Sorry, we couldn't find any article matching ''
Risa Trisanti: Ajarkan Anak Berkomitmen di Tengah Kemajuan Zaman
Risa Trisanti membagikan prosesnya mendalami dunia marketing, hingga cara dia mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang berkomitmen.
Sibuk mengemban pekerjaan pada posisi yang menjadi center of business dan dinamis dimana terkadang harus mengorbankan banyak waktu untuk bekerja, tidak membuat Risa Trisanti, Marketing Manager Baby Huki mengabaikan perannya sebagai istri dan ibu.
Bersama Mommies Daily, Risa membagikan cerita dan pengalamannya tentang awal mula ketertarikannya untuk terjun dalam dunia marketing hingga tips parenting yang diterapkan kepada anak-anaknya i tengah kemajuan zaman. Yuk, simak kisahnya!
BACA JUGA: Jangan Double Standard pada Anak tentang Pemakaian Gadget
Apa yang membuat Risa jatuh cinta pada dunia marketing?
Mulai dari masa SMA dan kuliah, saya memang sudah mengenal dunia marketing. Akan tetapi, awal mulanya hanya memahami sales marketing, yakni tentang cara mempromosikan barang agar dapat terjual. Hal tersebut pun berbuah manis, barang-barang berhasil terjual dengan teknik marketing yang diterapkan, seperti diskon dan mengolah beberapa USP dari barang.
Seiring waktu berjalan, pemahaman saya akan marketing concept pun semakin berkembang dan menguasai beberapa aspek dalam marketing seperti brand building, yang tidak hanya sekedar berjualan. Meskipun cukup challenging, kondisi ini membuat saya passionate untuk mengenal dan mencakup banyak hal dalam membuat brand building serta marketing activity yang lebih baik.
Marketing ibarat center of business dimana menjadi poros yang mengurus brand itu sendiri sampai memastikan produk jadi. Marketing berhubungan dengan pabrik, purchasing material, distribusi, pricing strategy, komunikasi yang baik, hingga gathering insight yang dapat menentukan inovasi tentang produk apa yang paling dibutuhkan oleh konsumen atau target marketnya.
Ketika semua hal tersebut sudah terpenuhi, baik brand maupun needs of customer itself, pasti ada kebahagiaan pribadi yang dirasakan sebagai marketer brand dari produk tersebut.
Tiga sifat yang disukai dari diri kamu?
Optimis, peka, dan fleksibel.
Pengalaman masa kecil dan masa remaja apa yang membuat kamu memiliki tiga sifat tersebut?
Banyak pengalaman masa kecil yang membuat saya belajar bahwa sikap pesimis sama sekali tidak akan membawa kita kemanapun kecuali keterpurukan. Jadi biasakan untuk tanamkan rasa optimis meskipun sedang dalam masa sulit ataupun under pressure. Cara yang biasa saya lakukan yakni dengan mengatur napas sambil mengucapkan istighfar secara berulang. Hal itu bisa mendukung rasa optimis dan mostly good things happen next.
Sikap peka saya mungkin karena terbiasa dan tertular dari ibu. Kebetulan ayah saya sudah meninggal sewaktu saya masih balita, sehingga kami tiga bersaudara menjadi sangat peka dengan perasaan ibu, begitupun sebaliknya. Tentunya hal ini terus terbawa hingga sekarang dan sangat membantu dalam memahami what consumer needs, membantu dalam membangun persahabatan dengan teman-teman, hingga mengatasi masalah dalam lingkungan kerja.
Sedangkan untuk sifat fleksibel sendiri baru muncul ketika di masa-masa kuliah. Sebelumnya saya lahir dalam didikan keluarga yang disiplin dan perfeksionis. Namun, di masa ini saya mencoba untuk lebih fleksibel pada proses dan hanya fokus pada tujuan akhirnya. Tidak perlu terlalu sempurna dalam proses, tetapi tetap menuju goal orientation yang sesuai dengan ekspektasi maupun deadline.
Apa tantangan sebagai sosok perempuan yang bekerja pada posisi marketing manager di brand produk perlengkapan bayi?
Sebagai sosok perempuan dan ibu, saya mendapat banyak personal insight, expectations, dan experience yang dapat membantu dalam hal pekerjaan. Namun ada juga tantangannya karena marketing atau brand person adalah posisi yang sangat center dan dinamis sehingga harus siap untuk bekerja dinamis, tidak selalu bekerja pada office hour. Banyak juga event yang harus diikuti sehingga harus mengorbankan weekend. Selain itu, terdapat juga tantangan sebagai perempuan dan ibu yakni harus menjaga work life balance antara pekerjaan dan posisi dalam keluarga.
Alhamdulillah, sejauh ini saya masih bisa menjalani work life balance. Kalaupun ada hari libur yang harus terpakai untuk bekerja, kita ganti off di weekday. Saya biasanya memasak di rumah atau jemput anak-anak di sekolah, setelah itu menghabiskan waktu bersama dahulu sebelum pulang.
Siapa saja support system Risa?
Suami, ibu, mertua, kakak, dan asisten rumah tangga.
Bagaimana cara menjaga hubungan dengan keluarga di tengah gempuran teknologi dan gadget yang banyaknya ‘mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat’?
Tentunya ini challenging sekali. Mau diblokir juga susah karena tugas dan materi semua ada di aplikasi. Zaman sekarang sudah sulit disamakan dengan zaman kita kecil dulu.
Anak-anak sekolah sampai sore karena padat pelajarannya. Akhirnya mereka saya suruh bikin komitmen dengan jadwal pemakaian laptop dan hari apa saja mereka boleh main game, termasuk weekday, tetapi hanya satu jam sebelum maghrib. Komitmen tersebut ditandatangani oleh anak-anak, sehingga jika sudah ada dua kali pelanggaran tidak bisa main di minggu depannya. Jadi untuk sistemnya tetap kembali pada self reward dan punishment.
Ketika anak-anak malas belajar, apa dilakukan untuk mengatasi hal itu?
Biasanya tergantung waktunya. Kalau memang masih siang atau sore dan pekan ulangan, aku ajak mereka tentuin boleh istirahat dulu atau lakuin yang mereka suka sampai jam berapa, lalu setelah itu baru lanjut belajar lagi. Kalau waktunya sudah mepet, biasanya aku belikan makanan atau minuman yang mereka mau, lalu aku kasih waktu untuk baca materinya. Setelah itu aku tanya beberapa soal dari materi yang sudah mereka baca tadi. Intinya menemani mereka belajar sampai selesai.
Apa pelajaran yang didapatkan setelah menjadi orang tua?
Wah, banyak banget, ya, terutama jadi sangat berhati-hati dengan ucapan dan bersikap di depan anak-anak karena mereka benar-benar peniru dan penganalisa yang baik. Selain itu, kata-kata ibu bisa jadi doa. Jadi saya hati-hati banget kalau lagi marah, lebih baik diam.
Menjadi orang tua juga banyak membuat diri jadi lebih dewasa, berpikir lebih panjang tapi saya berusaha sekali untuk tidak kehilangan jati diri. Maka dari itu, terkadang saya menempatkan diri sebagai sahabat anak-anak juga supaya tetep bisa jadi ibu yang menyenangkan dan mereka gak sungkan cerita segala hal.
Lanjutkan kalimat ini:
Menjadi perempuan di Indonesia itu… harus multitasking.
BACA JUGA: Apa Saja Gadget yang Saya Siapkan Ketika si Kecil Mulai Masuk Sekolah Dasar?
Ditulis oleh: Nariko Christabel
Foto: Dok. Pribadi
Share Article
COMMENTS