Beda generasi beda juga pola asuh yang dilakukan. Penasaran, kira-kira perbedaan parenting antar generasi ini seperti apa, sih? Yuk, simak selengkapnya.
Siapa sangka jika kini Gen Z pun sudah memasuki usia wajar untuk menikah dan memiliki anak. Bahkan pola asuh beberapa dari mereka mulai menunjukkan ciri khas. Hal ini tentu membuat Mommies bertanya-tanya, apa perbedaan parenting Gen Z dengan generasi-generasi sebelumnya?
Tanpa mengklaim bahwa parenting satu generasi tertentu lebih superior daripada generasi lainnya, memang ada batasan perbedaan pola asuh antar generasi. Seperti yang dijelaskan oleh Amelia Kelley, PhD, terapis dan penulis buku Gaslighting Recovery for Women, bahwa Mommies tak harus mengikuti parenting dari satu generasi tertentu.
“Mengambil (pola asuh) yang terbaik dari setiap generasi dan menyesuaikannya dengan gaya pribadi Mommies akan sangat bermanfaat,” ujarnya seperti dikutip dari Parents.
Ya, yang terpenting adalah menemukan apa yang cocok untuk Mommies dan keluarga. Sebelum itu, yuk, cari tahu perbedaan parenting antar generasi.
BACA JUGA:
Sebelum istilah helicopter parents dan gentle parenting menjadi populer, ada Generasi Diam yang tumbuh besar melalui Perang Dunia II. Hal ini membentuk karakter mereka jadi lebih disiplin dan siap kerja keras.
Uniknya, sebuah studi tahun 2022 yang diterbitkan dalam JAMA Psychiatry menemukan bahwa mereka juga merupakan generasi paling bahagia, dengan skor tinggi dalam kepuasan hidup dan hubungan. Seperti inilah model parenting Silent Generation.
Generasi Diam melakukan esuatu tanpa menarik perhatian pada diri mereka sendiri. Mereka fokus pada stabilitas dan tanggung jawab.
Misalnya, seorang ibu dari generasi ini akan memastikan anak-anaknya tercukupi makan, berpakaian bersih, dan tiba di sekolah tepat waktu.
Disiplin dan ketertiban menjadi inti dari pola asuh pada era ini. Ide dasarnya adalah anak-anak harus berperilaku baik, berbicara sopan, dan tidak mengganggu orang dewasa.
Saat makan malam keluarga, anak-anak mendengarkan dengan tenang sementara orang tua berbicara. Hm, tampaknya beberapa keluarga yang tradisional di Indonesia masih menjalankan metode pengasuhan ini, ya.
Lahir antara tahun 1946 dan 1964, Generasi Baby Boomer adalah generasi pertama yang membesarkan anak-anak setelah dunia mulai bangkit dari perang. Mereka ambisius dan bertekad memberikan keluarga mereka lebih dari apa yang mereka dapatkan saat tumbuh dewasa.
Sound familiar? Ya, karena anak-anak baby boomers adalah para Gen-X dan milenial saat ini. Jadi, jangan heran jika tipe pengasuhan mereka ini dengan orang tua Mommies, ya.
Inilah gambaran gaya pengasuhan mereka:
Boomers percaya bahwa kesuksesan dimulai dari pendidikan. Memasukkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi adalah salah satu tujuan terbesar mereka. Contoh gampangnya, orang tua Boomer akan bekerja lembur atau menabung bertahun-tahun untuk memastikan anak-anaknya bisa kuliah. Bahkan jika mereka sendiri tidak pernah kuliah.
Boomers mengajarkan anak-anak mereka bahwa usaha sama dengan kesuksesan. Mereka mendorong kemandirian dan etos kerja yang kuat. Sering banget mungkin Mommies mendengar, jika dulu malas-malasan ke sekolah, orang tua Boomer mungkin akan berkata, “Dulu mama/papa ke sekolah saja harus jalan kaki dulu dan tidak pakai alas kaki, loh.”
Lahir antara tahun 1965 dan 1980, orang tua Generasi X sering dijuluki sebagai si ‘anak tengah’ di antara Generasi Boomer yang ketat dan Generasi Milenial yang digital. Mereka dibesarkan dengan nilai-nilai tradisional tapi juga sedikit fleksibilitas modern. Nah, hal-hal ini tercermin dalam cara mereka mendidik anak-anak mereka.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, orang tua Gen X secara aktif mempelajari cara mendidik anak. Mereka membaca buku atau artikel, mengikuti workshop, bahkan menonton tayangan parenting untuk memahami apa yang terbaik untuk anak-anak mereka. Mommies dari generasi ini mungkin membaca blog parenting tentang mengelola waktu screen time daripada hanya mengambil tablet anak mereka sebagai hukuman.
Generasi ini lebih terbuka terhadap pilihan gaya hidup. Mereka tumbuh di masa perubahan budaya dan belajar menerima keragaman. Seorang ibu Gen X mungkin dengan bangga mendukung keputusan anaknya untuk tinggal di luar negeri atau bahkan homeschooling. Sebuah pilihan yang dulu dianggap tidak konvensional, ya.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Milenial tidak merasa tertekan untuk mengikuti jalur keluarga “tradisional”. Selain itu, mereka biasanya menunda lebih lama untuk memulai keluarga dan memilih untuk childfree atau punya anak sedikit saja.
Inilah yang membedakan gaya pengasuhan Milenial dengan generasi lainnya:
Orang tua Milenial menggunakan teknologi untuk segala hal, mulai dari melihat rekomendasi monitor bayi hingga memilih dokter anak yang terpercaya. Internet adalah panduan utama mereka! Tak jarang mereka juga bergabung dengan komunitas parenting online untuk sekadar berbagi tips pengasuhan.
Generasi Milenial mendidik anak-anak mereka dengan pendekatan inklusif dan kebebasan. Mereka mendorong kreativitas sejak usia dini. Contoh simpelnya, orang tua Milenial mungkin membiarkan anak mereka memilih pakaian sendiri, bahkan jika anak perempuan lebih suka pakai tas Cars!
Jika Mommies adalah orang tua yang lahir setelah tahun 1997, maka Mommies termasuk dalam Generasi Z. Gaya parenting generasi ini benar-benar fresh dan beda dari generasi-generasi sebelumnya.
Kalau buat orang tua milenial teknologi adalah alat bantuan, pada gen Z itu adalah lingkungan alami bagi mereka. Mereka tumbuh besar di dunia maya dan mengharapkan semua tempat yang dikunjungi anak-anak mereka, terutama sekolah, memiliki teknologi modern yang canggih.
Jika situs sekolah lambat, membingungkan, atau terlihat kuno, orang tua Gen Z mungkin menganggap pendidikan di sana juga ketinggalan zaman.
Ini adalah tren parenting paling populer di kalangan orang tua Generasi Z. Memutus rantai trauma berarti secara aktif menyembuhkan diri dari trauma masa kecil dan menolak untuk mengulangi pola negatif dari pengasuhan mereka ke anak-anak.
Contoh: Orang tua Gen Z yang sering diteriaki saat kecil mungkin secara sadar memilih untuk menggunakan suara tenang saat anak balitanya tantrum. Jadinya, mereka secara aktif memutus siklus tersebut.
BACA JUGA:
Ditulis oleh: Imelda Rahma
Cover: Freepik