Sorry, we couldn't find any article matching ''

6 Penyesalan Pola Asuh Para Lansia, Jadi Pelajaran Berharga untuk Orangtua Sekarang
Bisa menjadi masukan untuk orangtua saat ini, berikut beberapa penyesalan pola asuh atau parenting orangtua lansia. Serta pelajaran yang bisa kita ambil.
Siapa, sih, yang nggak mau jadi orangtua terbaik untuk anak-anaknya? Semua orangtua pasti berusaha sekuat tenaga, memberikan yang menurut kita paling pas. Tapi, namanya juga manusia, kadang ada hal-hal yang baru kita sadari belakangan, “Duh, kenapa dulu nggak begini ya?” atau “Coba kalau dulu aku lebih begitu.”
Nah, kali ini Mommies Daily berkesempatan mengumpulkan beberapa “curhat colongan” dari para lansia, atau cerita dari anak-anak mereka, tentang gaya pengasuhan di masa lalu yang kini, di usia senja, mungkin sedikit mereka sesali atau ingin mereka perbaiki jika waktu bisa diulang. Bukan untuk menghakimi, ya, Mommies, tapi justru untuk kita ambil pelajarannya. Yuk, simak bersama!
1. Keterbatasan Finansial yang Membekas: “Andai Dulu Bisa Lebih…”
Salah satu penyesalan pola asuh yang cukup universal datang dari keterbatasan ekonomi. Seorang Mommies mengungkapkan, “Uangnya kurang, jadi kurang maksimal dalam memberikan asupan yang bergizi, les tambahan, dan lain-lain.” Ini realita yang dihadapi banyak orangtua di masanya.
Ada juga yang merasa bersalah karena harus bekerja keras demi menyekolahkan anak, sampai-sampai momen tumbuh kembang anak seperti drama GTM (Gerakan Tutup Mulut) malah lebih banyak dilewati bersama pengasuh. “Dulu ibu nggak bisa main terus sama kamu, nggak ngalamin pusing kamu gnggaka mau makan soalnya disuapin mba. Tapi kalo nggak gitu, kamu nggak bisa sekolah,” curhat seorang ibu.
Sedih ya, Mommies, tapi ini juga menunjukkan betapa besar pengorbanan mereka.
BACA JUGA: Dua Faktor Penting yang Membentuk Karakter Anak di Masa Depan Menurut Psikolog, Apa Saja?
2. Bekal Agama dan Moral: “Merasa Kurang Maksimal Mengajarkan Nilai Luhur”
Seiring bertambahnya usia dan semakin mendekatkan diri pada Sang Pencipta, beberapa orangtua lansia merasa ada yang kurang dalam memberikan bekal agama dan moral saat anak-anak masih kecil.
“Mamaku bilang dulu kan beliau kurang religius, tirakatnya kurang, jadi merasa kurang kasih ilmu agama yang cukup untuk anak-anaknya waktu kecil,” ujar seorang Mommies. Penyesalan pola asuh ini bahkan ada yang dirasakan oleh anak itu sendiri, “Menyayangkan orangtua gue nggak mendidik gue agama dengan cukup strict.”
Di sisi lain, ada juga orangtua yang justru khawatir dengan moral anak-anak di tengah zaman yang terus berubah, “Mama khawatir tidak bisa mendidik anak-anak dengan benar dan baik. Waktu itu kondisi moral orang-orang sudah mulai kacau, walaupan belum separah sekarang.”
3. Keterampilan Hidup yang Terlewatkan: Dari Nyetir Mobil Sampai Melek Finansial
“Nyesel dulu aku nggak diajarin skill nyetir mobil,” ungkap seorang anak menceritakan penyesalan pola asuh orangtuanya. Dulu, anak perempuan mungkin dianggap tidak terlalu butuh menyetir, padahal kini terasa sekali manfaatnya, apalagi saat darurat dan suami sedang tidak ada.
Selain itu, kurangnya edukasi soal investasi dan pengelolaan keuangan juga jadi satu poin. “Nggak mengajarkan gue investasi kaya ke emas atau apapun. Mereka juga nggak berinvestasi soalnya.”
Begitu juga dengan keterampilan rumah tangga, “Harusnya mama ngajarin anak-anak mandiri sama kerjaan rumah tangga nggak serba sama mama,” celetuk seorang ibu ketika melihat anaknya kini mengajarkan kemandirian pada cucu-cucunya.
4. Komunikasi dan Kedekatan Emosional: Antara Protektif, Keras, dan Kurang Terbuka
Nah, ini nih yang sering jadi “PR” besar. Beberapa lansia, atau anak-anaknya yang merefleksikan, merasa ada gaya pengasuhan yang mungkin terlalu kaku atau kurang hangat. Ada orangtua yang saking protektifnya, anak perempuannya jadi serba tidak boleh, “Dari dulu gue nggak pernah boleh nginep di rumah temen, nongkrong pulang sekolah. Sangat menjunjung tinggi acara keluarga dan takut gue sebagai anak perempuan kenapa-napa.” Meskipun tujuannya baik, kadang ini membuat anak merasa terkekang.
Di sisi lain, ada juga yang merasa dulu terlalu idealis dan keras. “Mama bilang sih andai dulu lebih chill, nggak spaneng sama idealismenya. Nggak perlu kenceng-kenceng amat,” ujar seorang anak. Bahkan ada yang mengakui, “Beberapa terapan parenting yang masih main hard punishment instead of cara lain. Belom jaman gentle parenting.”
Kurangnya komunikasi terbuka juga jadi poin. “Orangtuaku bukan tipe yang bisa diajak ngobrol beginian,” atau “Asian parents usia 65-75 mana bisa diajak ngobrol gituan sama anak sendiri.” Namun, ada juga cerita haru di mana titik balik terjadi, “Pas aku habis diputusin pacar di masa kuliah. Aku sedih, ibuku sedih liat aku sedih, trus ibu minta maaf karena nggak pernah ‘dengerin’ intens anaknya. Sejak saat itu kami jadi lebih ‘cair‘.”
5. Pilihan Hidup dan Pendidikan Anak
Ada juga penyesalan terkait pilihan pendidikan anak, “Ibuku nyesel aku nggak bisa masuk SD yang sama kayak kakakku, yang mana itu SD favorit, karena dia waktu itu harus kerja dan nggak bisa ngurusin aku,” atau “Jurusan kuliah harus ikut ortu.“
6. Dampak Luka Batin Orangtua
Yang lebih menyentuh, ada penyesalan mendalam ketika anak mengalami krisis dan orangtua merasa gagal memberikan dukungan yang semestinya, hingga berujung pada hal-hal tragis. Cerita tentang seorang anak yang mencoba bunuh diri karena tekanan ekonomi dan merasa tidak dirangkul oleh keluarga, “Rumah yang harusnya rangkul aku pas jatuh malah kayak neraka,” menjadi pengingat betapa pentingnya dukungan keluarga, apapun kondisinya. Seorang anak bahkan mengatakan “(orangtua) menyesali waktu Februari 2023 aku percobaan bunuh diri.”
Foto: RDNE Stock project on Pexels
Pelajaran untuk Mommies dan Daddies Masa Kini
Membaca curahan hati dan penyesalan ini mungkin bikin hati kita ikut terenyuh. Tapi, penting untuk diingat, setiap orangtua melakukan yang terbaik dengan pengetahuan dan sumber daya yang mereka miliki saat itu. “Belum jaman gentle parenting,” seperti yang diungkapkan salah satu sumber, adalah fakta.
Bagi kita, Mommies dan Daddies di era informasi ini, ini adalah pelajaran berharga:
- Keseimbangan itu Penting: Antara memberi fasilitas, mengajarkan kemandirian, melindungi, dan memberi kebebasan.
- Komunikasi adalah Kunci: Bangun kedekatan emosional, jadilah pendengar yang baik untuk anak-anak kita. Jangan takut untuk “turun” dan memahami dunia mereka.
- Bekali dengan Keterampilan Hidup: Bukan hanya akademis, tapi juga kecerdasan emosional, finansial, dan kemandirian praktis.
- Ajarkan Nilai Agama dan Moral dengan Kasih: Bukan dengan paksaan, tapi dengan teladan dan pengertian.
- Tidak Ada Orangtua Sempurna: Kita semua belajar. Yang penting, kita mau terus bertumbuh dan memperbaiki diri. Jangan sampai kita juga punya daftar penyesalan yang panjang di kemudian hari.
Beberapa dari kita mungkin juga punya orangtua yang sulit diajak bicara soal ini, “Orangtuaku tipe yang orangtua selalu benar 😂,” atau kita yang justru, “Takut mamaku nangis.” Tapi, setidaknya, refleksi ini bisa jadi bekal kita dalam mengasuh generasi penerus.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari setiap cerita ini ya, Mommies. Karena pada akhirnya, tujuan kita sama: melihat anak-anak tumbuh bahagia, berdaya, dan menjadi pribadi yang baik.
BACA JUGA: 11 Salah Kaprah tentang Gentle Parenting yang Bisa Mengganggu Perkembangan Anak
Cover: Pavel Danilyuk on Pexels
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS