Dampak Pola Asuh Single Parent pada Tumbuh Kembang Anak

Parenting & Kids

Fannya Gita Alamanda・18 Jun 2024

detail-thumb

Kini waktunya kalian tahu bahwa pola asuh single parent yang buruk akan berdampak besar terhadap perkembangan anak. Mari cari tahu dampaknya!

Single parenting mengacu pada orang tua yang membesarkan anak tanpa bantuan pasangan dengan berbagai alasan. Dan bukanlah perkara gampang bagi para orang tua tunggal untuk mengasuh anak tanpa dukungan pasangan. Ini alasannya para orang tua tunggal perlu lebih cermat dan bijaksana dengan menghindari pola asuh yang salah. Terapkan saran dari Febrizky Yahya S. Psi. M. Si, Parenting dan Sex Educator.

Gaya Pengasuhan Orang Tua Tunggal yang Berdampak Buruk pada Anak

Tiga pola asuh single parent berikut ini kerap terjadi dan berdampak buruk terhadap tumbuh kembang anak.

1. Menyalahkan anak-anak

Menyalahkan anak atas perceraian dapat menimbulkan konsekuensi yang serius dan merusak bagi kesejahteraan dan perkembangan emosinya. Ini beberapa dampaknya terhadap anak.

  • Rasa bersalah dan malu: Anak-anak akan merasa bersalah dan bertanggung jawab atas perceraian orang tua mereka. Hal ini dapat menimbulkan perasaan malu, tidak berdaya, dan rendah diri.
  • Tekanan emosional: Disalahkan atas sesuatu yang bukan kesalahan mereka dapat menyebabkan tekanan emosional pada anak-anak. Mereka akan mengalami kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya karena merasa bertanggung jawab atas perceraian orang tua mereka.
  • Konflik dan ketegangan: Anak akan merasa terjebak di tengah perselisihan dan ketegangan orang tuanya sehingga sulit mengatasi emosi yang dia rasakan.
  • Masalah hubungan: Anak akan mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat di masa depan. Bergumul dengan masalah kepercayaan, takut ditinggalkan, dan sulit menetapkan batasan dengan orang lain.
  • Dampak jangka panjang: Kesejahteraan mereka secara keseluruhan akan terpengaruh. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang minderan, sulit memercayai orang lain, dan berisiko mengalami kesehatan mental.

Mengapa anak kerap disalahkan atas perceraian

  • Salah satu topik dan sumber dalam konflik rumah tangga adalah perbedaan pola asuh anak. Sebetulnya, jika pasangan dapat menerapkan komunikasi efektif, permasalahan apa pun dapat diselesaikan untuk mendapatkan solusi. Namun, banyak pasangan yang tidak dapat melakukan resolusi konflik dengan baik sehingga justru memperburuk hubungan dan mengakibatkan perceraian. Untuk orang tua yang kurang mampu dan mau untuk instrospeksi diri, mereka mengira anaklah yang menyebabkan perpisahan, padahal sebetulnya ketidakmampuan pasangan untuk menyelesaikan konflik dengan baik adalah akar masalahnya.
  • Ketidakmampuan mempertahankan hubungan menyebabkan perasaan gagal dan inferior. Untuk mengkompensasi perasaan gagal ini, orang tua merasa perlu untuk mencari kambing hitam yang dapat disalahkan agar dapat merasa lebih baik. Dalam hal ini, anak yang paling tidak berdaya dapat menjadi sasaran kemarahan mereka yang tidak pada tempatnya.
  • Anak yang lebih memihak atau lebih dekat dengan salah satu orang tua seringkali membuat orang tua lainnya cemburu dan merasa kehilangan dukungan saat mengalami konflik rumah tangga, sehingga anak turut terkena imbasnya.

BACA JUGA: Bebas Stres, Ini Tips Jitu Menjaga Kesehatan Mental Orang Tua Tunggal Menurut Psikolog

2. Menempatkan anak di tengah-tengah

Perceraian bisa menjadi pengalaman yang sulit dan bergejolak secara emosional bagi orang tua. Apalagi bagi anak-anak. Mereka akan kebingungan dan kacau secara emosional. Sayangnya, karena perceraian membuat orang tua mengalami kekacauan emosi, mereka kehilangan sebagian kemampuan untuk menjadi apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Lebih buruk lagi, mereka mungkin menempatkan anak-anak di tengah-tengah pertikaian dan memperlakukan mereka sebagai alat dalam pertarungan dengan pasangan mereka.

3. Menjelek-jelekkan salah satu orang tua

Mendengar salah satu orang tua menjelek-jelekkan mantan pasangannya di depan anak akan berdampak negatif pada kesehatan jiwa dan raganya. Anak-anak mungkin akan memercayai informasi palsu itu dan salah paham sehingga menyebabkan anak merasa marah atau sakit hati terhadap salah satu orang tuanya atau keduanya. Mereka jadi enggan menghabiskan waktu bersama salah satu atau kedua orangtuanya.

Informasi yang salah dan kata-kata yang berbahaya dapat berdampak buruk secara psikologis bagi anak. Terkadang anak-anak meniru perilaku ini atau menggunakan bahasa yang mereka dengar saat marah kepada orang lain. Dalam kasus yang lebih serius, perilaku bermasalah ini dapat menyebabkan trauma emosional dan bahkan dapat menyebabkan pelecehan psikologis atau emosional.

Mengatakan hal-hal seperti “kamu sama seperti ibumu” ketika seorang anak melakukan sesuatu yang dianggap orang tuanya sebagai sifat negatif mantan pasangannya akan melukai perasaan anak.

Mengapa seseorang suka menjelekkan mantan pasangannya di depan anak:

  • Orang tua merasa perlu mencari dukungan moral dan emosional dari anak-anak mereka agar merasa lebih baik.
  • Emosi yang meluap pada mantan pasangan sehingga sadar atau tidak, mengekspresikannya di depan anak.
  • Sebagian orang tua merasa mendapat dukungan dari anaknya jika mereka memiliki musuh yang sama, yakni mantan pasangannya atau orang tua si anak.
  • Perebutan hak asuh. Sebagian orang tua merasa perlu membuat anak lebih memilih untuk tinggal bersama dirinya dibanding mantan pasangannya, dengan cara menjelek-jelekan. Dengan harapan anak tidak akan memilih tinggal bersama mantan pasangannya.

Foto: tirachardz on Freepik

Saran untuk Para Orang Tua Tunggal

Para orang tua tunggal, coba terapkan saran berikut ini

  1. Tahan diri. Bersikalah netral dan tidak menjelekkan mantan pasangan di depan anak
  2. Tidak menyalahkan anak secara langsung atau tidak langsung atas perpisahan. Jika perlu ambil tanggung jawab dengan meminta maaf kepada anak atas perpisahan yang terjadi, dan katakan bahwa itu bukanlah salahnya.
  3. Carilah role model lawan jenis untuk anak yang ada di keluarga dekat sebagai pengganti orang tuanya yang tidak seatap lagi (apalagi jika mantan pasangan betul-betul meninggalkan keluarga). Anak tetap perlu role model dari keluarga terdekat untuk mengisi kekosongan peran dari mantan pasangan.
  4. Usahakan tetap hadir dan menjadi teman yang aman dan nyaman bagi anak. Pasca perceraian kedua orang tuanya, anak akan sangat rapuh dan membutuhkan dukungan.
  5. Jika anak menunjukkan perubahan perilaku yang drastis, tidak ada salahnya berkonsultasi dengan psikolog atau konselor anak.

3 Dampak Negatif Pengasuhan oleh Orang Tua Tunggal

Pola asuh oleh single parent bisa baik, bisa juga buruk. Ini beberapa dampak negatifnya.

1. Masalah perkembangan

Banyak masalah perkembangan anak-anak dari orang tua tunggal berkisar pada kemajuan mereka di sekolah. Mereka cenderung mendapat nilai lebih rendah, dan angka putus sekolah lebih tinggi dibandingkan rekan-rekan mereka yang berasal dari keluarga dengan dua orang tua. Anak-anak yang harus bekerja untuk membantu membayar biaya sekolah memiliki lebih sedikit waktu untuk fokus pada tugas sekolah.

2. Kesulitan ekonomi

Keluarga dengan orang tua tunggal lebih besar kemungkinannya mengalami masalah keuangan karena mereka hanya mempunyai satu pencari nafkah. Anak-anak dengan orang tua tunggal dapat merasa takut, stres, dan frustrasi dengan perbedaan antara kehidupan mereka dan kehidupan teman-temannya.

3. Efek psikologis

Anak-anak dari orang tua tunggal lebih rentan terhadap berbagai penyakit kejiwaan, penyalahgunaan alkohol, dan upaya bunuh diri dibandingkan anak-anak dari rumah dengan dua orang tua. Bukan hal yang aneh bagi anak-anak untuk terpapar dan bahkan terlibat dalam konflik antara orang tua selama dan bahkan setelah perceraian, yang mungkin membuat anak merasa kesepian, ditinggalkan, dan bahkan merasa bersalah. Gejolak emosi dan ketidakpastian apa pun dapat meningkatkan masalah psikologis.

BACA JUGA: 15 Pertanyaan Terbuka untuk Anak dari Orang Tua Tunggal, Baik untuk Emosi Anak

Cover: tirachardz on Freepik