banner-detik
BEHAVIOR & DEVELOPMENT

Menghadapi Trouble Maker di Playground

author

ameeel19 Mar 2012

Menghadapi Trouble Maker di Playground

Sama kayak ibu-ibu lain, saya pun suka mengajak Rakata-Ranaka ke playground. Untuk urusan tempat, saya tidak terlalu pilih-pilih. Playground di dalam mal megah yang charge per anaknya puluhan ribu ayok (meski sambil elus-elus dompet), playground di mal kecil dekat rumah (yang per 30 menit cuma Rp 8 ribu) lebih ayok lagi :D

Kalau lagi niat, bisa juga ke playground outdoor seperti yang ada di Kemang dan Serpong, atau kalau mau gratisan ya ke Pondok Indah Mal 2 yang di beberapa sudutnya ada mini playground. Alternatif terakhir (tapi yang paling sering!) adalah di resto fastfood yang menyediakan fasilitas playground—yes, salah satu ‘dosa’ saya sebagai ibu, hampir setiap weekend ngajak anak ke ka-ep-ce dan mekdi *tutup muka*

Eh, kok, malah jadi melebar ke mana-mana ini tulisannya -__-

Sebenarnya, yang mau saya bahas kali ini adalah masalah klasik yang lumayan sering ditemukan di playground, yaitu: apa yang harus dilakukan saat anak kita diganggu anak orang lain?

Misalnya, nih, didorong hingga jatuh, mainannya dirampas, diledek dengan kata-kata kurang pantas, dan beragam gangguan lain. Apesnya, Rakata lumayan sering jadi sasaran. Pernah di salah satu wahana waterplay, ada dua anak yang tidak henti-henti menembakkan pistol air ke arah muka Rakata sampai Rakata tersedak-sedak! Grghhh … jujur, kalau mengikuti naluri primitif, saya inginnya langsung mengeplak dua trouble maker itu pakai sandal jepit! :D

Menegur orangtuanya? Ish, ya kalau tanggapannya baik. Gimana jika sebaliknya malah balik nyolot dan ajak ribut? Malas, ya …. Tapi, perilaku salah si trouble maker tentu tidak bisa dibiarkan. Menurut saya, sebagai orang dewasa yang kebetulan berada di lokasi, sudah tugas kita untuk mengoreksi. Jangan malah mendiamkan atau justru menertawakan perilaku salah tersebut. Yang ada, tawa kita malah dianggap reward, sehingga si trouble maker terpancing mengulangi perbuatannya.

So far, ini beberapa trik yang pernah saya lakukan:

Situasi: Si trouble maker menunjukkan tanda-tanda mau mengintimidasi.

Reaksi: Saya dekati Rakata sambil memelototi si trouble maker dengan tatapan garang :D

Situasi: Si trouble maker mendorong-dorong Rakata dengan agresif.

Reaksi: Memisahkan keduanya, sambil bilang ke si trouble maker, “Kalau mainnya dorong-dorong, nanti temannya sakit.”

Situasi: Mainan Rakata direbut si trouble maker.

Reaksi: Kalau Rakata cuek dan mencari mainan lain, saya juga cuek. Tapi kalau Rakata terlihat menginginkan mainannya kembali, saya temani Rakata untuk meminta mainannya—jika Rakata mingkem, biasanya saya yang bersuara. Bukannya reseh, tapi menurut saya mengajarkan anak untuk mempertahankan haknya, tuh, penting, agar anak menyadari bahwa orang lain tidak boleh semena-mena pada dirinya.

Untungnya, saya nggak perlu sering-sering menerapkan trik di atas. Karena pernah ada pengalaman terjatuh akibat tertabrak anak lain yang tubuhnya lebih besar, Rakata jadi lebih peka keadaan sekitar—pasti melipir perlahan jika playground sudah terlalu ramai atau didominasi anak yang lebih besar :D

Satu hal yang selalu saya camkan pada diri sendiri, menegur anak orang lain itu jangan dengan nada geram, apalagi dilakukan secara emosional sambil memberi cap nakal. Bukannya apa, tapi jika sampai terdengar orangtuanya, nanti orangtuanya justru melawan karena merasa disudutkan. Dari pengalaman saya, sih, umumnya orangtua bisa menerima, kok, jika anaknya ditegur dengan santun.

Lalu bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya, yaitu anak kita yang ditegur? Hmmm, saya memang belum pernah mengalaminya. Tapi jika sampai terjadi, tentunya saya tidak boleh bersikap defensif, ya? Apalagi, jika Rakata-Ranaka ternyata memang melakukan kesalahan. Paling, seperti yang pernah saya tulis di artikel Three Magic Words, saya akan membimbing Rakata-Ranaka atau meminta maaf atas nama mereka pada anak yang diganggunya.

Memang, sih, tidak dipungkiri pasti terselip sedikit gengsi dan ingin membela anak sendiri. Tapi rasanya, tetap berkepala dingin akan lebih bijak, ya, daripada problem sesepele itu berkembang dan kita terpancing untuk bertengkar dengan orangtua lain di tempat umum :D

Share Article

author

ameeel

http://ameeeeel.wordpress.com


COMMENTS


SISTER SITES SPOTLIGHT

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan

synergy-error

Terjadi Kesalahan

Halaman tidak dapat ditampilkan