Sorry, we couldn't find any article matching ''

Belajar dari Ara, Ini 5 Cara Mendidik Anak agar Bijak dalam Berbicara
Menyebut teteh-teteh bubaran pabrik ‘hinyai’, Ara dan orang tuanya kembali dirujak netizen. Perhatikan beberapa hal ini sebelum share konten anak di medsos.
Ara (6), bocah viral yang kerap mencuri perhatian di media sosial, kembali menjadi bahan perbincangan setelah ucapannya mengenai wajah para pekerja perempuan yang baru pulang dari pabrik menuai kritik. Dalam video yang beredar, Ara terlihat mencoba memakai pelembap sambil menyebut kata “hinyai”, istilah dalam bahasa Sunda yang menggambarkan kondisi wajah kucel dan berminyak.
Ucapannya ini langsung memicu reaksi netizen, yang menilai bahwa kata-kata tersebut kurang pantas diucapkan oleh anak seusianya. Kritik pun mengarah pada orang tuanya, terutama sang ibu, Mega Vallentina, yang terlihat hanya tersenyum saat putrinya melontarkan perkataan tersebut, tanpa memberikan teguran atau edukasi mengenai pemilihan kata yang lebih bijak.
Ara Melontarkan Kata “Hinyai”
Pada salah satu konten video, Ara terlihat sedang duduk di dalam mobil dan meminta pelembap kepada ibunya. Ketika ditanya alasannya, ia dengan polos menjawab bahwa ia tidak ingin wajahnya terlihat “hinyai” layaknya teteh-teteh bubaran pabrik. Ucapannya tersebut langsung menjadi sorotan, bukan hanya karena istilah yang ia gunakan, melainkan juga karena respons orang tuanya yang tidak memberikan teguran atau penjelasan.
“Ara mau pelembap,” ucap Ara. “Apa itu sayang,” tanya sang ayah. “Pelembap biar gak hinyai,” balas Ara. “Hinyai itu kayak apa?” tanya sang ayah kembali. “Biar nggak kayak teteh-teteh bubaran pabrik,” jelas Ara.
BACA JUGA: 10 Sifat Anak Sulung dan Parenting yang Tepat, Bentuk Karakter Positif
Ara Mengomentari Orang yang Tak Berhijab
Foto: Freepik
Sementara itu, ini bukan kali pertama orang tua Ara mendapat kritik dari netizen. Sebelumnya, sang ibu dan ayah atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Baba dan Bubu juga disorot karena tidak menegur Ara saat putrinya berkomentar mengenai orang-orang yang tidak berhijab.
Dalam beberapa video yang beredar, Ara terlihat bertanya tentang agama dan mengomentari orang-orang yang tidak mengenakan hijab. Dengan nada polos khas anak-anak, ia mempertanyakan mengapa ada orang yang memilih untuk tidak berhijab dan menggunakan pakaian terbuka.
“Aunty Islam?” tanya Ara kepada Sarah Sechan dalam salah satu konten video. “Aku? Iya kenapa?” balas Sarah Sechan. “Kenapa gak pakai kerudung?” timpal Ara.
Ara Sudah Memikirkan Jodoh
Di lain kesempatan, Ara kembali mengejutkan netizen dengan ucapannya yang dianggap terlalu dewasa untuk anak seusianya. Pada saat Ara dan kedua orang tuanya diundang dalam salah satu acara televisi, Ara terlihat membahas soal jodoh dan tipe pasangan yang ia inginkan di masa depan ketika ditanya oleh penyanyi sekaligus host, Dewi Perssik.
“Ara kenapa sih udah mikirin jodoh?” tanya Dewi Perssik. “Karena biar ga kaya aunty Iyak. Sekarang cari jodohnya biar yang oke yang gak kayak waktu aunty Iyak,” balas Ara.
Komentar Warganet
Munculnya berbagai video kontroversial yang melibatkan Ara memancing reaksi beragam dari netizen. Sebagian besar mengkritik gaya parenting orang tuanya yang dianggap terlalu longgar dalam membiarkan anaknya berbicara tanpa filter. Namun, ada pula yang menilai bahwa hal ini merupakan bentuk spontanitas anak-anak yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan berlebihan.
“Masa anak kecil tau teteh-teteh bubaran pabrik, itu mah diajarin kali,” komen salah satu netizen.
“Aku sebagai teteh-teteh bubaran pabrik yang mukanya hinyai tapi ngerasa bangga karena muka hinyai itu hasil dari kerja keras menghidupi diri aku dan membantu keluarga, Ara,” ketik warganet.
“Duh Ara, kasian kamu malah diajarin pick me sama ibunya. Masa masih kecil udah tau nanya-nanya jodoh, siapa lagi kalau ga disuruh ortunya,” tambah warganet.
BACA JUGA: Para Orang Tua, Mari Ajarkan Anak 10 Adab yang Mulai Hilang Ini!
Tips Menegur Anak untuk Hal-Hal Sensitif
Menanggapi perdebatan yang muncul, banyak warganet yang menyoroti pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak agar lebih bijak dalam berbicara, terutama mengenai hal-hal yang sensitif. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka dengar dan lihat di lingkungan sekitar, termasuk dari orang tua, keluarga, atau media sosial yang mereka konsumsi.
Oleh karena itu, pendekatan yang tepat dalam mengedukasi anak menjadi kunci agar mereka bisa memahami batasan dalam berkomunikasi. Berikut beberapa tips yang bisa Mommies terapkan, antara lain.
- Tetap tenang dan jangan langsung bereaksi keras. Mommies dapat menarik napas dahulu dan jangan mengoreksi anak dengan nada tinggi karena bisa membuat anak merasa terintimidasi dan defensif.
- Menggunakan pendekatan bertanya. Daripada langsung berkata “Jangan ngomong begitu!”, coba tanya dengan lembut seperti “Kamu dengar itu darimana?” atau “Menurut kamu, kalau orang lain bilang itu ke kamu, bagaimana rasanya?”.
- Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami. Gunakan bahasa yang sesuai dengan usia anak dan hindari memberi penjelasan yang terlalu berat, seperti “Kata itu bisa menyakiti orang lain, jadi kita coba pakai kata yang lebih baik ya”.
- Menjadi contoh yang baik. Anak belajar dari cara orang tua berbicara. Oleh karena itu, jika Mommies ingin anak berbicara dengan sopan, tunjukkan dengan cara berbicara yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
- Ajarkan alternatif kata atau cara berbicara yang lebih baik. Jika anak berkata kasar atau menyinggung, berikan contoh bagaimana mereka bisa menyampaikannya dengan lebih sopan, contoh “Setiap orang punya bentuk tubuh yang berbeda, dan itu nggak masalah”.
Hal yang Harus Dipertimbangkan sebelum Membagikan Momen Anak di Medsos
Foto: Freepik
Berkaca dari peristiwa yang dialami oleh Ara, orang tua perlu lebih berhati-hati sebelum membagikan momen anak di media sosial. Berikut beberapa hal yang patut dipertimbangkan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi anak di masa depan.
1. Privasi dan Keamanan Anak
Hindari memberikan informasi pribadi seperti nama lengkap, sekolah, lokasi, atau kebiasaan anak yang bisa dimanfaatkan orang tak bertanggung jawab. Mommies perlu memastikan bahwa konten yang dibagikan tidak mempermalukan atau mengeksploitasi anak, terutama jika berkaitan dengan hal-hal yang sensitif.
2. Dampak Jangka Panjang
Konten yang viral saat ini mungkin masih bisa diakses bertahun-tahun ke depan. Anak yang masih kecil mungkin tidak memahami konsekuensi dari ucapannya, tetapi ketika ia tumbuh dewasa, unggahan tersebut bisa menjadi beban atau bahkan bahan perundungan.
3. Konten Bisa Disalahgunakan
Unggahan di media sosial bisa diedit atau dipotong-potong oleh pihak lain hingga maknanya berubah. Hal ini bisa menyebabkan kontroversi atau bahkan membuat anak menjadi sasaran kritik publik.
4. Perhatikan Konteks Konten dan Cara Penyampaian
Jika ingin membagikan sesuatu, pastikan tidak ada unsur yang bisa disalahartikan atau menyinggung orang lain. Misalnya, celoteh anak soal topik sensitif (seperti body shaming atau stereotip) sebaiknya tidak diposting, karena bisa berdampak negatif.
5. Jangan Posting untuk Validasi Pribadi
Sebagai orang tua, penting untuk bertanya pada diri sendiri apakah unggahan tersebut benar-benar untuk mengabadikan momen berharga atau justru hanya untuk mendapatkan validasi dari orang lain. Jika tujuan utama adalah mencari perhatian atau pujian, maka sebaiknya dipikirkan kembali sebelum membagikannya.
Tanggapan Psikolog
Menurut Agstried Elisabeth, M.Psi., Psikolog (Psikolog Sekolah Rumah Dandelion), nilai yang dimiliki anak sangat dipengaruhi oleh nilai yang dianut oleh orang tuanya. Selain itu, setiap konten yang dibagikan pasti telah melalui sensor dari kedua orang tuanya. Mereka merasa bahwa konten tersebut layak ditonton dan tidak ada masalah jika orang lain mengetahui bahwa anak mereka bisa berbicara hal tertentu.
Dari perspektif nilai keluarga, apa yang dikatakan anak dalam konten tersebut mungkin bukan sesuatu yang dianggap salah karena tentu tidak ada orang tua yang dengan sengaja ingin mengumbar kesalahan anaknya hingga membuatnya dihujat oleh banyak orang. Artinya, orang tua tidak melihat ada yang keliru dalam pandangan tersebut.
Namun, beberapa komentar atau kata-kata dalam konten tersebut memang bisa dianggap tidak dapat dibenarkan oleh sebagian besar orang. Meski begitu, meluapkan kekesalan, frustasi, dan amarah kepada anak seusia itu juga bukan tindakan yang bijak. Sebagai penonton, jika suatu konten tidak sesuai dengan nilai yang kita anut, pilihan terbaik adalah tidak menontonnya.
Sementara itu, sebagai pembuat konten, orang tua perlu mempertimbangkan apakah konten yang mereka buat memberikan manfaat bagi banyak orang atau justru lebih banyak berdampak pada anak sendiri. Penting untuk lebih berhati-hati dalam berbagi di media sosial karena nilai dan pandangan bisa berubah seiring waktu. Apa yang dianggap wajar hari ini belum tentu masih bisa diterima ketika anak-anak tumbuh besar dan konten tersebut masih tersedia di ruang digital.
BACA JUGA: 7 Hal yang Harus Dihindari saat Anak Tantrum, Orang Tua Harus Tahu!
Viralnya Ara menunjukkan betapa cepatnya sesuatu bisa menyebar di media sosial, termasuk ucapan polos anak-anak. Jadi, penting bagi orang tua untuk lebih berhati-hati, baik dalam mendidik anak soal cara berbicara maupun dalam memilih momen yang layak dibagikan ke publik.
Penulis: Nariko Christabel
Cover: Freepik
Share Article


POPULAR ARTICLE


COMMENTS