Ada banyak kesalahpahaman tentang aseksual. Artikel ini akan bantu Mommies paham fakta-fakta tentang aseksualitas secara lengkap.
Saat ini kita jauh lebih terbuka biara soal seks. Namun masih banyak masyarakat yang salah paham karena misinformasi. Nah, misinformasi inilah yang biasanya menjadi penyebab kita jadi punya pandangan negatif, dan aseksualitas, yang berarti kurangnya ketertarikan seksual, adalah orientasi yang sering disalahpahami.
Fakta inilah yang mendorong Julie Sondra Decker seorang penulis aseksual menulis sebuah buku tentang aseksualitas. Meskipun bukunya lumayan membantu orang-orang mengetahui tentang aseksual, ternyata masih lebih banyak orang yang salah paham dan tidak mengerti apa artinya menjadi aseksual. Mungkin termasuk Mommies.
BACA JUGA: 10 Jenis Kelainan Seksual, Merugikan dan Bisa Membahayakan Nyawa
Biasanya orang aseksual memiliki sedikit hasrat, atau rendahnya hasrat, atau sama sekali tak ada hasrat untuk aktivitas seksual. Aseksualitas juga dapat dianggap sebagai salah satu orientasi seksual. Namun, mereka tetap bisa melakukan masturbasi atau hubungan seksual bersama pasangannya. Aces adalah singkatan untuk siapa saja yang menyebut dirinya aseksual.
Orang dengan kondisi ini memiliki kebutuhan emosional yang sama seperti orang lain pada umumnya, yaitu menginginkan dan membentuk hubungan yang intim secara emosional dengan orang lain. Orang aseksual juga mungkin memiliki ketertarikan pada sesama jenis atau jenis kelamin berbeda. Mereka juga dapat merasakan:
Agar terhindar dari kesalahpahaman, mari cari tahu fakta-fakta tentang aseksual berikut ini!
Foto: Freepik
Mungkin Mommies pernah selentingan dengar tentang aseksualitas. Pertama dan terpenting, aseksualitas adalah orientasi seksual seperti heteroseksualitas, homoseksualitas, biseksualitas, dan rekan-rekannya. Apa sih orientasi seksual itu? Orientasi seksual adalah ketertarikan seseorang atau tidak ketertarikan seseorang pada orang lain.
Beberapa orang aseksual mungkin tidak merasakan hasrat seksual, tetapi bukan berarti mereka tidak bisa menyukai dan menginginkan orang lain. Ada perbedaan antara ketertarikan seksual dan hasrat romantis. Banyak orang dengan kondisi ini mungkin tidak memiliki hasrat seksual tapi tetap menginginkan ikatan romantis dengan seseorang.
Ada juga bentuk ketertarikan lain yang mungkin dialami oleh orang aseksual, seperti ketertarikan romantis, emosional, dan platonis. Keinginan romantis adalah perasaan menginginkan hubungan romantis dengan seseorang, etertarikan emosional adalah keinginan untuk membentuk ikatan emosional dengan seseorang, dan ketertarikan platonis mengacu pada ketertarikan untuk menjalin persahabatan.
Memiliki sedikit hasrat atau malah sama sekali tidak berhasrat terhadap seks bukan berarti orang-orang aseksual menderita impotensi.
Ketika beberapa orang aseksual jatuh cinta, mereka dapat membangun hubungan romantis yang memuaskan bahkan memiliki pernikahan yang bahagia. Hal ini dapat terjadi pada orang-orang aseksual yang berjenis kelamin sama dan berbeda jenis kelamin.
Orang yang memiliki kondisi ini mungkin tidak mengalami ketertarikan seksual kepada orang lain (dan ingat, hal ini belum tentu berlaku pada semua), tetapi bukan berarti mereka tidak ingin memiliki pasangan, menikah, atau mempunyai anak.
Aseksualitas adalah sebuah identitas, bukan keputusan untuk tidak melakukan hubungan seks seperti selibat atau berpantang. Orang seringkali keliru tapi sebenarnya ada perbedaan yang jelas dan penting di antara keduanya.
Aseksualitas sering kali disalahartikan sebagai ‘gangguan’ atau disorder. Bertentangan dengan hal ini, atau hal lain yang mungkin pernah Mommies dengar, aseksualitas bukanlah masalah medis atau hal apa pun yang perlu ‘diperbaiki’ dan diobati.
Pemberian label penyakit kepada kondisi ini bukanlah hal yang tepat. Sebab, orang aseksual tidak akan merasa terganggu sama sekali dengan kondisi mereka. Karena sesuai dengan definisinya, gangguan atau penyakit ialah hal yang menyebabkan orang yang mengalaminya merasa menderita atau menimbulkan risiko kesehatan lain.
Terkadang orang keliru percaya bahwa aseksualitas terjadi akibat kekerasan seksual atau pengalaman traumatis lainnya. “Meskipun beberapa orang aseksual mungkin pernah mengalami trauma seksual sama seperti orang yang bukan aseksual, berasumsi seseorang menjadi aseksual karena pengalaman negatif tentu kurang tepat,” papar KJ Cerankowski, Ph.D., asisten profesor sastra Amerika komparatif dan gender, seksualitas, dan studi feminis di Oberlin Collegesays.
Selain itu, kondisi ini menggambarkan ketertarikan seseorang dan bukan alasan seseorang merasakan ketertarikan tertentu. “Tidak dapat dihindari bahwa sebagian dari populasi orang aseksual juga akan bertemu dengan orang yang pernah mengalami trauma, karena sebagian dari setiap populasi pernah mengalami pelecehan, trauma, atau kekerasan seksual,” kata Decker.
Foto: Freepik
Menjadi aseksual tidak sama dengan tiba-tiba kehilangan minat terhadap seks atau memilih untuk tidak berhubungan seks saat masih merasakan ketertarikan seksual.
Untuk membantu seseorang mengetahui apakah dirinya aseksual atau tidak dia bisa mengingat-ingat apakah dirinya pernah mengalami salah satu hal berikut:
BACA JUGA: Mengenal Teabagging, Teknik Baru Sebelum Berhubungan Seks
Cover: Freepik