Fenomena anak susah minta maaf itu seringkali terjadi. Lalu sebagai orang tua yang harus Mommies lakukan adalah cari penyebab dan atasi!
Semua orang pasti membuat kesalahan. Tak terkecuali anak-anak. Dalam interaksinya dengan orang lain, baik keluarga, teman, atau orang yang baru dikenal, tak jarang si kecil melakukan kesalahan yang membuat orang lain merasa terganggu.
Namun bukan karena mereka masih anak-anak, orang tua bisa serta merta memaklumi dan mengharapkan orang lain memaklumi anak kita. Orang tua justru berperan sangat penting untuk mengajari anak minta maaf, karena kemampuan untuk meminta maaf tidak lahir dengan sendirinya.
BACA JUGA: Jangan Gengsi, Ini 8 Manfaat Orang tua Minta Maaf pada Anak
Semua orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berbesar hati mengakui kesalahan, memperbaiki, dan belajar dari hal tersebut. Nyatanya, mengajarkan anak meminta maaf bukanlah hal yang mudah.
Anak butuh bimbingan dan contoh dari orang tuanya. Dan kebanyakan anak, terutama anak usia dini sulit untuk meminta maaf. Apa penyebabnya? Febrizky Yahya, Konselor Pernikahan dan Sex Educator, akan membantu Mommies mengetahui penyebab serta cara mengatasinya.
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak usia pra sekolah (2-6 tahun) berada pada tahap Pra Operasional. Salah satu bentuk keterbatasan pemikiran pada usia ini adalah adalah ketidakmampuan anak membedakan antara perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain, yang disebabkan oleh egosentrisme yang masih melekat dalam dirinya.
Artinya, pada tahap ini anak percaya bahwa setiap orang akan berpikir sama sepertinya. Jika mereka bertemu dengan pandangan yang berlawanan, maka anak akan berpikir bahwa orang lainlah yang salah dan dirinya yang benar.
Jadi jika anak berkonflik dengan orang lain, sekalipun anak lain menangis karena dirinya, ia akan tetap berpikir anak lainlah yang salah karena membuatnya melakukan hal tersebut.
Selaras dengan alasan di atas, anak usia dini (di bawah usia 4-5 tahun) belum mengembangkan Theory of Mind, yakni kemampuan untuk berempati, atau berpikir dari sudut pandang orang lain.
Cognitive dissonance: situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Misal, anak percaya mereka bahwa mereka anak yang baik karena sering dipuji demikian oleh orang tuanya di rumah.
Namun saat melakukan kesalahan, mereka merasa buruk karena dimarahi atau dipaksa minta maaf oleh orang tua. Hal ini membuat anak bingung dan tidak merasakan perasaan bersalah.
Walaupun anak usia dini belum punya kemampuan berempati, bukan berarti tidak perlu diajarkan. Justru sejak usia dini peran orang tua sangatlah krusial untuk mengajarkan empati, agar si kecil dapat bertumbuh matang secara emosional. Apalagi belajar meminta maaf adalah ciri dari kecerdasan emosi.
Namun hindari memaksa anak meminta maaf. Seringkali orang tua langsung memaksa anak minta maaf kepada teman atau saudaranya saat melakukan kesalahan. Hal ini malah semakin membuat anak susah minta maaf.
Berikut alasan mengapa orang tua sebaiknya tidak memaksa anak minta maaf:
Foto: Freepik
Tidak memaksa anak untuk meminta maaf bukan berarti tidak perlu mengajarkannya. Mommies bisa lakukan sepuluh tips di bawah ini agar anak mampu meminta maaf dengan tulus:
Berusahalah memahami dan mencari tahu motif anak melakukan hal tersebut, tanpa membenarkan tindakannya. Misal, “Mama/ Papa lihat, kamu tadi mukul teman kamu ya? Ada apa?”
Gali perasaan anak yang memicunya melakukan hal tersebut. “Tadi apa yang Kakak rasakan sebelum mukul teman? Apakah kesal? Apakah marah?”
“Oh, jadi Kakak kesal ya karena teman Kakak mainnya nggak mau gantian? Karena kesal rasanya Kakak jadi pengen mukul. Begitu ya?”
Ajak anak berlatih untuk berpikir dari sudut pandang orang lain. “Wajar sih kalo kita marah rasanya pengen mukul. Tapi coba bayangin, kalo Kakak lagi asik banget main boneka, belum puas tiba-tiba ada anak lain yang maksa mau pinjam boneka. Terus Kakak belum pengen kasih, tapi tiba-tiba anak itu pukul Kakak. Gimana perasaan Kakak?”
Ajak anak berlatih untuk berpikir mengenai konsekuensi perbuatannya: “Kalau Kakak dipukul sama teman di wajah, kira-kira apa rasanya? Sakit nggak? Terus kalau luka, orang tua Kakak akan marah juga nggak sama teman Kakak? Padahal Kakak cuma kepingin main boneka tapi jadinya malah sakit karena dipukul.”
Permintaan maaf yang baik bisa dicontohkan oleh orang tua. Berikut rumus untuk meminta maaf secara tulus:
Untuk anak usia dini, meminta maaf secara langsung bisa jadi hal yang sulit. Beri anak pilihan: “Kalau Kakak belum bisa minta maaf secara langsung, Kakak bisa gambar untuk teman Kakak, atau ambilin teman Kakak minum, atau kasih teman Kakak cemilan yang dia suka. Atau ya langsung aja Kakak minta maaf.”
Hal yang paling penting adalah menjadi teladan. Orang tua harus meminta maaf dengan langkah tadi jika melakukan kesalahan kepada anak. Orang tua juga harus saling minta maaf dan memaafkan di depan anak, agar anak mendapat contoh dan memahami bagaimana rasanya menjadi orang yang dimintai maaf dan yang meminta maaf.
Meskipun meminta maaf saat berbuat salah adalah penting, jangan dilakukan secara berlebihan. Ajari anak meminta maaf ketika ia memang berbuat salah. Penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan sering diwajibkan meminta maaf untuk banyak hal. Bahkan untuk sesuatu yang sebenarnya bukan kesalahan mereka.
Fokuslah pada tindakan kita tanpa bilang ‘Tapi…” karena kadang meminta maaf itu nggak sulit. Namun yang sulit justru tidak menambahkan kata “tapi…”.
Misalnya, “Maaf aku membentakmu, tapi itu karena kamu nggak mau gantian main bonekanya.” Ini bukan permintaan maaf. Beritahu anak bahwa saat berbuat salah adalah kewajibannya untuk mengakui dan meminta maaf. Menambahkan kata “tapi” hanya menunjukkan dia tidak tulus meminta maaf.
BACA JUGA: Hi, Ayah, Jangan Biarkan Anak Perempuanmu Selalu Minta Maaf
Cover: Freepik