Menang Tanpa Jumawa, Kalah Tanpa Drama: Ajarkan Anak Caranya Menerima Kemenangan dan Kekalahan dengan Baik

Parenting & Kids

Fannya Gita Alamanda・in a minute

detail-thumb

Anak perlu belajar bukan cuma cara menerima kekalahan, tetapi juga bagaimana bersikap saat menang. Yuk, ajarkan anak sportivitas sejak dini!

Pernah lihat anak yang menang lomba langsung lompat-lompat kegirangan, tetapi di sisi lain, temannya yang kalah justru tampak sedih atau kesal? Reaksi seperti ini wajar banget terjadi pada anak-anak — karena dunia kompetisi, sekecil apa pun bentuknya, bisa jadi pengalaman emosional yang intens buat mereka. Namun di balik itu, ada satu hal penting yang sering terlupakan: mengajarkan anak untuk menerima kemenangan dan kekalahan dengan cara yang sehat dan sportif.

Dunia anak memang penuh warna, dan di dalamnya ada banyak “pertandingan kecil” — entah itu main ular tangga di rumah, lomba mewarnai di sekolah, sampai pertandingan sepak bola di lapangan. Dari situ, anak belajar bukan cuma tentang menang atau kalah, tapi juga tentang bagaimana bersikap saat menghadapi dua hal itu. Sejak usia dini, orang tua perlu menanamkan nilai sportivitas dalam diri anak-anak mereka.

BACA JUGA: 10 Lomba untuk Mengembangkan Potensi Anak, Kreatif dan Seru!

Kenapa Anak Perlu Diajarkan Menerima Kemenangan Tanpa Jumawa?

Foto: Freepik

Anak yang terbiasa memahami bahwa tidak selalu bisa menang akan tumbuh jadi pribadi yang lebih tangguh, empatik, dan siap menghadapi tantangan kehidupan.

Sementara itu, mengajarkan anak untuk menang dengan cara yang baik juga sama pentingnya. Banyak orang tua fokus pada cara anak menghadapi kekalahan, tetapi lupa bahwa cara anak merayakan kemenangan pun mencerminkan karakter dan sportivitasnya.

Menurut Nurul Annisa, M. Psi., Psikolog, yang berpraktik di SAUH (Sahabat Satu Hati), Jati Padang, Jakarta Selatan mengajar anak untuk tetap rendah hati saat menang adalah bagian penting dari pembelajaran moral dan sosial yang krusial untuk perkembangan karakter jangka panjang.

1. Sebagai Pengembangan Sifat Positif

Kerendahan hati adalah sifat terpuji yang terkait dengan kesopanan, tidak sombong, dan tidak merendahkan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang rendah hati cenderung menjadi lebih pengertian dan memiliki kesadaran untuk saling tolong-menolong. Sifat ini membantu anak berkembang menjadi pribadi yang lebih positif.

2. Peningkatan Hubungan Sosial

Sikap rendah hati dapat membantu memperbaiki dan membangun ikatan yang lebih kuat di antara orang-orang. Anak yang rendah hati akan lebih disukai dan nyaman untuk didekati oleh teman-temannya dibandingkan anak yang suka sombong, karena mereka tidak merasa harus lebih hebat daripada orang lain.

3. Perspektif Sehat tentang Diri Sendiri dan Orang Lain

Rendah hati membantu anak memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kemenangan tidak menjadikan mereka secara keseluruhan lebih unggul dari lawannya, dan hal ini menghindarkan mereka dari sikap memandang remeh atau menyalahkan orang lain yang kalah.

Cara Menanamkan Sportivitas pada Anak Sejak Dini

1. Jadilah Teladan yang Baik

Anak belajar paling cepat dari contoh nyata. Kalau Mommies dan Daddies bisa menunjukkan sikap sportif — seperti mengucapkan selamat kepada orang lain saat kalah atau menang tanpa sombong — anak akan meniru hal itu secara alami. Tunjukkan bahwa kekalahan bukan sesuatu yang memalukan.

2. Ajak Anak Mengenali dan Mengelola Emosinya

Kadang, kalah bisa bikin anak kecewa, sedih, atau bahkan marah. Wajar banget, karena emosi mereka masih berkembang. Namun ini juga momen yang bagus untuk mengajarkan cara mengelola perasaan. Tanyakan, “Kamu sedih karena kalah, ya? Yuk, kita pikir bareng apa yang bisa kamu lakukan biar besok lebih siap.”

Begitu juga saat menang — ajak mereka refleksi, “Kamu senang menang, kan? Tapi coba pikir, gimana perasaan temanmu yang kalah?” Ini cara sederhana menumbuhkan empati.

3. Fokus pada Usaha, Bukan Hasil

Daripada terus membahas siapa yang menang atau kalah, Mommies dan Daddies bisa memuji usaha dan kerja keras anak. Misalnya, “Ibu bangga kamu udah berusaha keras dan nggak menyerah!” Kalimat seperti ini menumbuhkan mindset bahwa keberhasilan datang dari proses, bukan sekadar hasil akhir. Fokus pada proses juga membantu anak tidak mudah sombong saat menang, karena mereka tahu kemenangan datang dari usaha.

5. Ajarkan bahwa Menang Itu Boleh, Tetapi Bukan Segalanya

Menang memang menyenangkan, tetapi bukan tujuan utama. Anak perlu tahu bahwa menang bukan segalanya, dan kalah bukan berarti gagal. Mommies bisa bilang, “Seru banget, ya, kalau menang tapi yang paling penting kita tetap main jujur dan bersenang-senang.” Dengan begitu, mereka belajar bahwa setiap pengalaman tetap berharga — terlepas dari hasilnya.

6. Latih Empati dan Teamwork

Anak-anak perlu belajar memahami perasaan orang lain. Saat menang, ajarkan mereka untuk tidak mengejek atau merendahkan lawan. Saat kalah, bantu mereka untuk tetap menghargai pemenang.

Misalnya, ketika anak menang lomba kelompok, dorong mereka untuk berterima kasih kepada teman-teman satu timnya untuk menanamkan nilai team spirit dan kerendahan hati.

7. Ciptakan Lingkungan yang Seimbang

Usahakan anak punya pengalaman menang dan kalah yang seimbang. Kalau anak selalu menang, mereka bisa kesulitan menghadapi kegagalan di masa depan. Sebaliknya, kalau selalu kalah tanpa dukungan, mereka bisa kehilangan kepercayaan diri.

8. Rayakan dengan Wajar

Merayakan kemenangan dengan tidak berlebihan. Ajak anak untuk bersyukur dan berbagi kebahagiaan tanpa membuat orang lain merasa kalah. Misalnya, setelah menang, ajak mereka bilang “Good game!” atau “Ayo main lagi!” kepada temannya. Ini melatih kontrol emosi dan sportivitas yang akan sangat berguna saat dewasa nanti.

Terima Kekalahan dengan Baik, Tetapi Menerima Kemenangan Juga Harus Diajarkan

Sikap yang ditunjukkan oleh pemenang seharusnya mencerminkan sportivitas dan empati agar dapat menghormati lawan yang kalah. Ajar anak untuk:

1. Menghormati dan mengucapkan selamat

Pemenang yang baik harus mengucapkan selamat atau memberikan apresiasi kepada lawannya atas usaha yang telah mereka lakukan. Gerakan sederhana seperti berjabat tangan atau mengucapkan “terima kasih atas pertandingannya” menunjukkan penghargaan dan sportivitas.

2. Tidak menyombongkan diri (tidak pamer)

Pemenang harus bangga atas pencapaiannya, tetapi tidak perlu menertawakan atau merendahkan lawan yang kalah. Anak harus diajarkan untuk merayakan kemenangannya secara pribadi atau dengan timnya tanpa berlebihan di depan pihak yang kalah.

3. Memberikan dukungan

Jika lawan terlihat sedih atau kecewa, sikap empati bisa ditunjukkan. Misalnya, dengan mengatakan, “Kamu sudah berusaha keras” atau “Pertandingan yang bagus, lain kali pasti akan lebih baik.” Sikap ini mengajarkan anak untuk menghargai perasaan orang lain yang sedang mengalami kegagalan.

Dampak di Masa Depan Jika Orang Tua Tidak Menanamkan Sportivitas Menurut Psikolog

Foto: Freepik

Jika orang tua tidak mengajarkan anak untuk menerima kemenangan dengan rendah hati sejak dini, hal ini dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada perkembangan sosial dan emosional anak di masa depan.

  1. Menjadi pribadi yang “mau menang sendiri” dan terlalu kompetitif. Anak mungkin tumbuh menjadi individu yang selalu ingin menjadi yang terbaik dengan cara apa pun, bahkan hingga menganggap curang untuk menang bukanlah hal buruk. Hal ini dapat mengganggu kesehatan mental dan menjadikannya pribadi yang tidak memiliki rasa hormat terhadap lawan atau rekan.
  2. Kesulitan dalam hubungan sosial: anak yang terbiasa menyombongkan diri atau merendahkan yang kalah akan sulit membangun ikatan yang kuat dan berisiko dijauhi oleh teman-temannya.
  3. Mengembangkan perilaku negatif saat kalah: ironisnya, anak yang terbiasa sombong saat menang seringkali tidak bisa menerima kekalahan dengan baik. Mereka mungkin mengamuk, membalas dendam, atau merengek ketika tidak menang, karena mereka terlalu mengaitkan nilai diri mereka dengan kesuksesan.
  4. Rendahnya empati: kegagalan mengajarkan kerendahan hati membuat anak sulit untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain, yang merupakan elemen kunci dari kecerdasan emosional dan kemampuan beradaptasi dalam masyarakat.

Intinya, peran orang tua adalah memberikan teladan dan menekankan pada proses, bukan hanya hasil. Dengan berfokus pada usaha dan perbaikan diri dan mengajarkan kerendahan hati, orang tua membantu anak mengembangkan resiliensi dan fondasi emosional yang kuat untuk menghadapi kompetisi dan tantangan hidup di masa depan.

Kalau anak belajar menerima kekalahan dengan baik, mereka tidak akan mudah menyerah. Dan kalau mereka belajar menerima kemenangan dengan rendah hati, mereka tidak akan menjadi sombong. Dua-duanya adalah pelajaran hidup yang akan mereka bawa sampai dewasa nanti.

BACA JUGA: Jangan Larang Anak Laki-laki Menangis, Ini 3 Alasannya!

Cover: Freepik