Ketika Anak Menyakiti Orang Tua, Penyebab dan Cara Menghentikannya

Parenting & Kids

Mommies Daily・23 Jun 2025

detail-thumb

Anak bisa berbuat kasar dan menyakiti kepada orang tua karena beberapa alasan, misalnya pola asuh, trauma, hingga kurangnya batas yang sehat.

Jagat maya Kembali diramaikan oleh kasus penganiayaan seorang anak terhadap ibunya. Tampak seorang lelaki dewasa berulang kali berbuat kasar kepada ibunya di teras rumah. Alasannya karena ibunya tidak memberi uang. Kejadian tersebut ditangkap CCTV dan segara menjadi perbincangan publik di berbagai platform media sosial.

Video rekaman yang menunjukkan seorang anak dewasa melakukan kekerasan terhadap ibunya membuat banyak orang terhenyak dan mengecam tindakan tersebut. Di tengah kecaman yang mengalir deras, muncul juga kegelisahan yang lebih dalam: bagaimana bisa seorang anak tega berbuat sekejam itu kepada ibunya?

Fenomena anak bersikap kasar kepada orang tuanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di belahan dunia lainnya, contohnya seperti di Korea Selatan. Di sana terdapat program reality show yang berjudul My Golden Kids. Program tersebut memperlihatkan kisah nyata keluarga dengan anak-anak yang menghadapi berbagai masalah perilaku dengan dipandu oleh psikiater anak terkenal di Korea Selatan. Bukan hanya menyoroti anak-anak yang “bandel”, program My Golden Kids memberikan banyak edukasi kepada orang tua dan mengajak masyarakat untuk lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental anak.

Meski sulit diterima, fakta bahwa anak bisa menyakiti orang tuanya bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Bisa jadi ada luka yang mungkin lama terpendam, ada emosi yang tak pernah diajarkan cara mengelolanya, pola asuh yang membiarkan semua kemauan anak terpenuhi, dan sebagainya. Sebagai orang tua, kita tentu menginginkan yang terbaik untuk anak. Untuk memahami persoalan ini, kita perlu mengetahui akarnya untuk mencegahnya terjadi.

BACA JUGA: Ciri Anak yang Mengalami Brain Rot, Ketahui juga Cara Atasi Kecanduan Gagdet pada Anak

Kenapa anak bisa berbuat kasar kepada orang tua?

Beberapa faktor berikut dapat menjadi penyebab anak melakukan kekerasan kepada orang tua. Mulai dari pengaruh lingkungan rumah sampai lingkungan sosialnya.

Bertanya langsung kepada psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana, S.Psi., M.Psi, mulai dari pola asuh yang agresif sampai kurangnya pengenalan batasan (boundaries) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi anak berbuat kasar. Berikut lima penyebab anak bisa berbuat kasar kepada orang tua menurut psikolog dan berbagai jurnal.

1. Modeling atau meniru

Kondisi rumah dengan keluarga yang terbiasa dengan pola komunikasi atau penyelesaian konflik yang agresif membuat anak bisa meniru cara tersebut. Melansir jurnal Healthcare, anak yang tumbuh dalam lingkungan dengan kekerasan—baik korban langsung atau saksi pertengkaran orang tuanya—cenderung meniru pola tersebut saat dewasa. 

2. Menjustifikasi bahwa kekerasan itu wajar

Dengan mengalami kekerasan yang berulang, dapat muncul ketidakseimbangan moral dalam diri anak yang akan menganggap bahwa kekerasan merupakan perilaku yang wajar dan membenarkan tindakan tersebut.

3. Tidak mampu mengelola emosi dengan baik

Banyak anak pelaku kekerasan tidak mampu meregulasi emosi seperti marah, frustasi, atau rasa tidak aman karena tidak pernah diajarkan cara menyalurkannya secara sehat. Studi Journal of Family Violence menunjukkan anak dengan kesulitan regulasi emosi sering jadi pelaku child-to-parent violence (CPV). Karena belum matang secara emosional, mereka menyalurkannya lewat perilaku agresif.

4. Konflik keluarga atau pola asuh yang disfungsional

Pola asuh yang terlalu keras atau sebaliknya permisif (pemanjaan berlebihan), minim empati, atau tumbuh di keluarga penuh konflik cenderung disertai penurunan kecerdasan emosional yang menyebabkan anak kurang mampu mengendalikan emosi negatif dan lebih mudah “meledak”. 

5. Pengalaman traumatis atau tekanan psikologis

Pembulian, tekanan akademik, dan ketegangan di rumah membuat anak melampiaskan emosinya dengan cara agresif.

6. Kurangnya batasan (boundaries)

Bila sejak dini anak tidak diajarkan mengenai batasan dan tanggung jawab dalam hubungan sosial, ia bisa tumbuh dengan konsep diri yang tidak realistis, seperti merasa berhak bertindak seenaknya.

7. Karakter dan lingkungan sosial

Beberapa faktor lain, seperti gangguan kepribadian dan pengaruh lingkungan luar juga dapat mempengaruhi agresi anak.

Foto: RDNE Stock project on Pexels

Apa yang harus dilakukan orang tua ketika anak melakukan kekerasan fisik?

Nasi sudah menjadi bubur. Ketika anak sudah melakukan kekerasan, apa yang seharusnya dilakukan orang tua?

1. Jaga keamanan terlebih dahulu

Apabila anak melakukan perilaku yang membahayakan, amankan diri dan anak terlebih dahulu dari situasi tersebut.

2. Terapkan aturan dan konsekuensi yang logis

Buat peraturan rumah yang jelas dan tegaskan setiap aturan ada konsekuensi apabila dilanggar. Misalnya, jika anak menyerang saat main game dihentikan, jangan memberi izin anak bermain game dalam waktu tertentu.

3. Alihkan atau arahkan perilaku negatif

Mommies bisa coba mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “Kakak mukul karena marah nggak dibolehin beli mainan, ya?” dan seterusnya agar anak dapat belajar menjawab dan mengungkapkan perasaan serta merta meredakan emosi.

4. Validasi emosi anak, bukan perilakunya

Contohnya, “Mama tahu kamu sedang sangat marah, tetapi memukul bukan cara yang boleh dilakukan.”

5. Hindari hukuman fisik

Membalas dengan kekerasan atau bentakan justru memperkuat pola kekerasan sebagai cara menyelesaikan konflik. Melansir Parents, hukuman fisik membuat anak bertanya-tanya kenapa orang tua boleh memukul sedangkan mereka tidak. Hal itu dapat meningkatkan agresi anak.

6. Beri pujian atau reward apabila anak bersikap baik

Saat anak bersikap baik atau menggunakan cara ekspresi yang tepat, beri pujian dan reward. Berbincang dengan anak mengenai perasaan juga tidak kalah penting untuk mengajarkan anak bagaimana strategi mengelola emosi yang baik.

7. Ajak bicara saat kondisi sudah tenang

Ketika anak sudah lebih tenang, ajak mengobrol untuk mengetahui akar masalahnya. Pendekatan dialog berguna untuk memahami alasan anak bersikap demikian dan menyampaikan harapan orang tua agar sikap itu tidak diulang.

8. Cari bantuan profesional bila perlu

Jika perilaku agresif terus berlanjut, Mommies bisa mencari bantuan ke psikolog atau psikiater.

Bagaimana cara mencegah dan mengatasi agar tidak berdampak ke hubungan lain?

Banyak orang bilang, lebih baik mencegah daripada mengobati. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan orang tua untuk mencegah perilaku agresif anak.

  1. Bangun komunikasi yang sehat sebab anak butuh merasa didengar dan dimengerti. Melalui komunikasi atau pendekatan dialog, ini akan mengurangi kecenderungan meluapkan emosi dengan agresi.
  2. Edukasi emosi sejak dini dapat mengajarkan anak mengenali, mengungkap, dan mengelola emosi sebelum konflik terjadi. Ajarkan teknik seperti menarik napas dalam, menjauh dari situasi, atau menuliskan perasaannya.

  3. Menerapkan disiplin positif dan konsisten melalui aturan dan batasan yang jelas, namun disampaikan dengan kasih sayang.

  4. Berikan contoh, seringkali orang tua menjadi role model anak. Mulai dar bagaimana cara menyelesaikan masalah, mengekspresikan emosi negatif seperti kekecewaan dan frustasi, sampai menghormati orang lain akan ditiru oleh anak.

  5. Pantau tanda stres dan trauma anak, misalnya menyimak perubahan perilaku seperti isolasi, nilai menurun, atau mood yang labil bisa jadi sinyal awal untuk penanganan.

  6. Akses layanan kesehatan mental sejak awal dapat membantu mendeteksi akar masalah lebih dini dan mencegah situasi yang memburuk.

  7. Perkuat ikatan keluarga dengan quality time dan komunikasi hangat dapat membuat anak merasa dihargai dan tahu batasan.

  8. Perhatikan lingkungan sosial anak sebab terkadang perilaku agresif muncul dari pengaruh teman atau tontonan yang tidak sesuai usia.

BACA JUGA: Mengapa Anak dan Remaja Zaman Sekarang Makin Rentan Depresi? Ini Penjelasan Psikolog!

Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo

Cover: karlyukav on Freepik