Ternyata, anak menjadi picky eater bukan murni kesalahannya, tapi ada pengaruh besar yang datang dari kebiasaan orang tua.
Istilah picky eater menjadi yang paling tidak diinginkan orang tua. Picky eater sendiri merupakan sebutan untuk anak yang menunjukkan perilaku menolak beberapa jenis makanan. Singkatnya, anak hanya mau makan makanan tertentu atau menolak mencoba makanan baru.
Dari sebuah studi yang berjudul “Overcoming picky eating. Eating enjoyment as a central aspect of children’s eating behaviors” di jurnal Appetite, sekitar 14–50 persen anak usia dini menunjukkan perilaku picky eating atau fussy eating ini. National Health Service (NHS) menyebutukan bahwa hal ini normal terjadi pada anak berusia balita di bawah lima tahun. Yang penting, anak tetap aktif, tampak sehat, dan berat badannya bertambah. Namun, bila dibiarkan, kebiasaan ini bisa bertahan bahkan hingga dewasa dan meningkatkan risiko malnutrisi. Maka, orang tua perlu tahu apa yang menyebabkan anak menjadi picky eater dan bentuk pengasuhan anak seperti apa yang dapat memicu perilaku tersebut.
Ketika anak memulai MPASI, orang tua mungkin sudah mencoba berbagai jenis makanan dengan jumlah nutrisi yang diperlukan untuk diberikan pada anak. Namun, ketika anak nampak menyukai menu tertentu, orang tua kerap merasa senang dan puas melihatnya makan dengan lahap, sehingga kemudian variasi makanan menjadi berkurang. Alhasil, anak merasa asing dengan makanan baru yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
Anak-anak mudah meniru apa yang ada di sekitarnya. Maka, sebaiknya kita cek lagi cara makan kita sehari-hari. Apakah kita sendiri menunjukkan kebiasaan memilih makanan di depan anak? Apakah menu yang ada di rumah juga itu-itu saja? Mungkin kita sendiri yang jarang eksplorasi menu makanan lain. Pilihan protein hanya di ayam dan daging, jarang mengonsumsi ikan, sayuran pun demikian, hanya seputar buncis dan wortel saja. Padahal jenis protein, sayur itu sangat beragam. Begitu pula dengan buah, bila orang tua tidak memiliki kebiasaan makan buah di rumah, jangan heran kalau anak-anak juga tidak terbiasa makan buah. Demikian juga dengan karbohidran, pilihannya bukan hanya nasi dan mie saja, tapi ada kentang, bihun, ubi, pasta, dan sebagainya yang perlu dikenalkan pada anak.
Kita kerap mengingatkan anak untuk makan tepat waktu. Sehingga ketika sudah lewat dari jam makannya, kita lalu menjadi emosional dan menuntut anak untuk menyelesaikan makannya dengan cepat. Hal ini membuat suasana momen makan tidak lagi menyenangkan. Padahal, momen makan menentukan mood anak saat makan. Bayangkan betapa tidak nyamannya ketika dituntut untuk menyelesaikan makanan dalam waktu tertentu, yang mana menunya juga bukan kita yang pilih sendiri.
Menurut studi kualitatif yang melibatkan wawancara dengan 16 anak berusia 7-10 tahun dan menggarisbawahi pentingnya memahami kontribusi anak dalam dinamika pemberian makan, selama ini perspektif anak kerap terabaikan karena keterlibatan orang tua yang dianggap sudah cukup. Persepsi utama dalam analisis studi tersebut mendapati Analisis dalam studi tersebut mendapati dua hal:
Menurut dr. Arina Kartika. Sp. A, dalam sebuah artikel terkait picky eater, anak-anak ternyata sangat sadar akan tujuan, emosi, dan praktik orang tua mereka saat makan. Anak bukanlah pihak yang pasif dalam proses makan, melainkan mereka aktif menginterpretasikan situasi dan meresponsnya berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka. Ketika mereka merasakan adanya tekanan dan paksaan dari orang tua, anak akan merasakannya dan mencoba mengatasinya dengan caranya sendiri. Sayangnya, respons tersebut sering kali justru membuat kebiasaan menolak makanan jadi semakin kuat. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya menciptakan suasana makan yang nyaman, positif, dan tanpa tekanan agar anak lebih mudah melewati fase pilih-pilih makanan. Pengalaman makan juga bisa dibuat menyenangkan, misalnya dengan makan bersama sambil ngobrol, menyajikan porsi kecil, memberikan apresiasi meski anak hanya makan sedikit, atau menyajikan makanan dengan tampilan yang lebih menarik.
Baca juga: Hidden Hunger: Masalah Gizi yang Jarang Disadari, Penyebab hingga Gejala
Image by Freepik