Anak bisa berbuat kasar dan menyakiti kepada orang tua karena beberapa alasan, misalnya pola asuh, trauma, hingga kurangnya batas yang sehat.
Jagat maya Kembali diramaikan oleh kasus penganiayaan seorang anak terhadap ibunya. Tampak seorang lelaki dewasa berulang kali berbuat kasar kepada ibunya di teras rumah. Alasannya karena ibunya tidak memberi uang. Kejadian tersebut ditangkap CCTV dan segara menjadi perbincangan publik di berbagai platform media sosial.
Video rekaman yang menunjukkan seorang anak dewasa melakukan kekerasan terhadap ibunya membuat banyak orang terhenyak dan mengecam tindakan tersebut. Di tengah kecaman yang mengalir deras, muncul juga kegelisahan yang lebih dalam: bagaimana bisa seorang anak tega berbuat sekejam itu kepada ibunya?
Meski sulit diterima, fakta bahwa anak bisa menyakiti orang tuanya bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Bisa jadi ada luka yang mungkin lama terpendam, ada emosi yang tak pernah diajarkan cara mengelolanya, pola asuh yang membiarkan semua kemauan anak terpenuhi, dan sebagainya. Sebagai orang tua, kita tentu menginginkan yang terbaik untuk anak. Untuk memahami persoalan ini, kita perlu mengetahui akarnya untuk mencegahnya terjadi.
BACA JUGA: Ciri Anak yang Mengalami Brain Rot, Ketahui juga Cara Atasi Kecanduan Gagdet pada Anak
Beberapa faktor berikut dapat menjadi penyebab anak melakukan kekerasan kepada orang tua. Mulai dari pengaruh lingkungan rumah sampai lingkungan sosialnya. Berikut lima penyebab anak bisa berbuat kasar kepada orang tua yang dikumpulkan dari berbagai jurnal.
Melansir jurnal Healthcare, anak yang tumbuh dalam lingkungan dengan kekerasan—baik korban langsung atau saksi pertengkaran orang tuanya—cenderung meniru pola tersebut saat dewasa.
Dengan mengalami kekerasan yang berulang, dapat muncul ketidakseimbangan moral dalam diri anak yang akan menganggap bahwa kekerasan merupakan perilaku yang wajar dan membenarkan tindakan tersebut.
Banyak anak pelaku kekerasan tidak mampu meregulasi emosi seperti marah, frustasi, atau rasa tidak aman karena tidak pernah diajarkan cara menyalurkannya secara sehat. Studi Journal of Family Violence menunjukkan anak dengan kesulitan regulasi emosi sering jadi pelaku child-to-parent violence (CPV).
Pola asuh yang terlalu keras atau sebaliknya permisif (pemanjaan berlebihan), minim empati, atau tumbuh di keluarga penuh konflik cenderung disertai penurunan kecerdasan emosional yang menyebabkan anak kurang mampu mengendalikan emosi negatif dan lebih mudah “meledak”.
Beberapa faktor lain, seperti gangguan kepribadian dan pengaruh lingkungan luar juga dapat mempengaruhi agresi anak.
Nasi sudah menjadi bubur. Ketika anak sudah melakukan kekerasan, apa yang seharusnya dilakukan orang tua?
Buat peraturan rumah yang jelas dan tegaskan setiap aturan ada konsekuensi apabila dilanggar.
Mommies bisa coba mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “Kakak mukul karena marah nggak dibolehin beli mainan, ya?” dan seterusnya agar anak dapat belajar menjawab dan mengungkapkan perasaan serta merta meredakan emosi.
Melansir Parents, hukuman fisik membuat anak bertanya-tanya kenapa orang tua boleh memukul sedangkan mereka tidak. Hal itu dapat meningkatkan agresi anak.
Saat anak bersikap baik atau menggunakan cara ekspresi yang tepat, beri pujian dan reward. Berbincang dengan anak mengenai perasaan juga tidak kalah penting untuk mengajarkan anak bagaimana strategi mengelola emosi yang baik.
Jika perilaku agresif terus berlanjut, Mommies bisa mencari bantuan ke psikolog atau psikiater.
Banyak orang bilang, lebih baik mencegah daripada mengobati. Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan orang tua untuk mencegah perilaku agresif anak.
BACA JUGA: Mengapa Anak dan Remaja Zaman Sekarang Makin Rentan Depresi? Ini Penjelasan Psikolog!
Penulis: Retno Raminne Nurhaliza Pitoyo
Cover: karlyukav on Freepik