Sorry, we couldn't find any article matching ''
Membesarkan Anak Berkebutuhan Khusus, Ini Pengalaman Dian Sastro!
Tahun 2019 silam, Dian Sastro pertama kali membagikan fakta mengenai kondisi anak laki-lakinya yang menyandang autisme. Ini ciri-cirinya!
Dian Sastrowardoyo bercerita untuk pertama kalinya tentang putra sulungnya Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo yang ternyata mengidap autisme. Sempat berkaca-kaca, ia menjelaskan bahwa ini pertama kalinya ia membagikan kisah tersebut di depan publik.
“Saya tidak pernah cerita karena memang tidak pernah ada yang bertanya. Ini pertama kalinya saya bicara. Namun ternyata di sekolah anak saya, keluarga yang mengalami itu banyak sekali, ada 3 dari 5 keluarga,” papar Dian di acara konferensi pers Special Kids Expo (Spekix), Jakarta Convention Center, hari ini, Jumat, 23 Agustus 2019 silam. “Setiap denger cerita sukses Shain, saya selalu ditanya terapi di mana, penanganannya bagaimana. Jadi kalau yang dekat dengan saya, sih, tahu,” tambahnya.
Dian Sastro bercerita bahwa awalnya ia merasa ada yang tidak beres saat anaknya mulai ikut kegiatan di usia 6 bulan. Ia sulit fokus dan tampak berbeda dengan anak-anak lain seumurannya. Beruntung ada salah satu anggota keluarganya yang dokter dan langsung menyarankan untuk intervensi dengan terapi.
BACA JUGA: Infografik: Mengenali Ciri Autisme pada Anak
Bintang AADC ini juga mengaku tak percaya ketika dokter pertama kali menyatakan bahwa anaknya autis. Ia sampai pergi ke tiga dokter untuk memastikan dengan benar. Saat itu, Shain masih berusia 8 bulan dan langsung menjalani terapi hingga akhirnya dinyatakan tidak lagi butuh terapi di usia 6 tahun.
“Intervensi early itu penting sekali. Dia terapi dari 8 bulan sampai 6 tahun, sampai dinyatakan di 6 tahun tidak butuh terapi lagi. Semua sudah berfungsi dengan baik, saya senang di sekolah ia sudah punya banyak teman, kemampuan komunikasi sangat baik, bisa curhat, bisa jahil dan jahilin adeknya,” jelas Dian.
Apa Pernah Ada Perasaan Ingin Menyerah?
“Nggak, sih, ya. Di tahun awal saya liat semua ciri autis tujuh-tujuhnya, sekarang udah nggak ada sama sekali. Dulu itu dia masih punya kesulitan berkomunikasi jadi sering tantrum, di mall, acara keluarga, dia gagal mengkomunikasikan perasaannya, jadi tontonan orang. Di situ kita harus lebih kuat. Kita yang harus bisa manage eyang, suami, ibu saya, meski saya sendiri sebetulnya masih belajar.”
Dia juga pernah bercerita kala suster Shain pulang kampung, Shain main mobil-mobilan 3 jam terus menerus karena kangen, sedangkan Dian sendiri ingin bermain dengan sang anak.
“Suatu hari susternya pulang kampung, dia main mobil-mobilan 3 jam muter-muter terus karena susternya pulang kan dia kangen ya. Padahal saya juga ingin main sama dia, melakukan aktivitas lain tapi dia nggak mau. Itu kan kegiatan janggal, ya. Janggal itu nggak selalu nepok-nepokin tangan atau goyang-goyang di pojokan,” jelas Dian.
“Saya sering sekali lihat video atau film di mana anak pegang tangan ibunya dan bilang ‘ibu sayang kamu’ lalu anaknya jawab ‘aku juga sayang ibu’, anak saya nggak bisa sama sekali. Saya selalu mikir kapan, ya, dia bisa bilang sayang? Kapan, ya, dia ngerti kalau saya sayang sama dia. Sedih iya tapi bukan mau give up karena eventually semua yang aku impikan itu sekarang terjadi,” tutupnya.
Tujuh Ciri Utama Autis
Tujuh ciri yang disebut Dian dialami semua oleh anak laki-lakinya, dan bisa dijawab lewat pertanyaan berikut:
- Apakah anak memiliki ketertarikan pada anak lain?
- Apakah anak menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertarik pada sesuatu?
- Apakah anak mau menatap mata lebih dari 1-2 detik?
- Apakah anak meniru gerakan atau raut wajah anda?
- Apakah anak memberi reaksi bila namanya dipanggil?
- Jika anda menunjuk sesuatu, apakah anak melihat pada benda yang ditunjuk tersebut?
- Apakah anak anda pernah bermain role play? Seperti berpura-pura menyuapi boneka, berbicara di telepon, dsb?
Seorang anak bisa jadi autis jika pertanyaan di atas jawabannya “tidak” pada minimal 2 pertanyaan. Kalau mommies merasa ada yang tidak beres dengan anak, sebaiknya periksakan ke dokter tumbuh kembang, ya!
Menurut psikolog sekaligus ketua Masyarakat Peduli Autis Indonesia (Yayasan MPATI), Gayatri Pamoedji, anak yang sudah dinyatakan autis tentu akan memerlukan terapi, seperti yang dilakukan Dian.
Terapinya ada tiga macam dan idealnya dilakukan dalam 30-40 jam seminggu.
- Terapi perilaku mau patuh, duduk, kontak mata, bisa menjawab namanya siapa dan menoleh ketika dipanggil.
- Terapi wicara karena komunikasinya terganggu. Paling sederhana, mulai dengan 10 benda yang paling sering dipakai.
- Terapi okupasi. Ini adalah “olahraga: yang mengatur koordinasi tangan, motorik halus dan kasar. Dan ini bisa dilakukan di rumah lho!
BACA JUGA: 5 Aplikasi Untuk Anak Autis
Foto: Instagram/therealdisastr
Share Article
COMMENTS