Begini cerita Mario Gerungan sebagai ayah dari dua anak perempuan, setelah pensiun dari karirnya sebagai pebasket profesional.
Sebagai salah satu yang dibanggakan oleh keluarga besar kami, Mario Gerungan (37), sepupu saya yang dikenal di dunia perbasketan sebagai mantan kapten dari klub basket ASPAC, bercerita mengenai perannya sebagai seorang ayah dari kedua anak perempuannya, Gillian (5) dan Gelsey (1), di tengah kesibukannya sebagai Full Time Employee di MDI Ventures. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan dunia basket, karena hingga kini Mario masih dipercaya sebagai sportcaster dan pelatih basket junior. Berikut hasil obrolan kami, dan pandangan Mario mengenai nilai parenting dan peran keluarga yang membuatnya bisa semangat menjalani kesibukannya.
Tentu, memanfaatkan waktu WFH yang masih saya dapatkan selama satu hari dalam satu minggu. Biasanya, saya memaksimalkan hari itu untuk tetap bisa hadir buat anak-anak. Sebisa mungkin antar Gillian ke sekolah atau memandikan Gelsey dan main bareng. Kemudian saat weekend, biasanya saya ajak anak dan istri ke playground atau kulineran.
Saya lumayan sering pegang anak-anak (misalnya ketika lagi ada acara keluarga, saya bawa mereka), pas istri lagi ada kerjaan. Justru saya malah enjoy banget karena momen tersebut jadi momen bonding kami. Dari situ anak-anak belajar untuk bergantung hanya sama salah satu dari orangtuanya. Saya sendiri jadi lebih tahu apa yang perlu saya improve dan jadi belajar juga untuk lebih baik lagi saat meng-handle anak-anak sendirian.
Sangat penting pastinya, khususnya buat kedua anak perempuan saya. Saya pingin mereka bisa belajar dan melihat langsung sosok seorang laki-laki yang punya tanggung jawab dan akan selalu ada untuk mereka.
LOVE. Pertumbuhan anak-anak kita sangat bergantung pada bagaimana cara mereka mengimplementasikan “LOVE” tersebut dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan luar.
KEJUJURAN. Kalau anak paham tentang kejujuran, mereka pasti akan menunjukkan tanda keterbukaan sama kita. Saya selalu ajak anak-anak untuk sharing apapun yang mereka rasakan dan pikirkan.
RESPECT. Menurut saya ini landasan terpenting sebelum anak-anak kita masuk ke lingkungan yang lebih luas.
Saya itu tipe ayah yang nggak akan ragu untuk tegur anak saya kalau memang dia ngelakuin sesuatu yang nggak sesuai sama value yang kami berikan dan ajarkan. Tentunya, hal ini juga berdasarkan komunikasi yang berkualitas dengan istri, yang menjadi senjata saya untuk menghadapi problem terkait pengasuhan anak.
Social media pastinya. Saya takut banget anak-anak masuk ke masa-masa mereka mengenal social media. Artinya, sebagai orangtua, saya harus semakin ekstra effort untuk filtering mereka dari berbagai macam hal yang bisa mereka temui di social media.
Saat saya sibuk dengan semua aktivitas di luar rumah, pasti kan habis, tuh, tenaga dan pikiran, istri dan anak-anak selalu menjadi penyejuk di hati dan pikiran saya.