
Kisah viral MUA asal Lombok yang dikira perempuan ternyata tersimpan cerita masa kecil jadi korban broken home dan pembulian.
Sosok MUA (Makeup Artist) berhijab dan berparas cantik asal Lombok Tengah ternyata seorang pria tulen. Dari berbagai pemberitaan, ia kerap tampil dengan hijab, riasan glowing, dan gaya feminin yang terlihat meyakinkan. Meski begitu, kecurigaan publik muncul usai sejumlah unggahan menunjukkan suara dan posturnya tidak konsisten.
Pada Kamis (6/11/2025) sebuah unggahan Facebook oleh akun Diana Arkayanti mengungkap identitas asli sosok yang selama ini ia kenal sebagai penata rias pengantin perempuan, yaitu seorang pria bernama Deni Apriadi Rahman (23). Selama beridentitas sebagai perempuan berhijab, ia menggunakan nama Dea Lipa.
Bayangkan Mommies, sosok MUA yang kita kenal dan kita percaya untuk merias wajah di salah satu hari penting kita ternyata seorang pria? Fakta ini tentu mengejutkan banyak orang, apalagi klien-kliennya.
Unggahan itu langsung viral dan membuatnya dilabeli sebagai “Sister Hong Lombok”. Sebutannya mengacu pada kasus viral seorang pria di Cina yang menyamar sebagai perempuan untuk berhubungan seksual dengan laki-laki pada Juli 2025 lalu.
Belum selesai, berbagai desas-desus soal MUA asal Lombok ini pun bermunculan akibat unggahan itu. Mulai dari salat di

Menurut laporan detikBali pada Minggu (16/11/2025), Deni mengklarifikasi berbagai tuduhan yang dilayangkan kepadanya, termasuk bahwa ia memang benar laki-laki tulen. Ia juga buka suara soal tuduhan-tuduhan lainnya. Simak rangkuman klarifikasinya di sini:
Tuduhan ini tidak benar, Deni berkata ia menghormati rumah ibadah dan tata caranya.
Ia membantah sudah pernah bertunangan, punya hubungan dengan laki-laki, atau melakukan hal-hal di luar batas lainnya. Isu yang bilang dirinya mengidap HIV/AIDS juga tidak benar, Mommies. Hasil tesnya di Klinik PKBI negatif.
Deni sempat mencoba mengakhiri hidup karena tidak tahan dengan cacian, hinaan, bahkan teror ancaman pembunuhan yang dikirimkan di media sosialnya sejak ia viral.
Usai dirinya terungkap sebagai laki-laki, banyak klien yang membatalkan pesanannya. Bukan hanya dirinya yang terdampak, tetapi juga rekan kerjanya (henna artist dan fotografer).
Soal ini, Deni mengaku memang pernah menggunakan hijab karena ia melihatnya sebagai simbol kecantikan dan kehormatan. Setelah viral, ia sudah melepas hijab dan berjanji tidak akan menggunakan busana perempuan muslim itu lagi.
Berdasarkan ceritanya, ia tumbuh dengan keluarga yang tidak utuh. Kedua orang tuanya bekerja sebagai tenaga imigran di luar negeri. Ia dibesarkan oleh nenek dari pihak ibunya.
Deni lahir dengan gangguan pendengaran dan semakin memburuk ketika ia mengalami kecelakaan saat umur 10 tahun. Karena ini ia menjadi sasaran pembulian semasa sekolah.

Kisah viral MUA Lombok ini jadi pengingat bahwa perempuan harus selalu waspada dalam berbagai situasi sehari-hari. Penampilan bisa sangat mengecoh tanpa tahu fakta yang ada di baliknya. Mommies bisa coba terapkan beberapa bentuk kewaspadaan ini dalam aktivitas sehari-hari, misalnya:
Sebelumnya, MUA asal Lombok yang viral ini klarifikasi bahwa dirinya tumbuh di keluarga broken home tanpa sosok ayah dan ibu di masa kecilnya. Ia juga menjadi korban perundungan saat sekolah.
Mommies dan Daddies bisa kembali memahami tentang identitas gender pada anak dan bagaimana menyikapi itu dengan bijak seiring mereka tumbuh dewasa. Setiap orang tua pasti punya cara yang berbeda, tetapi satu hal yang sama ialah ingin yang terbaik untuk anaknya.
Kita kembali lagi ke perkembangan identitas gender pada anak. Dikutip dari HealthyChildren.org, kebanyakan anak umumnya sudah bisa mengidentifikasi gendernya sendiri pada usia 4 tahun. Bagaimana cara mereka mengekspresikan identitas gendernya? Orang tua bisa melihatnya dari pakaian, gaya rambut, nama atau panggilan yang disukai, perilaku sosialnya, gestur tubuh, caranya bersikap, dan hubungan sosial termasuk gender teman-temannya dan orang-orang yang dekat dengan si kecil.
Saat minat anak berbeda dengan pelabelan umum kegiatan maskulin dan kegiatan feminin, berbeda dengan harapan sosial, bisa saja ada risiko diskriminasi atau perundungan. Wajar jika Mommies dan Daddies punya ekspektasi tertentu berdasarkan gender dan ingin melindungi si kecil dari kritik maupun penolakan. Orang tua berperan penting dalam hal ini, yaitu membuat ruang yang aman untuk si kecil agar mereka bisa nyaman dan percaya diri jadi diri sendiri.
BACA JUGA: Jangan Biarkan Anak Tumbuh tanpa Figur Ayah: Begini Cara Memutus Rantai Fatherless
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: detikBali