cirebon. Jadilah, Nadira diajak ke sana oleh suami, mertua dan ipar saya. Alhasil, sesampainya di bandara, saya hanya dijemput supir. Saya baru bisa menuntaskan kerinduan keesokan hari saat saya menjemput dia yang baru pulang dari Cirebon.
Yang lucu dan mengharukan, saat tugas ke Korea itu saya, kan, masih menyusui Nadira. Jadi pas saya jemput dia di stasiun Gambir, dia menatap saya dengan tatapan tidak percaya. Mungkin di dalam hatinya dia berpikir “Ini ibu bukan, ya? Ini mimpi bukan, ya?” Terus setelah beberapa saat pandang-pandangan, dia minta digendong. Sepanjang perjalanan pulang, dia terus-terus memeluk, sambil sesekali mendongak menatap wajah saya. Just to make sure that it was really me, I guess. Sampai di rumah, saya kira dia sudah lupa rasanya menyusu karena secara total, dia udah lebih dari 8 hari nggak menyusu, lho. Ealah, tau-tau dia narik baju saya dan bilang “Nenen!”
Suami saya lalu cerita, tiga hari pertama tanpa saya, kondisi Nadira aman terkendali. Mulai hari ke-4, ia mulai “sakauw” menyusu dan merasa kangen pada saya. Jadi, deh, lebih rewel dari biasanya.
Setelah itu, beberapa tugas ke luar kota lain juga saya jalani dengan durasi rata-rata 4-5 hari aja. Karena pernah merasakan 8 hari nggak ketemu anak, tugas-tugas tersebut jadi nggak terasa berat-berat banget, deh. Apalagi setelah usia 2 tahun, Nadira sudah tidak menyusu. Jadi saya dan suami nggak khawatir soal “sakauw” nenen yang dulu dia rasakan, hehehe.
Dari berbagai pengalaman saya traveling sendiri tanpa anak, mungkin saya bisa sharing beberapa hal. Silakan disimak berikut ini:
Saya masih percaya adanya kontak batin antara ibu dan anak. Dan ini saya pernah rasakan saat saya berpergian. Di saat saya menangis karena kangen anak, kata bapaknya di rumah Nadira rewel setengah mati. Jadi, menurut saya sih, jika Mommies sudah mengambil keputusan untuk berpergian sendiri, just do it. Ingat anak boleh, malah kalo nggak inget mah kebangetan, ya. Tapi cobalah untuk bijaksana dengan membagi fokus sesuai kebutuhan.
Semoga membantu dan selamat traveling, ya, Moms!
Share Article
POPULAR ARTICLE
COMMENTS